Pangeran Assits

Ajensha
Chapter #3

"2"

Arsella berjalan dengan langkah dan gerakannya yang gesit menerobos dari semua siswa yang berjalan masuk menuju gerbang sekolah.

Ia mulai bernapas lega. Ketika kelasnya masih disesaki semua teman-temannya. Tas berwarna biru langit itu diletakannya disembarang kursi. Dimana setiap harinya ia bebas memilih untuk duduk dimana dan duduk dengan siapa.

"Eh-eh, apa sih?" Arsella berseru namun enggan melanjutkan kalimatnya. Ia segera menerima sapu ijuk dari seseorang yang kini berada tepat di depannya. Arsella segera menyapu lantai koridor kelasnya, dengan enggan menggubris seseorang di hadapannya. "Males amat. Lagian aku juga tau kali, ya kali gak piket. Tapi bisa-bisa budek nih telinga, kalau dengerin dia nyerocos yang berisiknya lebih kenceng dari toa mesjid. " Gumamnya pelan.

"Arshaa.., bersihin sampah!" teriak Handaya saat melihat Arsha yang baru saja datang dengan langkah santainya. Ala keong berlari.

"Lelet banget sih. Terlalu santuy. Cowok tapi kaya keong. Buruan piket." Handaya mulai mengeluarkan jurus petasannya.

"Apa sih. Sabar ke. Dasar mak lampir ya." Umpat Arsha, sementara Arsella diam-diam tertawa geli melihat tingkah keduanya. Ia berjalan masuk ke kelas, tapi suara melengking milik Handaya itu kembali membuat telinganya menjerit hanya dengan satu hentakan. Arsella segera keluar dari kelas dengan langkah gusar dan malas.

"Arsella.." Teriak Handaya. Arsella menatapnya malas.

"Belum selesai juga." Sambung Handaya membuat Arsella risih mendengar ocehannya. Sementara itu, Arsha berjalan ke arahnya, setelah selesai mencuci tangannya.

"Udah Sell, ke dalem aja yuk. Udah ini piketnya." Ajak Arsha dengan senyuman manis diwajahnya. Entah hal apa yang membuat kedua sudut bibirnya terangkat ke atas. Membentuk garis lengkung sempurna.

Namun Arsella menautkan kedua alisnya. Menatap dengan intens ke arah Arsha. Walau begitu, ia selalu berusaha menghindari kontak mata dengan Arsha.

"Tuh anak, kesurupan mbak putih kali ya. Sampe nyengir kuda gitu." Arsella bergidik ngeri.

"Woi, ko malah bengong." Arsha mengibas-ibaskan tangannya di depan wajah Arsella. Membuatnya tersadar.

Arsella tersentak kaget dibuatnya.

"Biasa aja kali." Arsella melewati Arsha begitu saja, tanpa mendengarkan kata balasan dari Arsha.

"Maaf." Arsha membalikan tubuhnya ke arah dimana Arsella berjalan. Menunjukan kedua jarinya membentuk huruf v. Sementara Arsella tidak meliriknya sama sekali.

"Tuh anak tengilnya kebangetan. Eh juteknya gak pake perkiraan." Gumam Arsella. Namun kini fokusnya beralih ke arah Ray dan Tea yang sedang mengongbrol.

"Apa setiap aku jatuh cinta bakal bertepuk sebelah tangan ya." Gumam Arsella kelu. Kini dadanya kembali terasa nyeri dan sesak.

"Kamu harus lupain soal cinta. Lagian tugas kamu hidup ini juga cuma buat wujudin cita-cita kamu dan bahagiain orang tua." Ucapnya dengan suara berat. "Lagian cinta itu cuma bikin patah hati. Pokonya aku gak mau jatuh cinta lagi." Sambungnya.

"Orang tua aku sendiri juga bisa menderita hanya gara-gara cinta. Itu udah terbukti. Kalau cinta itu cuma luka yang tertunda." Arsella menghembuskan napasnya kasar dan meredam rasa nyeri yang selalu muncul saat ia berada dalam penekanan.

Arsella meringis kesakitan. Nyeri itu masih menjalar di ulu hatinya. Ia berjalan lemas menuju kursinya dengan terus meremas dadanya. Setidaknya, untuk menahan rasa nyeri itu, walau tidak berangsur membaik.

"Arsella, kenapa? Sakit." Seru Egith cemas, melihat Arsella yang berjalan lemas ke arahnya sambil terus menempelkan tangannya tepat di depan dada.

"Enggak ko. Enggak kenapa-napa." Balas Arsella dusta.

Lihat selengkapnya