Farel bergegas menghubungi Novia. Namun, ponselnya sudah tidak aktif. Ia tampak khawatir dengan kondisi Novia saat ini, terlebih lagi ada pembunuh gila yang sedang berkeliaran di luar sana. Saat seperti itu Naren menatap kearah Farel, ia bisa mengetahui bila rekannya sedang gusar.
"Kenapa?" tanyanya.
Farel menoleh, ia mendekat ke arah Naren dan menunjukkan pesan dari Novia. Naren lalu membacanya satu persatu dan ia terdiam cukup lama. Saat Naren sedang membaca pesan itu sebuah pesan baru masuk.
"Sorry ya, aku jadi gangguin nih. Aku udah nggak apa kok."
Dahi Naren mengerut, ia terlihat berulang kali menaik turunkan pesan Novia. Setelah merasa yakin dengan pemikirannya ia menatap Farel yang berdiri cemas di hadapannya.
"Kau tahu di mana posisi Novia?"
"Tidak, Ren, ada apa?"
"Sepertinya Novia dalam bahaya, Rel. Cepat cari tahu di mana dia. Tanya teman dekatnya atau siapapun yang sekiranya tahu ke mana ia pergi tadi."
"A-a-da apa, Ren?"
"Sudah cepat, Farel!"
Farel melihat raut wajah serius Naren. Ia percaya bahwa Naren tidak akan mungkin mengatakan Novia dalam bahaya tanpa pertimbangan. Farel kembali ke meja kerjanya. Ia coba menghubungi beberapa rekan Novia yang ia kenal.
Sedangkan Naren kembali membaca semua berkas yang ia dapatkan dari kasus-kasus pembunuhan. Seperti ada yang ia cari dari tumpukan berkas itu. Ia membuka satu persatu bagian yang menunjukkan foto korban. Ia menjajarkannya dan menunjuk pada baju yang dipakai korban.
Selain memandangi kedua foto korban, Naren juga tidak hentinya memandang jam tangan miliknya. Ia seolah memastikan bahwa jam yang tertera di sana adalah pukul 14.20.
"Rel! Sudah ada info tambahan?"
"Belum, Ren. Bagaimana?"
"Cepat hubungi Mas Bima. Minta tolong kenalannya untuk melacak ponsel Novia."
"Ehm ...." Farel berhenti cukup lama dan membuat Naren bertanya-tanya.
"Kenapa?"
"Kalau itu, sebenarnya aku bisa," ucapnya perlahan.
"Lalu kenapa dari tadi tidak kau lakukan?!"
"Ya, itu kan ilegal, Ren."
Farel menyadari dengan pasti bahwa tidak semua kemampuannya legal di mata hukum. Ia harus bijak dalam menggunakan setiap ilmu yang ia miliki. Kecuali dalam kondisi sangat darurat ia terpaksa menggunakannya. Ia belum menyadari bahwa kondisi Novia benar-benar darurat, sebelum Naren berteriak sembari berdiri dari duduknya.
Dengan cepat ia memainkan jarinya di tuts keyboard berwarna abu-abu itu. Sesekali ia menyesuaikan semua data dengan apa yang tertulis dalam ponselnya. Setelah ia selesai mengetikkan sederet angka dan perintah, maka layar berwana biru itu seketika menggelap. Menampilkan sederet bangunan dalam ukuran kecil dan di ujung terdapat panah merah yang bertuliskan 'location'.