Pandora Box

Rizal Nurhadiansyah
Chapter #17

Wounds Unhealed

Sudah berhari-hari sejak Yuda terakhir kali mendengar kabar dari Siti Marlina. Jurnalis investigatif itu dulu menjadi sekutu terdekatnya di tengah semua kekacauan ini, memberikan informasi yang penting dan membantu Yuda membuka lapisan demi lapisan konspirasi di balik Proyek Zenith. Namun, sejak dia menemukan bukti fisik tentang eksperimen yang dijalankan oleh Dr. Arjuna dan jaringan elit yang lebih besar, Siti hilang begitu saja. Nomornya tidak bisa dihubungi, kantornya kosong, dan tidak ada yang tahu ke mana dia pergi.

Yuda merasa semakin terisolasi, tidak hanya dari orang-orang yang pernah dia kenal, tetapi juga dari sekutu yang dia anggap bisa dia percayai. Terlalu banyak pengkhianatan, terlalu banyak kebohongan. Namun, jauh di dalam hatinya, Yuda masih berharap bahwa Siti tidak termasuk di antara orang-orang yang telah mengkhianatinya.

Tetapi di malam yang dingin itu, ketika ponselnya bergetar di tengah kehampaan apartemennya yang gelap, nama Siti muncul di layar. Untuk sesaat, Yuda merasakan secercah harapan. Mungkin Siti akhirnya kembali dengan lebih banyak informasi, atau mungkin dia sedang dalam bahaya. Apapun alasannya, Yuda segera menjawab panggilan itu dengan cepat.

“Siti?” tanya Yuda, suaranya dipenuhi dengan harapan yang samar. "Di mana kamu? Apa yang terjadi?"

Ada jeda sejenak di ujung lain telepon, sebelum suara Siti akhirnya terdengar—tetapi ada sesuatu yang berbeda. Suaranya terdengar dingin, seperti seseorang yang menahan sesuatu di balik kata-katanya.

“Yuda,” kata Siti akhirnya, suaranya rendah dan terkontrol. “Kita harus bertemu. Ada sesuatu yang harus kuberitahukan padamu. Ini penting.”

Yuda menegang. "Di mana kamu? Kau menghilang begitu saja. Apa yang terjadi?"

“Aku tidak bisa menjelaskannya di telepon,” jawab Siti dengan singkat. “Temui aku di gudang tua di selatan kota. Jangan bawa siapa pun.”

Yuda ragu sejenak. Gudang tua di selatan kota? Itu bukan tempat yang biasa mereka gunakan untuk pertemuan. Sesuatu tentang permintaan ini terasa tidak benar, tetapi Yuda sudah terlalu jauh untuk mundur. Jika Siti benar-benar membutuhkan bantuannya, atau jika dia memiliki informasi penting, Yuda harus pergi.

“Baiklah,” kata Yuda akhirnya. “Aku akan segera ke sana.”


***


Saat Yuda tiba di gudang tua itu, hujan masih mengguyur deras. Tempat itu terpencil dan hampir tidak ada kehidupan di sekitarnya, kecuali suara hujan yang berderai di atap seng dan gemerisik angin yang mengguncang bangunan. Gudang itu sudah lama tidak digunakan, terlihat dari dinding-dindingnya yang mulai berkarat dan pintu-pintunya yang nyaris tertutup oleh debu dan kotoran. Atmosfernya terasa mencekam, tetapi Yuda menekan rasa takutnya dan berjalan masuk.

Di dalam, cahaya redup dari satu lampu yang berkedip-kedip menyinari ruang yang besar dan kosong. Di ujung ruangan, Siti Marlina berdiri dengan tangan di dalam saku mantelnya, wajahnya hampir tidak terlihat dalam bayangan. Yuda menatapnya dengan hati-hati, berusaha membaca situasi.

Lihat selengkapnya