"Thalia seriusan nggak masuk!?"
Seisi kelas XI IPS 1 sontak terperanjat. Info dari wali kelas yang mengatakan Thalia Areta berhalangan hadir hari ini membuat semuanya kompak diderap kekecewaan. Ketua kelas mereka---Nandan---yang dikenal kalem---tiba-tiba mengerang berat.
"Kenapa mendadak nggak masuk?" tanyanya cemas sambil mondar-mondar memikirkan solusi terbaik.
Tidak heran jika mereka dirundung kekecewaan, sekarang, seluruh murid XI IPS 1---dan juga keluarga besar SMA Dharma Bakti---tengah disibukan dengan Festival Kesenian Siswa. Setiap kelas berbondong-bondong menyiapkan penampilan terbaik mereka. Ada yang akan unjuk diri dengan tari kreasi Yapong dari DKI Jakarta, ada pula yang menyajikan pertunjukan musik dan lain sebagainya.
Tak terkecuali kelas Shafiya, yang dalam satu jam ke depan, akan membawakan drama musikal parodi The Greatesh Showman. Beberapa siswa yang ditunjuk dalam pementasan ini mulai bersiap-siap memakai segala atribut yang bercorak film tersebut. Tim paduan suara yang berlatih menyanyikan lagu This Is Me sontak terhenti saat mendengar kabar Thalia berhalangan hadir.
Pasalnya, posisi Thalia di pentas seni kali ini cukup berarti. Gadis itu yang akan membacakan puisi di tengah-tengah lagu A Million Dreams digemakan oleh Tim Paduan Suara buatan XI IPS 1.
Di saat anak XI IPS 1 sibuk memikirkan jalan keluar, Shafiya---salah satu murid yang tidak ikut andil dalam kegiatan FKS---memilih mesam-mesem mengingat insiden manis kemarin bersama Raldi. Gadis berambut sebahu itu memang selalu malas jika harus bergabung berkaitan dengan kegiatan seperti ini. Ia pun memilih pasif dengan berada di pojok kelas.
"Gimana kalo posisi Thalia diganti? Pembacaan puisi tetep ada tapi bukan Thalia?" saran Aubrey, yang diamini oleh beberapa siswa.
"Tapi, apa nggak mepet, Brey? Nandan melirik arlojinya. "Setengah jam lagi kita harus di backstage. Lagian, siapa yang mau bacain puisi di jam mepet kayak gini?"
Hening. Semua orang larut dalam pikirannya masing-masing. Hingga celetukan Laras mencairkan keadaan.
"Gimana kalo penggantinya Shafiya?" usul gadis berpita oranye itu seraya mengerling ke Shafiya yang tidak menyadari namanya disebut-sebut.
"Shafiya anaknya suka baca dan nulis puisi kalo lagi sendirian di rumah. Gue yakin, dia pasti bisa bikin puisi baru tentang Million Dreams dan tampil di panggung nanti," tambah Retta mendukung opini Laras.
Sontak, semua mata terarah pada Shafiya dengan binar penuh harap. Seluruh atensi tertumbuk pada gadis berambut sebahu tersebut yang justru menatapnya dengan alis terangkat sebelah.
"Apa?" tanyanya linglung karena baru menyadari hal ganjil.
Laras menyeringai. Lalu, mendekat ke arah sahabatnya diikuti Retta yang tersenyum penuh arti.
"Lo jadi pengganti Thalia bacain puisi, ya."
Kedua bola mata Shafiya kontan terbeliak. Alisnya terangkat sebelah memandangi Laras dan Retta bergantian. "Loh? Kenapa harus gue? Yang lain kan bisa?"
Nandan tiba-tiba menyela pembicaraan. "Siapa? Di kelas ini yang nggak ikut andil kan cuma lo sama si Galang. Galangnya bolos lagi, tuh. Tinggal lo satu-satunya harapan kami, Shaf."
Shafiya sendiri tidak mempercayai pendengarannya. Ia ditunjuk pembacaan puisi? Yang benar saja!
Menghela napas panjang, Retta merangsek ke arah sahabatnya. "Sini, gue bisikin sesuatu."
"Shaf, tips ke 8 Panduan Mendekati Gebetan apa?"
Gadis itu diam sejenak. Lalu, balas menyuarakan sesuatu yang amat pelan persis di telinga Retta. "Perlihatkan sisi kehebatanmu."
"Lo nggak mau merealisasikan tips nomer delapan?"
Nandan dan Laras yang menyaksikan Retta dan Shafiya saling berbisik mendengus keras. Gadis itu akhirnya memelesat pergi disusul Nandan yang tak diacuhkan. Biarkan Retta membujuk Shafiya dengan caranya sendiri.
"Maulah, Ret."
"Nah, kalo mau, lo ikut acara ini, ya. Gantiin Thalia yang nggak masuk."