Semenjak kepergian papa, badanku semakin rusak kurus kering, aku di diagnosa terkena TBC dan harus berobat jalan, kondisi mentalku pun hancur dan sering naik & turun secara drastis, hingga aku memberanikan diri pergi ke psikolog dan benar saja aku di diagnosa gangguan mental. Saat fase depresi datang, aku selalu mengurung diri di kamar, menangis histeris dan berteriak sendiri.
Ujian baru kembali menimpaku, aku diberhentikan dari pekerjaanku karena kemarin aku banyak izin tidak masuk saat mengurus kasus suamiku, dan sebenarnya memang sedang ada pengurangan sebagian karyawan disini, tapi karena absenku termasuk buruk jadi aku termasuk yang terpilih, aku mulai kebingungan karena tabungan pun tak punya, aku hanya memiliki asuransi tabungan pekerja saja yang harus aku simpan baik-baik untuk kebutuhanku dengan anakku.
Setahun setelah kepergian papa hidupku semakin hancur, setiap hari aku bangun pukul 2 pagi untuk membuat berbagai macam keripik dan agar jajanan anak, aku berjalan sejauh 7 kilo untuk menitipkan keripik dan agarku di warung-warung sambil menjajakan pada orang yang aku temui di jalan. Keluarga suamiku sudah tak pernah menanyai kabar anakku, mungkin mereka tersinggung karena aku tak pernah memberi izin bila anakku mau diambil, ya karena aku tahu anakku tak terlalu diperhatikan disana, semua orang dewasa sibuk berjualan, dan anakku dirawat oleh anak-anak juga yang merupakan keponakan dari suamiku, aku tak mau terjadi sesuatu pada anakku, dia hartaku satu-satunya yang paling berharga saat ini. Apakah aku salah merasakan kecewa dan sakit hati pada mereka? Ayah dari anakku yang adalah keluarga mereka sudah melakukan kesalahan besar yang membuat hidupku hancur dan terlantar. Dan kini aku merasa mereka pun seolah tak merasa bersalah sedikitpun. Entahlah, mungkin memang hatiku yang sedang sensitive. Lagi lagi ponselku berdering dari nomor yang tak dikenal, dan ya itu suamiku.
Suamiku : "Assalamu'alaikum, apa kabar?"
Aku : "wa'alaikum salam, baik." Aku menjawab dengan datar.
Suamiku : "Punya uang gak?"
Aku : "Gak ada, tahu sendiri kan aku sudah gak kerja."
Suamiku : "kan ada uang asuransi tabungan kerja?"
Aku : "ya kamu fikir anak kamu gak butuh biaya? aku berjuang sendiri disini buat bertahan hidup membesarkan anak sendirian."
Suamiku : "Gak ada pesangon gitu? kan kamu kerja udah lama."
Aku : "Kamu kan dari dulu tahu disini gak pernah ada yang dapet pesangon."
Suamiku : "Yaudah, kalo gitu boleh gak aku minta tolong? ini kan aku udah 1,5 tahun disini, udah mulai ada berkas pembebasan bersyarat kemaren dikirim ke alamat rumah orangtua ku, tapi katanya bakal agak lambat prosesnya kalau gak ada keluarga yang dateng."
Aku : "Udah ada berkas pembebasan? Dan aku gak dikasih tau? Segitu gak pentingnya ya seorang istri? Sampai jadi pilihan terakhir untuk dikasih tau."
Suamiku : "Loh, emang keluarga ku gak bilang?"
Aku : "Jangankan bilangin soal itu, nanyain kabar Al pun gak ada, ini anak gak ada bapaknya loh!"