Pangeran Charming (Twinflame)

Princess Cindy
Chapter #7

#7 Keputusan terbesar yang aku sesali

Hari ini, Kak Ali kembali menjemputku dari tempat kerja seperti sedia kala.

"Kak, ka Ali sayang gak sih sama aku?" Aku menyandarkan dagu di bahu nya.

"Iya lah, kalo enggak ngapain aku masih bertahan perjuangin kamu? walaupun aku tau mama kamu gak setuju." Kak Ali menatap lurus ke jalan.

"Kapan kamu melamar aku? tolong bawa aku keluar dari kekacauan ini." Aku mulai berkaca-kaca.

"Kan kamu tahu kaka perempuan aku belum menikah." Kak Ali menghela nafas.

"Terus? mau sampai kapan kita terus nunggu dia? kita udah 3 tahun loh barengan, kalau kamu sayang aku, pokoknya bawa aku pergi, nikahin aku. Aku gak mau tahu pokoknya kamu harus bawa keluarga kamu ke rumahku" Aku menyondongkan badan ku ke belakang.

"Yaudah, aku nabung dulu, kan kita belum ada dana buat resepsinya." Kak Ali sedikit menoleh ke belakang.

"Yaudah siniin Atm kamu, gak akan aku pake kok, aku mau mastiin kalo kamu bener2 nabung, kalo butuh tinggal minta aja."

"Yaudah iya."

Semenjak saat itu, aku memegang kartu atm ka Ali sebagai jaminan, dan tak pernah aku gunakan sedikitpun, ku pun juga menabung karena kalau hanya dia yang menabung akan lama terkumpul, aku menemukan sebuah aplikasi untuk sampingan membuat video pendek dengan penghasilan lumayan, tapi hanya bertahan sebentar karena aplikasi nya tiba-tiba merubah caranya memberi upah jadi sangat sulit, tapi hasilnya lumayan dan ku simpan untuk membantu tabungan kak Ali. Sampai akhirnya tabungan kami hampir mencapai target, kak Ali akhirnya berhasil meyakinkan keluarga nya untuk melamarku dan menikah lebih dulu dari kaka perempuannya, sungguh diriku saat itu sangat amat egois, aku tak mau memikirkan perasaan siapapun.

Aku pergi ke rumah papa ditemani Fany dan Marsela temanku di tempat kerja, karena aku ingin memberitahu bahwa aku sudah dilamar dan akan menentukan tanggal pernikahan.

"Pa, aku mau minta restu, kak Ali sudah melamarku." Aku terduduk disamping papa ditemani Fany dan Marsela.

"Kamu bener-bener yakin? apa kamu bahagia? papa lihat badan kamu makin hari makin kurus, aura kamu juga bukan aura bahagia." Papa kembali meyakinkanku.

"Iya pa, tanggalnya juga sudah ditentukan kok!"

"Ini benar-benar bukan karena mama kamu kan? pernikahan itu hal sakral, jangan kamu jadikan itu alasan untuk pergi dari mama." Papa kembali menegaskan pertanyaannya.

"Iya ih Cindy, kamu kurus banget loh ini." Ucap Fany.

"Fikirin mateng mateng Cindy." Timpal Marsela.

Aku kembali tersentak dan termenung dengan pertanyaan itu, sebenarnya hati kecil ku mengiyakan perkataan papa, tapi ego ku begitu tinggi dan masih saja mengelak, lagipula tanggal sudah ditentukan, aku rasa aku akan bahagia.

November, 2018

Tibalah waktunya tanggal pernikahan ku, Ijab kabul dilaksanakan pada hari jumat di rumah papa, sedangkan Resepsi di rumah mama pada hari minggu, karena aku ingin menghargai keduanya. Hari ini hari ijab kabul, aku sudah berdandan cantik dengan gaun putihku dan menunggu kehadiran Kak Ali dengan keluarganya di rumah papa, penghulu pun sudah menunggu, tapi dia tak kunjung datang, aku sudah menangis sembari menelpon kak Ali.

