"Ungkapkan, Shaf. Sekarang, atau enggak selamanya."
Shafiya menggeleng. Belum saatnya. Ia akan membiarkan Raldi dan Gistav berdua di sana. Saling berangkulan, saling bersandar membagi luka, tanpa sadar jika ada yang lebih terluka.
Nanti, ia akan menyelesaikan semuanya, tapi tidak sekarang. Menunggu waktu yang tepat.
Memangnya, dia siapa harus menghancurkan momen romantis mereka berdua?
"Terima kasih Kak Raldi sudah hadir. Meski sekarang pergi terbawa takdir."
***
Bandara Soekarno Hatta pagi ini beroperasi seperti biasa. Keramaian menyeruak membuat gadis bermata hazel tersebut memilin tas ranselnya kuat-kuat. Kehadiran beberapa penumpang manca negara membuat degup jantungnya berdebar puluhan kali lebih cepat.
Sesaat setelah pulang sekolah, ia menyuruh Raldi untuk mengantarnya ke sini. Ada sesuatu yang harus diurus. Ada kabar besar yang menunggu waktu diungkapkan.
Ketika indra pendengarannya menangkap derap langkah high heels yang kian mendekat, Gistav menengadah. Kristal bening menggantung di kelopak matanya, surat-surat rumah sakit dari saudara kembarnya ia genggam di balik punggung.
"Gistav? Apa kabar?" Perempuan yang mengenakan high heels berbalut blazer hitam itu refleks membawa Gistav dalam dekapannya sesaat setelah menemukan sosok putri bungsunya di antara lalu lalang penumpang bandara Soekarno-Hatta.
Gistav masih membeku. Tubuhnya terlalu kaku untuk balas memeluk. Lidahnya terlampau kelu untuk menyampaikan informasi yang ia ketahui. Surat rumah sakit itu setia digenggamnya kuat-kuat.
"Mama." Di tengah suasana yang mengharu-biru, ia mencoba bersuara.
Pikirannya digelayuti surat terakhir Ristav. Katakan sekarang, atau alasan kematian Ristav tidak akan ada yang mengetahui selamanya.
"Gistav menemukan ini di bawah lemari pakaian bekas Ristav rumah lama." Sambil sebisa mungkin menahan isak, Gistav menyerahkan hati-hati.
Alis perempuan karir itu terangkat. "Apa ini?"
"Baca aja, Ma."
Menuruti Gistav, perempuan itu melonggarkan pelukannya. Diamatinya surat tersebut lamat-lamat sebelum memabaca paragraf demi paragraf yang mulai mengabur.
Ekspresinya berubah dratis ketika selesai membaca. Antara raut keterkejutan, kesedihan yang mendalam, luka yang kembali menguak, dan pil pahit masa lalu yang harus ditelan kembali.