Pandora Box

Rizal Nurhadiansyah
Chapter #26

Alya

Beberapa hari setelahnya, Yuda masih hidup dalam pelarian. Dunia di sekelilingnya terus berputar, tetapi baginya, semuanya tampak seperti kabut yang tak menentu. Kebenaran yang dia ungkapkan sudah keluar, tetapi ancaman Proyek Zenith masih membayangi setiap langkahnya. Rasa lelah terus menghantamnya, sementara tubuh dan pikirannya sudah mencapai batas maksimal. Namun, dia tahu bahwa dia tidak bisa berhenti sekarang—tidak ketika kebenaran itu sudah setengah terungkap.

Kemudian, datanglah kabar yang tak dia duga. Alya—seseorang yang dia cintai tetapi telah menjauh darinya karena pertarungan ini—kembali muncul dalam hidupnya dengan cara yang tidak dia bayangkan. Alya, yang selama ini mencoba menjauh dari bahaya, tiba-tiba menjadi pusat dari konspirasi yang lebih besar.

Yuda menerima sebuah pesan yang misterius, tanpa nama pengirim, tetapi jelas ditujukan kepadanya. Pesan itu singkat, tetapi cukup untuk membuat darah Yuda membeku:

"Kami memiliki Alya. Jika kau ingin melihatnya lagi, kau tahu apa yang harus dilakukan."

Hatinya jatuh. Seluruh dunia di sekelilingnya terasa runtuh seketika. Alya telah terjebak dalam pertempuran ini, meskipun dia berusaha sekuat tenaga untuk menjauh. Sekarang, dia dijadikan umpan oleh Proyek Zenith—sebagai pengungkit untuk menghancurkan Yuda sepenuhnya.


***


Yuda tidak punya pilihan lain. Dia segera menuju tempat yang ditentukan dalam pesan itu, sebuah gudang tua di luar kota. Hujan deras mengguyur jalanan yang dia lalui, sama seperti malam ketika dia pertama kali mulai menyadari kedalaman dari konspirasi ini. Dia tahu bahwa ini mungkin adalah perangkap, tetapi dia tidak peduli. Alya adalah segalanya baginya—bahkan setelah semua yang terjadi.

Di dalam gudang yang gelap, Yuda menemukan Alya terikat di sebuah kursi, tubuhnya tampak lelah dan wajahnya pucat. Arjuna berdiri di dekatnya, dengan ekspresi tenang seperti biasa, seolah-olah dia telah mengatur semuanya sejak awal. Orang-orang berpakaian gelap yang sama masih ada di sana, mengawasi setiap gerakan Yuda dengan senjata siap di tangan.

"Yuda," kata Arjuna dengan nada tenang namun penuh ancaman, "aku sudah memberimu kesempatan untuk mundur, tapi kau tidak mendengarkan. Sekarang, lihatlah di mana kau berada."

Yuda mengepalkan tangannya, merasa marah sekaligus tak berdaya. "Lepaskan dia, Arjuna. Dia tidak ada hubungannya dengan ini."

Arjuna tersenyum tipis, seolah-olah menikmati situasi itu. "Dia mungkin tidak terkait secara langsung," katanya, "tetapi kau yang melibatkan dia dalam permainan ini, Yuda. Setiap langkah yang kau ambil memiliki konsekuensi. Ini adalah konsekuensi dari keputusanmu untuk terus melawan."

Lihat selengkapnya