"Kamu dimana sih? ini penghulu nunggu udah mau 2 jam." Aku menangis terisak.

"Sebentar lagi sampai, maaf ya tadi mas kawin nya ketinggalan di rumah, jadi aku pulang lagi." Kak Ali menanggapi dengan santai. Tuhan? kenapa sepertinya dia begitu meremehkan perasaanku? dengan santainya dia menjawab, padahal aku disini menangis terisak, papa mama sudah memberitahuku tapi aku tetap mempertahankan ego ku, jadi yang bisa ku lakukan kini hanya jalani saja.

"Maaf ya, aku janji nanti gak telat lagi, tadi bener-bener gak sengaja. Udah itu make up kamu luntur loh" Kak Ali mengelus rambutku, mencoba mencairkan suasana. Aku merapihkan kembali make up ku, dan semua berjalan lancar, kami kembali dulu ke rumah masing-masing sambil mempersiapkan untuk resepsi di hari minggu di rumah mamaku.

Di malam sebelum resepsi, aku melakukan lulur pengantin di rumah mama. Aku sangat khawatir besok Kak Ali dan keluarganya akan datang terlambat lagi.

"Bae, kamu nginep ajalah disini sama mama kamu, biar besok gak telat, kan ini juga make up udah di sediain disini." Ucap ku di telpon.

"Udah gak usah, janji kok gak akan telat lagi, mama ku gak mau disana katanya disini ada make up langganan, tenang aja ya." Jawab dia dari sebrang telpon, tapi aku masih sangat cemas akan terulang lagi.

Keesokan harinya, pagi-pagi sekali aku sudah siap dan rapih dengan riasan dan gaun pengantin berwarna merah muda, penari lengser pun sudah bersiap berlatih di depan rumah, dan lagi-lagi kak Ali dan keluarganya datang terlambat, sudah 2 jam aku menunggu hingga ayah tiriku marah-marah dan membantingkan pakaian nya, berganti menggunakan pakaian biasa, aku menangis terisak, hingga panata riasku panik karena make up ku sedikit luntur. Aku sungguh kecewa, aku sangat ingin mundur dari pernikahan ini merasa sangat tidak dihargai, tapi semua sudah terlanjur terjadi karena ego ku sendiri, jadi harus ku telan semuanya.

Saat rombongan keluarga kak Ali datang, aku menyambut mereka dengan raut wajah penuh amarah, hingga foto-foto ku di awal pun tak ada senyuman, harusnya ini menjadi hari bahagia ku, tapi 2x aku dibuat menangis karena seperti dianggap sepele, hatiku hancur tapi aku harus berusaha melempar senyum pada para tamu yang berdatangan, aku tak mau mereka tahu bahwa aku baru saja menangis, bukan menangis terharu melainkan menangis sakit hati.

Aku dan kak Ali mengontrak di salah satu rumah Rani yang disewakan, aku menjalani hari-hariku sebagai seorang istri dan juga karyawan, aku masih belum berhenti bekerja karena aku ingin menabung untuk membeli rumah, dan juga kita mengambil cicilan motor dan bila hanya kak Ali yang bekerja tidak akan mencukupi kebutuhan kita. Dia hanya memberiku separuh dari gajinya, yaitu 2 juta sementara cicilan motor kami 1 juta x 12 bulan, karena katanya, dia butuh uang untuk makan di tempat kerja, kadang motornya bermasalah karena dia pekerja lapangan yang selalu pergi ke pelosok, aku berusaha percaya saja pada ucapannya. Uang yang dia beri padaku pun selalu ku sisihkan untuk mengirimi ibunya, karena yang aku fahami anak laki-laki masih harus berbakti pada ibunya, dan kelak aku akan menjadi ibu juga. terkadang juga dia memintanya lagi untuk service motor. Tapi aku selalu berusaha untuk tidak mengeluh dan menerimanya saja.

Saat sedang bekerja, teman-teman selalu menanyakan kabar pernikahanku. Dan aku selalu berbohong agar mereka melihatku istri yang bahagia dan suami ku adalah suami yang memprioritaskan istrinya.

Lihat selengkapnya