Gadis berambut sebahu itu refleks melonggo tatkala mengetahui barcode harga yang tertera pada sampul plastik buku Panduan Mendekati Gebetan.
Tangannya terulur mengembalikan buku tersebut ke meja display tidak rela. Menghela napas berat, ia keluarkan dompet rajut dari dalam tas selempang untuk mengetahui sisa berapa lembar uang jajan bulanannya.
"Shaf, mendekati gebetan itu perlu modal," komentar Retta sok tahu. Sejurus kemudian, gadis berkepang satu itu menggaet buku bersampul dewa cinta dari peradaban Yunani tersebut. "Selama ini, refrensi lo cuma lewat internet. Berapa kali dijutekin Kak Raldi? Shaf, come on, Kak Raldi itu beda dari cowok lain." Sebagai penutup celoteh panjangnya, Retta menepuk lembut bahu Shafiya. Seolah memberi suntikan keyakinan.
Mengerang sebal, Shafiya merebut buku tersebut dari tangan sahabatnya. "Bukan masalah itu, liat deh!" Jemari mungilnya bergerak menunjuk label kecil di bawah ISBN. Tercetak harga yang tidak bisa dibilang murah bagi kantung pelajar pas-pasan seperti dirinya. "Berapa harganya? 89,900 ribu! Astaga, Ret. Uang jajan gue bisa abis."
"Nggak masalah, 'kan lo bisa minta uang jajan Auden."
"Bisa dilaporin ke bokap kalo gue malak Auden," keluh Shafiya, dongkol. "Eh tapi, ini nggak ada buku Panduan Mencari Gebetan yang nggak diplastik apa? Gue pengen baca isinya ... kalo oke dan beda dari internet...."
Tanpa menunggu Shafiya melanjutkan kalimat, Retta bergerak cepat mencari buku yang sahabatnya maksud. Ia yakin---Gramedia Pondok Indah Mall tidak jarang memberikan buku non-fiksi tanpa plastik sebagai taster, jadi kemungkinan besar buku itu pasti ada.
Mata Retta berbinar cerah ketika mendapati buku Panduan Mencari Gebetan tanpa plastik di tumpukan paling belakang. Dengan sigap, dia menyerahkannya kepada Shafiya. "Pikir ulang kalo lo nggak mau beli."
Wajah Shafiya kontan berbinar cerah. Diterimanya buku itu cepat seraya memabaca beberapa halaman secara acak.
Hal yang harus kamu perhatikan ketika mendekati gebetan pertama kali:
Observasi gebetanmu sebelum mengajak berkenalan. Kenali dia melalui sosial medianya. Cari tahu pula apa dunianya.
Shafiya tertegun. Ia teringat bagaimana caranya memulai PDKT dengan Raldi.
Tanpa observasi, Shafiya langsung saja melancarkan aksi PDKT, menjalankan modus-modus receh, lalu menyapa sok manis ketika bertemu. Menurutnya, observasi toh tidak penting.
Namun, karena buku ini, dia baru menyadari pentingnya hal tersebut.
Cari tahu dunianya.
Memangnya, Shafiya tahu apa tentang 'dunia' Raldi?
Pemuda kaku seperti itu tidak bisa diajak berkomunikasi kecuali membahas hal-hal yang memang dia sukai. Bukan sekadar ucapan 'selamat pagi', 'selamat malam', 'udah makan belum?' 'lagi apa sekarang?' dan teman-temannya itu. Pantas saja chat Shafiya tidak pernah digubris meski pemuda tersebut online.
"Jadi gimana, Jeng?" Retta menggoda jahil sambil menaik turunkan alisnya. Cewek itu tampak menahan tawa.