Farel segera menunjukkan rekaman cctv yang ia dapatkan dari toko itu. Dalam video itu terlihat bila beberapa saat setelah mobil jeep berwarna hijau tua yang mereka ikuti melintas, rombongan polisi yang mereka kenal juga melintasi jalan yang sama.
"Pak Pramono?"
"Iya, Rel. Aku takut terjadi sesuatu pada Novia."
"Kamu tenang dulu, mungkin mereka menuju tempat lain."
Naren segera melajukan kendaraannya kembali. Di dalam mobil SUV silver itu Farel tidak sedikitpun merasa tenang. Sesekali ia melihat ponselnya, sesekali melihat ke layar netbook miliknya. Meskipun ia sama sekali belum pernah bertemu Novia, namun tampaknya ia sangat khawatir padanya.
"Rel?" Naren mencoba mengatakan sesuatu, tapi saat Farel menoleh ia urung melanjutkan perkataannya.
"Kenapa?"
"Nggak apa, nanti saja, Rel."
Penolakan dari Naren justru membuat Farel bertanya-tanya. Adakah yang Naren sembunyikan darinya? Apakah tentang kemungkinan keadaan Novia? Rasa penasaran itu membuatnya tidak mengalihkan pandangan dari Naren. Ia terus menatap sahabatnya yang sedang mengemudi itu.
"Jangan melihatku terus, lihat petamu saja!" seru Naren.
"Katakan dulu, ada apa?"
"Tidak penting, sudah kita temukan dulu lokasi mereka."
Farel tahu ia tidak akan menang berdebat dengan Naren. Hanya Freya saja, sahabat baik mereka yang bisa mengimbangi Naren dalam hal keras kepala. Ia kembali fokus pada layar netbook dan ponselnya.
"Kanan atau kiri, Rel?" tanya Naren saat mereka sampai di sebuah pertigaan.
Tidak ada cctv di tempat ini, mereka harus menggunakan insting kali ini.
"Ren, bagaimana kalau kita tanya Pak Pramono?"
Naren menepikan mobilnya. Ia mengambil ponsel di saku bajunya dan mulai mengetik sebuah pesan. Setelah memastikan pesan itu terkirim, ia menoleh ke arah Farel. Ia tidak memungkiri bahwa dirinya sendiri juga merasa Pramono sedang menuju ke tempat yang sama seperti mereka. Akan tetapi, ia memilih diam dari tadi karena takut Farel semakin khawatir pada Novia.
"Ada apa, Ren? Tidak usah membohongiku lagi! Aku sudah berteman denganmu sejak lama, Ren. Aku tahu kau pun mencurigai Pak Pramono sedang mengejar mobil jeep itu."
Naren menarik napas dalam-dalam dan mulai menjelaskan sesuatu pada Farel.
"Baik, aku setuju denganmu kalau Pak Pramono kemungkinan mengejar mobil jeep yang sama. Untuk itu, aku sudah mengirim pesan pada beliau, menanyakan lokasi."
'Drrrttt'
Sebelum Farel memberikan pendapatnya Naren mendapatkan panggilan masuk di ponselnya.
"Assallammu'alaikum, Pak!"
"Wa'alaikumsalam, ada apa, Ren?"
"Ah tidak, Pak kebetulan kami sedang mencari rekan kami yang hilang, Pak. Kemungkinan besar ia diculik. Kami tidak sengaja melihat rombongan Pak Pramono tadi."
"Lah, sudah kalian laporkan?"
"Sudah, Pak. Hanya saja karena dia hilang baru jam dua tadi, para petugas masih meminta kami menunggu."
"Halah!" Terdengar Pak Pramono menggerutu dari seberang sana.
Naren menahan tawanya, mau bangaimana lagi polisi selalu terkekang dengan standar operasional prosedur, di mana terkadang hal itu membuat mereka melewatkan waktu penting. Beda dengan prinsip Pak Pramono dan timnya. Mereka akan bergerak seketika bahkan sekalipun harus menantang para petinggi kepolisian.
"Lalu, bagaimana perkembangan dari pencarian kalian?"