"Anindhito Dharmahendra, Mas."
Bima mengepalkan tangannya dan memukul dasbor mobil. Naren dan Farel hanya melihatnya tanpa berani mengatakan apapun. Terlihat dari raut wajah Bima kalau ia sangat marah saat ini.
"Anindhito!"
"Mas, apakah orang itu rekan, Mas Bima?"
Naren memberanikan diri untuk bertanya. Bila ia tidak salah ingat rekan satu tim Bima yang harusnya membantu mereka dalam penyelidikan ini juga memiliki nama yang sama. Mungkinkah mereka orang yang sama?
"Iya, Ren. Maka itu menjelaskan kenapa dia bisa sampai mengetahui alamat kantormu. Aku sendiri yang mengirimkan alamat itu padanya. Namun, aku masih tidak percaya bila semua ini adalah ulahnya."
Bima kembali mengingat semua alasan Anindhito selama ini. Setiap ia mengajaknya untuk mendalami kasus ini, Anindhito selalu beralasan bahwa ada hal yang sedang ia urus.
"Apakah tim Mas Bima yang lain sudah mengetahuinya?"
"Mungkin mereka sudah tahu, karena Anindhito cukup dekat dengan yang lain dan dia masuk lebih dulu ke kantor ini bila dibandingkan denganku."
"Lalu, selanjutnya bagaimana?"
"Kepala polisi meminta kita untuk pergi ke alamat pemilik mobil ini, jadi mungkin ia sudah menyiapkan langkah selanjutnya."
"Apa Mas Bima benar-benar percaya kalau Anindhito pelakunya?" tanya Farel.
"Sebagai polisi ketika semua bukti mengarah padanya tentu aku harus percaya. Mobil merah itu miliknya, rumahnya juga terletak tak jauh dari TKP. Pada saat kejadian semalam, ia juga mengatakan bahwa ada urusan. Ia juga tahu kalau aku yang menyelidiki kasus ini dan ia juga tau alamat kalian berdua."
"Kalau sebagai teman?" tanya Farel lagi.
"Entahlah, Rel. Aku tidak ingin terjebak dalam pemikiran kalau dia temanku. Aku harus bisa mrnilai berdasarkan semua bukti ini."
Bima mempercepat laju mobilnya, ia ingin segera sampai ke rumah Anindhito sebelum tim yang lain sampai sana.
*******
30 Januari
17.30 WIB
Sayangnya tidak sesuai dengan keinginan Bima, kepala timnya sampai lebih dulu ke rumah Anindhito. Mereka telah menangkap rekan satu timnya itu dan bersiap untuk pergi ke kantor polisi.
"A-a-aku benar-benar tidak tahu apa-apa," ucap Anindhito berulangkali saat rekan-rekannya berusaha memborgolnya.
"Bagaimana kau menjelaskan alasan mobilmu ada di lokasi penculikan semalam?"
"Mo-mobil?"
"Iya, mobilmu yang berwarna merah itu!" bentak Bima.
"Aku sudah menjual mobil itu, Bim."
"Kami tidak mempercayainya! Sekarang di mana kau menyembunyikan sandera?"
Kali ini giliran kepala tim Bima yang membentak Anindhito.