Kini aku pun kembali ke kota asalku, dan ternyata aku tidak diterima kerja di tempat yang aku tuju, akhirnya aku mencoba melamar bekerja di salah satu pabrik rambut palsu di kota ku, dan posisinya hanya berjarak beberapa meter dari rumah Davin, aku masih berharap bisa ada kesempatan melihatnya lagi, dan ternyata aku benar-benar diterima di tempat kerja itu. Setiap berangkat dan pulang kerja aku melalui rumah Davin, aku selalu melirik kearah sana dengan mata berkaca kaca. Tuhan, kenapa engkau hadirkan rasa ini padaku? Kalau nyatanya dia bukan untukku? Sungguh sakit hatiku, aku tahu aku yang melewatkan kesempatan darinya waktu itu, tapi kenapa sudah bertahun lamanya dia masih satu-satunya dalam hati ini? Tak ada seorangpun yang tahu bahwa aku masih mencintainya semenjak SD dulu hingga kini, dan yang pasti aku tak pernah bisa berhenti untuk mencari keberadaannya hanya untuk memastikan dia baik-baik saja.
2 tahun berjalan, aku menjalani hari-hari dengan kak Ali, berbeda dengan dulu, kali ini tak ada ungkapan cinta, berjalan begitu saja tapi se dekat seperti sepasang kekasih, tapi kami lebih banyak bersenda gurau layaknya sahabat. Hampir setiap hari dia selalu menjemputku saat pulang kerja.
"Ka, aku gemes dari dulu pengen bilang ini." Ucapku dari belakang kak Ali yang sedang mengendarai motor.
"Apa?" Kak Ali melirik sebentar ke spion.
"Dulu tuh yang nembak kaka tuh si Marsia bukan aku, geli banget tau kalo inget, kebayang gede kepala nih orang berasa dikejar, dan yang mutusin si Sheina, gak tau deh hp ku sering dipegang temen." Aku menyandarkan dagu di bahunya.
"Enggak, aku gak mau percaya, udah pokoknya itu kamu yang emang cinta mati sama aku, sekarang buktinya kamu balik lagi kan?" Dia tersenyum dengan ekspresi tengilnya.
"Heh, enggak ya! Ogah amat dianggap nembak duluan, harga diri cuy, aku kembali ya pengen ngejelasin ini juga. Lagian kata Sheina kamu punya pacar baru lebih cantik suka curhat ke Sheina katanya." Aku memasang ekspresi kesal.
"Hah? suka curhat? apaan sih chatingan aja gak pernah, nih cek sendiri fb aku kalo mau aku kasih passwordnya ya." Dia benar-benar memberiku akun nya, dan memang tak ada percakapan yang dikatakan Sheina, dan malah disini Sheina yang lebih banyak memulai komunikasi terlebih dahulu pada kak Ali dengan mengajak bercanda. Sepertinya dia memang hanya ingin merebut kak Ali, tapi tak direspon sesuai harapannya, dia seperti selalu menginginkan apa yang menjadi milikku, entah itu teman atau pacar, semua dia rusak.
Aku : "Kak, setahuku kan kamu gak pernah pacaran juga kaya aku, tapi kaka pernah jatuh cinta gak sih? siapa cinta pertama kamu?"
Kak Ali : "Ah nanti kamu ngomel lagi"
Aku : "Yaudah, mau aku duluan gak yang cerita?"
Kak Ali : "Siapa emangnya? aku fikir aku cinta pertama kamu, bukan ya?"
Aku : "Jujur, ada temen SD ku, dulu dia murid baru, dia pernah juga ngajak janjian sama aku di suatu tempat. Tapi Rani juga suka sama dia, aku gak mau nyakitin Rani, jadi aku gak pergi nemuin dia."
Kak Ali : "Kalo aku Maulida temen sekolah kita, sebenernya tipe ku bad girl bukan cewe baik-baik yang hoby nya baca buku kaya kamu, haha."
Aku : "Dih, jadi aku cuma jadi pelarian nih dulu?" Aku memukul pelan bahunya.
Kak Ali : "Apa bedanya sama kamu? Dulu dia juga pernah nembak aku, cuma kan posisinya dia udah punya pacar tuh, kamu tahu kan? Jadi ya aku mundur, aku bilang aja aku gak ada perasaan sama dia padahal mah ada. Eh gak lama ternyata dia jadian sama temenku Iskandar yang tempramental, aku liat dia sering dipukulin ikut sakit hati sih rasanya."
Aku : "Pantesan gampang banget kamu ngelepas aku dulu pas Sheina chat minta putus, gak ada perjuangan pertahanin sama sekali."
Kak Ali : "Ya aku mikirlah, ngapain maksa yang udah gak mau sama aku, toh aku juga memang bukan orang punya, fikirku dulu aku mau fokus dulu cari uang, udah banyak uang mah cewek gimanapun juga pasti nempel. Tapi pas liat kamu sama Rizky jujur sakit hati juga sih, lagian kamu gampang banget sih nerima cinta orang."
Aku : "Ya aku mau manasin kamu lah biar keliatan kalo aku udah bisa punya pengganti, lagian sama kamu gak diperjuangin kaya gak berharga banget."
Kak Ali : "Mulai sekarang aku janji bakal terus jagain kamu, aku gak bakalan lepas kamu sampai kapanpun, aku gak bakal bikin kamu diambil oranglain lagi. Aku sadar kalau emang kamu yang terbaik, dan aku gak akan bisa semudah itu nemuin lagi yang setulus kamu nerima aku dari nol."
