Panduan Mendekati Gebetan

diffean k.a
Chapter #22

(Non Tips) Maaf, Shafiya

Dengan tas ransel yang disampirkan sembarang, Raldi berjalan lesu di sepanjang koridor kelas XII IPS. Wajahnya terlihat kusut, kantung hitam di bawah kelopak matanya kian kentara, rambutnya acak-acakan.

Tidak seperti biasanya. Ketika memasuki kelas pun raut wajahnya setia tertekuk. Tanpa berbasa-basi atau sekadar menyapa Alex, Dito dan Marsha, Raldi segera bersandar pada punggung kursi.

"Tumben, pagi-pagi udah lesu," komentar Dito seraya membalikan tubuh agar menghadap Raldi.

Raldi berdecak. "Aku bikin Shafiya nangis lagi."

"Lo apain lagi, tuh, anak?" tanya Alex tanpa melepaskan tatapan matanya yang sedang sibuk menyalin PR Sejarah peminatan Marsha.

"LO BIKIN SHAFIYA NANGISSS!?" pekik Marsha seketika, gadis manis berjilbab putih itu segera berlari ke arah Raldi, duduk di samping kursinya lalu menopang dagu. "Jelasin ke gue sekarang, Ral," desisnya, tajam.

Menghembuskan napas gerah, Raldi mengacak rambutnya frustrasi. "Aku lupa kalo ada janji sama dia, kemarin jagain Gistav. Maag kronisnya kambuh."

Spontan, Marsha, Dito dan Alex membelalak lebar. Dahi mereka menyernyit, heran. Meminta penjelasaan.

"Hah? Serius? Kok lo nggak bilang sama kita-kita, sih? Gistav punya maag kronis?" Marsha menggit bibirnya, khawatir. "Terus, sekarang gimana keadaannya?" tanya gadis itu melupakan masalah Shafiya.

"Itu rahasia kecil Gistav. Maaf, aku nggak beri tahu kalian dulu."

Alex mengangguk, tampak mengerti. Dito menghentikan aktivitas mencatatnya, lalu memandang bangku Gistav yang hari ini tidak masuk sekolah prihatin.

"Aku ngerasa bersalah banget sama Shafiya. Dia udah nungguin aku sampe lima jam lamanya, eh ternyata---aku yang dengan nggak tahu dirinya ini---malah ingkar janji. Ngebuat dia nunggu tanpa kepastian, karena 80 pesan dari Shafiya nggak kubalas dan lebih dari 10 panggilannya nggak kuangkat," ungkap Raldi seraya menunduk penuh penyesalan.

"Terus?"

"Aku baru inget kalo ada janji sama Shafiya di jam delapan malem. Padahal, janjiannya pagi.", Merasa bersalah sekaligus menyesal, Raldi menghembuskan napas panjang. "Saat itu, yang ada di pikiranku refleks 'minta maaf sekarang juga'. Pas aku pergi ke rumah Shafiya buat minta maaf, dia malah pergi gitu aja."

"Kok, gue kesel ya dengernya," komentar gadis berjilbab putih itu tatkala Raldi menyelesaikan ceritanya. "Jelaslah Shafiya marah, dia nunggu selama itu."

Lihat selengkapnya