Panduan Mendekati Gebetan

diffean k.a
Chapter #17

Tips 7: Tampil Mencolok Depan Gebetan

H-2 jalan bareng bersama Raldi akan terealisasikan!

Maka dari itu, gadis berambut sebahu tersebut tak absen mengoceh tentang apa saja yang harus dia persiapkan ketika berhadapan dengan Raldi. Mengingat selama ini literaturnya tak jauh-jauh dari novel roman picisan dan cenderung tidak menyukai buku-buku berat, berkonsultasi dengan Retta adalah solusi terbaik untuk hal ini.

"Buku apa ya enaknya?" tanya Shafiya sembari meneguk es teh manisnya hingga tandas. "Lo ada saran?"

Retta---yang tak pernah lepas dengan modul PKN STAN meski jam istirahat---memutar bola mata tanda ia sedang mengingat sesuatu.

"Ah! Gue ada ide. Bukunya Tan Malaka, aja. Keren-keren tau meskipun dicap buku 'kiri'," usulnya seraya menjetikkan jemari. Kemudian, gadis berkacamata minus itu mengedarkan pandangan ke sepenjuru kantin. Setelah dirasa aman, barulah ia mendekat ke arah Shafiya. "Gue yakin seratus persen Kak Raldi bakalan tau. Mungkin juga, dia akan kagum sama lo karena nggak semua anak zaman sekarang---mau baca buku berbau politik, dialektika, ekonomi, matrealisme punya Tan Malaka."

Mencebikkan bibir sebal, Shafiya menggeleng. "Ih, gue aja nggak tau siapa Tan Malaka. Gue tahunya, mah, novelis-novelis roman kayak Erisca Febriani, Wulanfadi, Bayu Permana---"

"Shut up, Shaf. Ada Kak Raldi." Retta buru-buru mendekatkan jari telunjuknya ke bibir Shafiya. Gadis tersebut mengedipkan sebelah mata berkali-kali ke arah jam dua belas.

Shafiya yang peka terhadap 'kode' pemberian Retta, lekas melayangkan tatapan ke objek yang ditunjuk.

Benar saja, segerombolan anggota formatur OSIS tengah berjalan memasuki kantin dengan langkah penuh wibawa.

Ditto---sebagai ketua OSIS yang sebentar lagi lengser jabatan---berada di barisan terdepan mengomandoi teman-temannya menuju salah bangku kantin yang tampak lenggang.

Tak terkecuali, Raldi yang menjabat sebagai sekretaris dua OSIS, melangkah beriringan di sisi gadis berjilbab yang diketahui Shafiya sebagai Marsha.

"Gila, Kak, Raldi berwibawa banget." Tiba-tiba, pasokan oksigen di sekitarnya terasa menipis ketika berdekatan dengan Raldi, lututnya mendadak lemas seperti jeli. Ditambah debaran jantungnya yang berpacu di luar batas normal, membuat Shafiya komat-kamit merapal doa agar dirinya tidak salah tingkah.

"Shaf, makin deket ke meja kitaaa." Retta menguncang bahu Shafiya, panik. "Calm down, jangan salting, oke? Kayaknya mereka mau duduk di meja itu, deh," komentar gadis itu seraya mengerlingĀ ke meja di samping mereka yang kosong melompong.

"Tuh, kan. Lo bener, Ret." Shafiya menyikut lengan sahabatnya lirih.

Gadis berambut sebahu tersebut menahan napas saat dilihatnya Raldi---dengan dokumen-dokemen OSIS yang entah apa---duduk di meja sebelah gadis tersebut sembari melontarkan seulas senyum manis yang ditujukan kepada Ditto. Bukan dirinya, tentu saja. Memang, siapa Shafiya?

Namun, Shafiya salah kaprah. Dia justru beranggapan senyum Raldi itu diutarakan kepadanya. Maka, dengan penuh kepercayaan diri, ia menyapa, "Hai juga, Kak Raldi."

Menoleh singkat, Raldi membalas satu kali anggukan kecil. Lalu, memusatkan fokus kepada ketua OSIS yang akan memimpin jalannya diskusi.

Marsha yang mengamati gerak-gerik Raldi terhadap Shafiya, refleks menyikut perut sekretaris OSIS dua itu sebal. "Heh, kok gitu doang!?" bisiknya, sinis.

Lihat selengkapnya