Pandora Box

Rizal Nurhadiansyah
Chapter #23

Final Bloodshed

Yuda berdiri di tepi gedung tinggi, menatap ke bawah ke lautan lampu kota Jakarta yang berpendar di bawahnya. Angin malam menyapu wajahnya, membawa dingin yang menembus kulit, namun pikiran Yuda terlalu fokus untuk merasakan apa pun selain ketegangan yang memuncak di dadanya. Malam ini adalah malam terakhir. Malam di mana semua akan dipertaruhkan—baik kebenaran maupun nyawanya sendiri.

Di tangannya, Yuda menggenggam flash drive terakhir yang berisi bukti paling mematikan tentang Proyek Zenith. Seluruh rencananya telah mencapai titik ini. Anton sudah siap di lokasi yang dirahasiakan, bersiap untuk mempublikasikan informasi ini ke seluruh dunia. Tetapi sebelum itu terjadi, ada satu langkah terakhir yang harus diambil Yuda—menghadapi Arjuna sekali lagi dan memberikan pukulan yang terakhir.

Rencana Yuda sederhana, tapi berbahaya. Dia tahu bahwa mengungkapkan bukti ke publik akan membuat Arjuna dan para elit lainnya segera bereaksi. Mereka akan menghancurkan semuanya untuk mempertahankan kendali. Tetapi Yuda memiliki kelebihan kecil: dia tahu bagaimana sistem ini bekerja. Dia tahu kapan harus menarik perhatian dan kapan harus menghilang.

Dengan tenang, Yuda memasukkan flash drive itu ke dalam sakunya. Malam ini, dia akan memaksa Arjuna keluar dari bayang-bayang, membuatnya menunjukkan wajah aslinya—bukan sebagai direktur LIN yang tenang dan bijaksana, tetapi sebagai dalang dari seluruh operasi kotor ini.

Yuda telah merencanakan ini dengan hati-hati. Dia akan memancing Arjuna ke tempat di mana kekuatan mereka tidak lagi dapat menyembunyikan kebenaran, di mana kejahatan mereka bisa terbongkar. Dan Yuda tahu persis di mana tempat itu: kantor pusat LIN. Tempat di mana semuanya dimulai, dan di mana semuanya harus berakhir.


***


Beberapa jam kemudian, Yuda berdiri di ruangan yang gelap, dikelilingi oleh layar-layar komputer. Ruangan itu berada di salah satu lantai tertinggi di gedung LIN, sebuah ruang server yang hanya bisa diakses oleh orang-orang tertentu. Dari sini, Arjuna dan timnya telah mengendalikan segala informasi yang keluar dan masuk. Di sinilah realitas telah dipelintir dan diubah sesuai dengan kehendak mereka.

Ketika Arjuna akhirnya muncul di pintu, Yuda sudah menunggu. Tatapan mereka bertemu, dan suasana ruangan itu langsung penuh dengan ketegangan.

"Aku tahu kau akan datang," kata Arjuna dengan nada tenang, meskipun ada kemarahan yang jelas di balik suaranya. "Tapi apa yang kau harapkan, Yuda? Ini sudah selesai. Tidak ada yang bisa kau lakukan lagi."

Yuda tersenyum tipis, lalu mengangkat flash drive di tangannya, memainkannya di antara jari-jarinya seperti ancaman yang tak terucapkan. "Kau salah, Arjuna. Ini baru saja dimulai."

Arjuna melangkah maju dengan ekspresi penuh keyakinan. "Kau mungkin berpikir bahwa kau bisa menghancurkan kami dengan bukti itu. Tapi bahkan jika kau berhasil mempublikasikannya, kau tidak akan pernah bisa menghentikan kami. Kami sudah jauh di depanmu."

Yuda tetap tenang, tapi hatinya berdegup kencang. Dia tahu bahwa inilah saatnya untuk membuat langkah terakhirnya. Dengan satu gerakan cepat, dia memasukkan flash drive itu ke salah satu komputer utama di ruangan itu. Di layar, file-file mulai terunggah dengan cepat, sementara sistem mulai terhubung dengan jaringan global.

"Aku sudah memikirkan itu, Arjuna," kata Yuda sambil menatap layar dengan tenang. "Aku tahu kau bisa menghentikan satu berita, menghancurkan satu outlet. Tapi bagaimana jika semua orang di seluruh dunia melihat ini sekaligus? Bagaimana jika aku membiarkan semua orang tahu apa yang kalian lakukan?"

Arjuna tampak tenang, tetapi ada kilatan marah di matanya. Dia mendekat, mencoba meraih keyboard untuk menghentikan unggahan, tetapi Yuda dengan cepat menghalanginya.

"Sudah terlambat," kata Yuda, suaranya penuh dengan kepuasan dingin. "Kebenaran ini sudah lepas. Dan tidak ada yang bisa kau lakukan untuk menghentikannya."

Tapi di sinilah elemen Kaufman dan Bong Joon Ho muncul. Arjuna tersenyum kecil—senyum yang anehnya penuh kepastian. "Kau pikir kau sudah menang, Yuda," katanya, nadanya berubah menjadi hampir simpatik. "Tapi kebenaran? Apa itu sebenarnya?"

Lihat selengkapnya