Pandora Box

Rizal Nurhadiansyah
Chapter #7

Shattered Mirrors

Langit di luar kantor LIN tampak semakin gelap, meskipun hari masih siang. Seolah-olah awan hitam yang menggantung di langit tidak hanya menghalangi sinar matahari, tetapi juga mempengaruhi seluruh suasana hati kota. Di dalam gedung LIN, Yuda duduk sendirian di ruangannya, cahaya layar komputer adalah satu-satunya yang menerangi wajahnya. Namun, tatapannya tidak fokus. Sesekali, matanya terpaku pada titik kosong di dinding, seolah mencari sesuatu yang tidak ada di sana.

Suara-suara samar mulai mengisi ruangan. Bukan suara dari luar atau dari lantai bawah, tetapi suara-suara yang seperti bergema di dalam pikirannya sendiri. Seperti bisikan lembut, percakapan yang tak bisa ia pahami, tapi selalu hadir di batas pendengarannya. Dia mencoba mengabaikannya, menenggelamkan diri dalam pekerjaan, tetapi bisikan itu tidak kunjung hilang. Kadang, suara itu berubah menjadi tawa samar, seolah-olah seseorang di tempat yang jauh sedang menertawakannya.

Yuda menatap layar komputernya, mencoba fokus pada laporan yang ada di depannya. Namun, saat dia mulai membaca data, huruf-huruf di layar tampak berubah-ubah, bergerak perlahan seperti kabut yang mengalir. Kata-kata yang seharusnya ia pahami berubah menjadi simbol-simbol asing, seolah-olah bahasa yang dia kenal sudah tidak lagi berarti.

Yuda menggosok matanya, mencoba menjernihkan pandangannya. Tapi simbol-simbol itu tetap ada, terus berubah dan memudar, sampai akhirnya layar kembali normal. Untuk sejenak, ruangan terasa sangat hening, tapi tidak lama kemudian, dia merasakan sesuatu yang aneh.

Bayangan di dinding sebelahnya mulai bergerak.

Yuda menoleh perlahan, matanya terpaku pada bayangan samar yang menempel di dinding. Itu adalah bayangannya sendiri, tapi kali ini, ada sesuatu yang salah. Bayangan itu bergerak lebih lambat daripada gerakan aslinya, tertinggal sejenak seperti refleksi yang tidak sinkron. Yuda berdiri dari kursinya, tubuhnya tegang. Saat dia melangkah ke depan, bayangannya mengikuti, tapi lagi-lagi terlambat. Bahkan ketika dia berhenti, bayangan itu terus bergerak untuk satu langkah lebih lama, sebelum akhirnya menyusulnya dan kembali diam.

Jantung Yuda berdetak semakin kencang. Dia menatap bayangan itu dengan rasa takut yang tak bisa dia jelaskan. Ini bukan hanya masalah cahaya. Ada sesuatu yang jauh lebih dalam, lebih gelap, yang sedang terjadi. Sesuatu yang tidak bisa dia pahami. Dia menutup matanya, mencoba menenangkan napasnya yang memburu, lalu membuka matanya lagi.

Bayangan itu kembali normal, menempel pada gerakannya dengan sempurna. Tapi Yuda tidak bisa melupakan apa yang baru saja dia lihat. Apakah ini semua hanya halusinasi? Apakah pikirannya sedang bermain trik padanya? Dia merasa seperti sedang terjebak dalam mimpi buruk yang tidak bisa dia bangun darinya.


***


Beberapa hari kemudian, Yuda berada di jalan, dalam perjalanan menuju rumah Siti Marlina untuk membahas perkembangan terbaru dalam penyelidikan mereka. Jalanan tampak lebih ramai dari biasanya, meskipun wajah-wajah orang yang dia lihat tampak kabur, hampir seperti siluet yang bergerak tanpa kejelasan. Di setiap sudut yang dia lewati, dia merasakan tatapan orang-orang yang dia tidak kenali, tetapi terasa seolah-olah mereka memperhatikannya. Apakah mereka sedang mengawasinya? Perasaan paranoia ini semakin kuat.

Di tengah perjalanan, mobil Yuda berhenti di lampu merah. Saat dia melihat ke kaca spion, sebuah mobil hitam muncul di belakangnya, tampak biasa saja. Namun, detik berikutnya, Yuda melihat mobil itu lebih jelas, dan di dalamnya ada seseorang yang dia kenal. Dr. Arjuna Mahendra. Wajah pria itu terlihat jelas di dalam mobil, tapi matanya tidak menatap jalan, melainkan langsung ke arah Yuda melalui kaca spion. Tatapannya dingin, tak berkedip, seolah-olah dia sedang menembus pikiran Yuda dari jarak jauh.

Yuda menoleh ke belakang, tapi saat dia melakukannya, mobil itu sudah menghilang. Hanya ada deretan mobil lain yang tampak tidak mencolok. Apakah Arjuna benar-benar ada di sana, atau ini hanya bagian lain dari distorsi yang menggerogoti pikirannya? Keringat dingin mulai mengalir di tengkuk Yuda. Dia merasa seperti dunia di sekitarnya sedang bermain-main dengannya, memanipulasi apa yang dia lihat dan rasakan.


***


Sore itu, Yuda akhirnya tiba di rumah Siti. Saat dia mengetuk pintu, Siti membukakan pintu dengan ekspresi gugup. Wajahnya yang biasanya tenang kini tampak sedikit lelah, seperti seseorang yang terlalu lama melihat ke dalam jurang gelap yang tidak pernah dia duga sebelumnya.

Lihat selengkapnya