Panduan Mendekati Gebetan

diffean k.a
Chapter #8

Tips 4: Dekati Dia di Real Life Bagian 2

Terhitung satu minggu, hubungan Shafiya dengan Laras tidak kunjung membaik. Alih-alih memaafkan, justru semakin memburuk karena insiden di kamar perempuan dua hari yang lalu. Perang dingin dan saling lempar tatapan sinis cenderung dilancarkan oleh kedua belah pihak. Bahkan, mereka seperti dua orang yang tidak saling mengenal.

Berada di antara perseturuan Shafiya dan Laras, membuat posisi Retta terdesak. Gadis itu lebih baik tidak berpihak kepada siapa pun. Dia tidak mendukung baik Laras ataupun Shafiya. Meski ketika jam istirahat tiba gadis berkacamata tersebur tampak menghabiskan waktu bersama Shafiya di kantin---tak mengubah hubungan baiknya dengan Laras.

Namun, terdapat pengecualian untuk hari ini. Jika Retta perhatikan, terhitung lebih dari sepuluh kali Shafiya melirik arlojinya menantikan bel istirahat pertama.

Tepat setelah bel 'penyelamat' itu bergema di saentro sekolah, Shafiya segera beranjak dari kelas. Gadis itu mengabaikan tatapan satiris Laras serta tanda tanya besar di kepala Retta. Langkahnya terayun riang ketika melewati koridor kelas XII menuju perpustakaan. Sesampainya di lokasi tujuan, ia mendorong pintu kaca perpustakaan hati-hati, semerbak aroma buku-buku lawas berpadu pendingin ruangan menyergap indra penciumannya.

"Shaf," sapa Raldi lirih seraya melambaikan sebuah buku tebal tatkaala sorot matanya bersirobok dengan seorang gadis berambut sebahu.

"Hai, Kak Raldi," tegur Shafiya malu-malu, salah tingkah. Hari ini, ia bertekad menjalankan tips keempat di buku Panduan Mendekati Gebetan---Dekati Dia Juga di Real Life.

"Topik tentang apa?" Raldi bertanya to the point, enggan membuang waktu lebih lama lagi bersama Shafiya.

Menggeleng lirih, Shafiya merutuk pada dirinya sendiri.

Ah, bego. Kenapa gue juga nggak nyiapin topik, ya?

"Umm, aku boleh tanya nggak, Kak?" Tatapannya kini beralih kepada Raldi---pemuda yang ramah kepada orang lain, tetapi terdapat pengecualian kepada gadis tersebut.

"Iya?" jawab Raldi, singkat. Dia berencana tidak akan berbasa-basi. Fokus pada tujuan utamanya, yakni mengajak Shafiya berdiskusi. Bukan modal dusta, atau menjalankan aksi PDKT.

"Masalah bio Instagram Kak Raldi." Gadis berambut sebahu itu mengeluarkan ponsel dari saku kemeja. Jemarinya menari lincah di atas papan pengetik menuliskan salah satu username pengguna Instagaram, lalu mengarahkannya kepada Raldi. "Kenapa tulisannya 'Pendukung Budaya Berpikir Ilmiah'? Emang penting, ya? Bukankah banyak hal di dunia ini yang ... menurutku tidak bisa dijelaskan secara ilmiah."

Dalam hati, Shafiya melengos lega. Akhirnya, dia menemukan topik diskusi yang tepat meskipun spontanitas.

Sebelum menjawab, Raldi mengulum senyum. Tampak tertarik. Itu artinya, umpan pertama Shafiya berhasil. Dalam hati, gadis berambut sebahu itu melengos lega.

"Shaf, kamu tau, nggak, tiga tingkat pemikiran manusia menurut Auguste Comte?" Alih-alih menjawab, Raldi justru balik menyoal.

Sunyi menguasai keadaan. Kening Shafiya berkerut dalam---tanda jika gadis itu sedang berpikir keras.

Setahu Shafiya, Auguste Comte merupakan Bapak Sosiologi. Pencetus ilmu pengetahuan Sosiologi setelah terjadinya revolusi industri dan revolusi prancis di benua Eropa pada akhir abad ke 18. Hanya itu saja yang ia ketahui. Sebagai anak IPS, kemampuan Sosiologi Shafiya bisa dibilang lemah---bahkan, dia saja lupa semua teori milik Auguste Comte serta teori sosial lainnya.

Lihat selengkapnya