Pandora Box

Rizal Nurhadiansyah
Chapter #1

Beneath the Storm

Langit Jakarta berwarna abu-abu, seperti dipenuhi asap yang enggan pergi. Gedung-gedung pencakar langit tampak megah namun sunyi, berdiri kokoh di tengah hiruk-pikuk yang terasa mekanis, nyaris otomatis. Di antara kemacetan yang tak berujung, orang-orang berjalan cepat, kepala tertunduk, mata mereka lebih sering terpaku pada layar ponsel daripada saling beradu pandang. 

Di dalam sebuah gedung tinggi dengan kaca-kaca berkilauan, Lembaga Integritas Nasional (LIN) beroperasi dengan kesunyian yang menekan, seperti jantung yang berdetak tanpa emosi. Di lantai 14, sebuah ruangan kecil dengan dinding bercat putih bersih tapi dingin, Yuda Setiawan duduk di balik meja kayu tua yang penuh dengan berkas-berkas setebal telapak tangan. Lampu neon di atas kepalanya berkelap-kelip sekali-sekali, membuatnya teringat pada nyala lilin yang hampir padam.

Yuda mengusap wajahnya, menghapus lelah yang menempel di balik matanya yang sayu. Tatapannya turun pada foto seorang pria—seorang direktur keuangan dari kementerian yang baru-baru ini ditangkap atas dugaan korupsi besar-besaran. Namun ada sesuatu yang tidak beres. Yuda tak bisa menghilangkan rasa aneh yang mengganggu pikirannya sejak ia mulai menangani kasus ini. Semuanya terlalu rapi. Terlalu mudah.

Telepon di mejanya berbunyi tiba-tiba, memutus lamunannya. Suara telepon itu, meski biasa saja, terasa seperti lonceng peringatan dalam keheningan kantornya yang hampir kosong.

"Yuda, kamu ada di situ?" Suara Reza, rekannya yang masih muda dan bersemangat, terdengar di ujung telepon. “Kita ada rapat dengan Pak Arjuna setengah jam lagi.”

Yuda melirik jam dinding di ruangannya. Sudah hampir waktu makan siang, tapi dia sama sekali tidak merasa lapar. Hari-harinya belakangan ini terasa seperti benang yang kusut, mengular tanpa arah. Hanya repetisi, tanpa akhir.

“Ya, saya akan segera ke sana,” jawab Yuda datar. Namun, saat tangannya bergerak untuk meletakkan gagang telepon kembali, ia berhenti. Mata Yuda tertuju pada berkas di ujung mejanya. Judulnya sama, nama pelaku yang sama—tetapi isinya berbeda. Foto-foto, dokumen-dokumen bukti, semuanya berubah. Entah bagaimana, catatan yang seharusnya ada, hilang.

Lihat selengkapnya