Panduan Mendekati Gebetan

diffean k.a
Chapter #4

Tips 2: Jadilan Penguntit Bagian 2

Mengerjakan soal Matematika yang seabrek bukanlah keahlian Raldi. Cowok itu tidak sepintar Ditto ketika menyelesaikan mata pelajaran eksakta. Otaknya tidak pernah sejalan dengan rumus-rumus dan angka, tetapi, sosio-humaniora.

Mendengus bosan, Raldi diam-diam mengeluarkan buku tentang gagasan kebahagiaan manusia menurut Abraham Maslow dari dalam tas. Menyalipkan buku tersebut di paket Matematika, lalu tenggelam dalam koleksi buku barunya tersebut.

Hal lumrah yang sering dilakukan Raldito Wiratama tanpa sepengatahuan orang lain, omong-omong. Membaca buku lain di tengah jam pelajaran Matematika. Dari luar, pemuda tersebut terlihat tekun membaca buku paket Matematika, tetapi realitanya tidak.

"Apa yang kamu pikirkan ketika membaca piramida kebahagiaan manusia menurut Abraham Maslow?" tanya Gistav---teman sebangku Raldi---lirih.

"Nggak tau kenapa, Gis, baca buku ini aku jadi teringat penduduk di Indonesia dari segi aktualisasi," bisik Raldi tanpa melepaskan tatapan matanya pada buku tersebut.

"Kenapa? Kamu tertarik?"

"Yep. Aku selalu tertarik dengan gagasan dan teori para ahli. Termasuk piramida kebahagiaan manusia oleh Abraham Maslow. Menurutku, potensi mengaktualisasikan diri belum teroptimalkan di sini," jeda sejenak, cowok itu melirik Pak Idham yang masih sibuk menjelaskan fungsi kuadrat, "Akhirnya, SDM-nya kurang mampu memotivasi dan metamovasi diri untuk memajukan masyarakat. Hal itu bisa kamu temui di PEMILU. Liat aja tinggi banget angka GOLPUT."

Gistav menyengir. "Skeptisme, haha."

Raldi mengangguk singkat. Lalu, mendekatkan buku tersebut ke meja Gistav. Seakan mengajaknya untuk berdiskusi.

Gistav tersenyum. Kemudian, gadis berparas memikat itu berbisik pada Raldi. "Kamu harus baca gagasan kebahagiaan dari sudut pandang lain. Maramis, semisal."

Raldi mengangguk spontan. Ide cemerlang. "Tentu," sahutnya seraya mengulum senyum tipis.

Sementara itu, diam-diam, tanpa kedua insan tersebut sadari, seorang gadis berambut sebahu tengah berdiri pias di dekat jendela kelas XII IPS 1.

Sorot mata gadis tersebut menangkap jelas keakraban gebetannya dengan gadis cantik yang ia ketahui usut punya usut bernama Gistavia sebagai anak baru di SMA Dharma Bhakti beberapa minggu yang lalu.

Tiba-tiba, hatinya berdesir. Nyeri.

Ini bukan kali pertama. Dia sudah terbiasa dengan torehan luka. Bahkan, bersahabat dengan luka.

Lihat selengkapnya