Pandora Box

Rizal Nurhadiansyah
Chapter #24

Silent Fury

Suasana di luar gedung LIN masih gelap, hanya diterangi oleh lampu-lampu jalan yang redup dan pantulan hujan yang membasahi trotoar. Yuda melangkah keluar dari gedung itu dengan hati yang masih dipenuhi ketegangan, seolah-olah ada sesuatu yang belum selesai, sesuatu yang terus menghantuinya. Malam ini tidak terasa seperti kemenangan. Bahkan setelah mengirimkan kebenaran ke seluruh dunia, dia tidak bisa merasakan kepuasan.

Tetapi sesuatu yang lebih besar masih menunggu.

Sebuah suara berat dan dalam terdengar di belakangnya. Suara itu langsung membuat jantung Yuda berdegup kencang. Dia berbalik cepat, dan di sana, berdiri dalam bayangan, Arjuna. Namun, Arjuna tidak lagi sendirian. Beberapa orang berpakaian gelap berdiri di sekitarnya—anggota elit dari Proyek Zenith, bayang-bayang dari kekuatan yang telah mengendalikan hidup Yuda selama ini.

Arjuna melangkah maju, dengan sikap yang jauh lebih dingin dan menakutkan daripada saat mereka terakhir kali bertemu di dalam gedung. “Kau pikir kau sudah menang?” tanya Arjuna dengan suara rendah namun penuh ancaman. Mata Arjuna kini menatap Yuda tanpa belas kasihan.

Yuda mengepalkan tangannya, bersiap untuk apa pun yang akan terjadi. “Aku sudah menyebarkan kebenaran, Arjuna,” kata Yuda dengan nada tegas, meskipun ada rasa gentar yang menghantuinya. “Tidak peduli apa yang kalian lakukan sekarang, dunia sudah tahu.”

Arjuna tersenyum tipis, tetapi senyum itu tidak memiliki kehangatan. Dia tampak seperti seseorang yang menikmati permainan ini hingga akhir, seseorang yang telah terbiasa menghadapi rintangan dan tetap menang. “Kebenaran, Yuda?” katanya sambil mendekat. “Apa itu kebenaran? Apa yang kau sebut kebenaran hanyalah satu perspektif di antara banyak yang bisa kami kendalikan. Bukti yang kau sebarkan? Kami bisa menggantinya dalam waktu singkat. Publik akan percaya apa yang kami inginkan untuk mereka percaya.”

Kata-kata itu menampar Yuda dengan keras. Dia sudah mendengar kalimat ini sebelumnya, tetapi sekarang, di tengah malam yang penuh ancaman, kata-kata itu terdengar lebih nyata. Arjuna benar—Proyek Zenith memiliki kekuatan untuk mengendalikan narasi, mengubah apa yang publik anggap sebagai kebenaran.

Tapi Yuda tidak bisa lagi mundur. Dia tidak bisa menyerah.

“Aku tahu apa yang kalian lakukan,” Yuda berkata tegas, suaranya tetap stabil meskipun ketegangan semakin kuat. “Kalian mungkin bisa memanipulasi realitas, tetapi kalian tidak bisa menghapus semua jejaknya. Akan selalu ada orang-orang yang melihat kebenaran di balik kebohongan kalian.”

Arjuna berhenti sejenak, menatap Yuda dengan penuh rasa ingin tahu. "Kau benar-benar percaya itu, bukan?" katanya dengan nada yang hampir simpatik. "Kau benar-benar berpikir bahwa kebenaran bisa bertahan di dunia seperti ini. Tapi lihat sekelilingmu, Yuda. Lihatlah dunia ini. Kami telah membentuknya, memahatnya sesuai dengan kehendak kami. Dan meskipun kau berhasil menggoyahkan sistem ini sebentar, itu tidak akan lama. Kami akan memperbaikinya."

Bentrokan ini bukan hanya tentang fisik—tetapi tentang gagasan. Ide-ide tentang kebenaran dan kebohongan, tentang persepsi dan realitas. Yuda merasa bahwa ini adalah inti dari seluruh pertarungan: siapa yang berhak menentukan apa yang nyata dan apa yang tidak.

Namun, tiba-tiba suasana berubah. Salah satu pria berpakaian gelap yang berdiri di belakang Arjuna bergerak cepat, dan sebelum Yuda sempat bereaksi, dia merasa sesuatu yang keras menghantam perutnya. Sebuah pukulan keras yang membuatnya terjatuh ke tanah, udara tersedot keluar dari paru-parunya. Rasa sakit langsung menyebar, tetapi lebih dari itu, rasa ketidakberdayaan menghantamnya dengan kejam.

Ini bukan pertarungan yang adil. Yuda tahu itu. Dia seorang diri, tanpa senjata, tanpa perlindungan, sementara mereka memiliki kekuatan dan kendali penuh atas situasi ini. Tetapi Yuda sudah terlalu jauh untuk menyerah.

Dia mencoba bangkit, meskipun seluruh tubuhnya berteriak kesakitan. Keringat dingin menetes di dahinya, namun tekad di dalam dirinya tetap tidak berubah. Arjuna melangkah mendekat, menatap Yuda dengan rasa jijik bercampur belas kasihan.

“Kau bisa menyerah sekarang, Yuda,” kata Arjuna. “Kami bisa memberikanmu kesempatan untuk hidup. Taruh semuanya di belakangmu, lupakan apa yang kau ketahui, dan kami akan membuatmu hilang dari radar. Kau bisa hidup dalam damai.”

Yuda menatap Arjuna dengan mata yang berkilat-kilat, menolak tawaran itu. "Tidak ada damai dalam kebohongan," katanya pelan namun penuh ketegasan. "Aku tidak akan hidup dalam dunia yang kalian bentuk. Aku lebih baik mati daripada menyerah pada kebohongan ini."

Lihat selengkapnya