Hari-hari tanpa aksi modus dengan Raldi terasa sangat menyebalkan bagi Shafiya. Pada dasarnya, ia tak memerlukan seabrek tips move on jika dirinya saja belum ikhlas.
Benar kata orang, move on itu pilihan. Gagal move on itu cobaan. Pura-pura move on itu pencitraan. Berselang satu minggu setelah kejutan di rumah Gistav, ia berusaha mengikhlaskan Raldi. Raldi temannya. Dan, akan tetap seperti itu. Keidealismean Raldito Wiratama membuat usahanya sia-sia belaka. Lagi pula, pemuda tersebut sudah kelas 12, memasuki semester dua pula, pasti tidak ada lagi waktu untuknya selain mempersiapkan ujian nasional serta seleksi masuk perguruan tinggi negeri.
Shafiya juga perlu belajar menjelang Ujian Akhir Semester. Lupakan masalah Raldi, dan kembali fokus pada penjelasaan Fungsi Limit.
"Retta." Gadis itu meracau dengan pandangan yang menatap rumus di papan tulis.
Layaknya orang normal lain ketika dipanggil, Reta menyahut, "Ada apa?"
"Cinta gue ke Kak Raldi itu udah kayak limit X yang mendekati 0 + dari 1/X = tak terhingga."
"Apaan, dah, Shaf. Move on, dong! Udah dibuat mewek juga." Lagi, Laras menanggapi dengan komentar sarkatik.
Namun kali ini, Shafiya tak membantah. Laras ada benarnya.
Retta menepuk bahu Shafiya singkat. "Selesein apa yang perlu diselesein, deh."
"Maksudnya?" Gadis itu sontak mengentikan aktivitasnya mencatat rumus fungsi limit di buku tulis.
"Lo sama Kak Raldi."
"Kita udah selesei, Ret."
Dari meja belakang, Laras tahu-tahu mendengus. "Kita? Nggak ada kata K.I.T.A di antara lo sama Kak Raldi, Shaf. Kata 'kita' terlalu fana untuk diutarakan."
Retta tertawa kecil. Begitulah nasibnya. Selalu menjadi penengah di antara Shafiya dan Laras si Mulut Blak-Blakan.
"Masa, sih, udah selesei? Gue enggak melihat itu, deh. Lo sadar nggak, Shaf, kalo akhir-akhir ini jarang ngeliat Kak Raldi?"
Ucapan Retta membuat tubuh Shafiya seketika menegang. Benar juga, setelah insiden kejutan ia sangat jarang melihat Raldi.
Apa Raldi tidak masuk sekolah?
"Tapi gue rasa ... kita udah berakhir, Ret. Gue sama Kak Raldi temenan." Ada kata sendu kala Shafiya mengucap kata 'teman'.
"Nah! Itu permasalahannya. Lo harus segera menyeleseikan, Shaf. Kata teman yang diucapkan Kak Raldi terlalu ambigu."
Shafiya mengerucutkan bibir sebelum mendesis, "Jadi, gue harus gimana?"
"Tanya sama diri lo sendiri."