"Lo udah minta maaf sama Shafiya?"
Baru saja Raldi mendaratkan tubuhnya di kursi sebelah Gistav, Marsha tiba-tiba menghadang langkah pemuda tersebut. Gadis berjilbab itu menopang wajah dengan pandangan menatap iris hitam Raldi.
"Belum," respon Raldi, singkat.
Marsha berdecak, "Kenapa?"
"Kenapa aku harus minta maaf?'
Terkadang, ia tidak habis pikir dengan sikap Marsha yang terlalu perasa. Tanpa diminta, dia sering ikut campur ke dalam masalahnya dengan Shafiya.
"Lo nggak merasa bersalah sama dia?"
"Dikit. Tapi, 'kan bukan salahku. Harusnya, dia paham, dong, kalo aku nggak mau diganggu. Kenapa dideketin mulu?"
"Raldi, open your mind. Meskipun lo nggak suka Shafiya, hargai perasaannya. Apa susahnya menghargai?"
Mencibir pelan, Raldi melayangkan tatapan yang tak mampu didefiniskan kepada lawan bicaranya. "Oke, fine, aku hargai perasaan Shafiya. Puas?"
Gistav ingin menyela, tetapi saat terdengar langkah tegap guru Sejarah mereka sudah berada di ambang pintu, ia mengurungkan niat. Kalimatnya kembali terlelan.
"Kita bahas lagi sejarah Turki Ismani, ya."
***
Di mata Shafiya---Ekonomi adalah mata pelajaran paling membosankan setelah Sejarah dan Matematika. Hal tersebut dapat dibuktikan dari seberapa sering gadis itu menguap di tengah materi Pendapatan Nasional. Akan tetapi, kantuknya mendadak kandas ketika pengumuman panggilan seseorang melalui interkom sekolah.
"Assalamualaikum, panggilan untuk Raldito Wiratama kelas XII IPS 1 harap segera ke ruang rapat FKS sekarang juga."
Shafiya sontak menegakkan tubuh.
Seharusnya, ia paling senang 'kan ketika mendengar pengumuman seperti ini?
Namun, kenapa sekarang jadi campur aduk? Perutnya terasa melilit.
"Kenapa?" bisik Shafiya kepada Retta.
Sebagai pengejar Sekolah Tinggi Akuntansi Negara---Retta yang sangat mecintai mata pelajaran Ekonomi hanya menanggapi dengan alis terangkat sebelah.
"Kak Raldi kenapa dipanggil, Ret?"
"Kepo banget sih," celetuk Laras dari meja belakang.
Shafiya mencemooh. Kemudian, gadis berambut sebahu itu bangkit, berjalan ke meja Bu Hesty yang sibuk menjelaskan berbagai teori ekonomi sesaat sebelum meminta izin ke kamar mandi sebentar.
Bu Hesty mengangguk, merasa keberatan, tetapi mengizinkan. "Jangan lama-lama, ya."