Aku : "Ada beberapa hal yang aku benci. Pembohong, tukang selingkuh, ringan tangan, dan gak punya rasa tanggung jawab. Aku gak akan pernah pergi ninggalin selagi kekuranganmu bukan diantara itu."
Kak Ali : "Aku janji gak ngelakuin itu."
Kami hanyalah dua orang yang patah hati oleh cinta pertama, dan saling bertemu berharap bisa saling mengobati luka. Kini sering kemana-mana berdua, jalan-jalan, bercanda tawa, layaknya sahabat yang sudah sangat dekat dan tidak ada menjaga image, kami tampil apa adanya, dan aku selalu menemaninya mencari kerja karena pada saat itu dia masih bekerja sebagai sales kredit barang yang hanya diberi komisi bila ada yang mau kredit barang.
Herannya debaran jantung aneh itu masih belum ada juga. Tapi ku fikir dia cukup peduli padaku, menerima ku apa adanya dengan diriku yang tak berpura-pura, dan selalu mendengarkan setiap celoteh dan keluh kesahku entah itu tentang pekerjaan ataupun kejadian di keluargaku. Sesuatu yang bahkan tak pernah bisa aku lakukan dengan mama, karena mama tak pernah ada untukku. Jadi aku fikir tak ada salahnya aku bersamanya, karena Rani pun sudah sibuk dengan pekerjaannya, kini hanya kak Ali lah tempatku berbagi segala hal. Tapi aku juga masih tak bisa menahan diri untuk melihat Davin, yang kini memiliki kekasih yang sangat cantik dan dia seorang model, hatiku masih merasakan sakit itu. Aku membeli cincin dengan tempatnya sendirian ke toko emas karena sebentar lagi hari ulangtahunku, biasanya kak Ali membawakanku kue sebagai kejutan. Ternyata benar, tepat pada hari ulangtahun ku yang ke 20, saat pulang kerja dia menjemputku seperti biasa. Dan sesampainya di rumah, dia memberiku kue ulangtahun yang sedari tadi menggantung di motornya.
"Nih, pegangin!" Aku menyodorkan cincin yang sudah ku beli tempo hari.
"Apa nih? dulu nembak, sekarang ngelamar? haha cewe random." Dia tertawa mengejek.
"Pegangin foto, biar aku upload di sosmed biar keliatannya kita romantis gitu, nyebelin banget sih gak pernah ada inisiatifnya buat romantis." Aku menekuk wajahku.
"Iya iya, maaf ya sayang, kamu kan tau loh aku dari dulu gak pernah pacaran, aku mana ngerti harus perlakuin cewe kaya gimana."
Aku pun mengambil fotonya dengan memegang cincin dan kue sembari berlutut. Sungguh seniat itu, aku ingin menunjukkan pada orang-orang bahwa aku bahagia, tapi tak lama setelah itu, kak Ali benar-benar membelikanku sebuah cincin, walaupun caranya memberi sangat datar seperti memberi permen pada teman.
Seperti biasa, kak Ali menjemputku saat pulang kerja, namun kali ini kami duduk sebentar di mushola yang berada di sebrang pabrik tempatku bekerja. Aku meminjam hpnya untuk mencari beberapa foto yang akan aku kirim ke hpku, tapi tiba-tiba ada notifikasi wa dari seseorang.
"Ka, maaf neng baru aktif, mabar lagi nanti ya kalo udah pulang kerja." terlihat foto profil seorang perempuan disana, dengan nama kontak Neng Adel. Disana aku melihat chatingan mereka sangat akrab melebihi akrabnya denganku.
Aku : "Siapa Adel? Setauku temen kamu gak ada yang namanya Adel"
Kak Ali : "Kasir minimarket."
Aku : "Ngapain chatingan sama kasir minimarket? pake segala panggilan neng. Kamu aja manggil aku nama."
Kak Ali : "Itu aku suka tuker receh ke dia, kan ribet kalo ke bank setor uangnya receh, cuma mabar game doang kok."
Aku : "Dan manggil neng? ngapain juga nuker receh doang sampe tukeran nomer?lebih sweer ke dia ya daripada ke aku? inget kan aku bilang apa? aku benci sama tukang selingkuh."
Kak Ali : "Jangan berlebihan, lagian kamu juga gak bisa main game sih."
Aku : "Emang harus perempuan ya? Harus gitu manggil neng? Kamu tuh gak ngehargain aku ya." Aku berlalu pergi meninggalkannya, sungguh trauma dengan perselingkuhan, karena orangtua ku pun berpisah karena papa selingkuh.
Kak Ali : "Tunggu!" Kak Ali menahan tanganku.
Aku : "Kita putus! Aku gak bisa sama orang yang gak menghargai aku." Aku menamparnya dan melempar cincin yang dia beri padaku ke wajahnya. Aku berlari menjauh darinya, dan dia mengejarku dengan motor.
Kak Ali : "Jangan pernah tinggalin aku, aku janji gak ulangin lagi." Dia memelukku erat dan enggan melepasku.
Aku : "Aku gak mau, aku benci tukang selingkuh, kenapa kalian laki-laki gak menghargai perempuan?" Aku berteriak dengan air mata bercucuran di pipiku.