Setelah pertemuan dengan kak Ali di tempat kerjaku, dia belum ada menemui anakku ataupun sebatas menanyakan kabar. Mama terus menanyakan kelanjutan dari hubunganku ini.
Mama : "Kemana Ali? Gak ada ya dia kangen sama anak kandungnya? Kasih Al ke bapaknya, biar ngerasain dia gimana capek nya ngurus anak, mama cape bertahun tahun selalu ngurus anak terus, padahal anak mama sudah pada besar dan waktunya mama istirahat."
Aku hanya terdiam karena aku tahu memang selama ini aku selalu membebani mama dengan menitipkan Al karena harus bekerja mencari nafkah. Aku merasa tertekan tak tahu harus bagaimana, aku tak mau berpisah dengan Al, tapi dengan gaji yang tak seberapa, aku pun tak mampu membayar pengasuh. Akhirnya aku berusaha menghubungi mbak Desi istri dari iparku mas Sandi melalui chat WA.
Aku : "Mbak ini kenapa ya bapaknya Al sama sekali gak ada nanyain kabar Al? Apalagi menemui nya? seorang bapak apa gak kangen anak sudah 2 tahun gak bertemu?"
Mbak Desi : "Kemarin katanya Ali masih sakit, setiap makan selalu muntah lagi. Sabar dulu ya sayang semoga nanti Ali bisa nengok anaknya, kalo mbak punya uang pasti mbak bawa Ali kesana tanpa banyak bicara.
Aku terus menanyai kapan kak Ali menemui Al pada mbak Desi, mungkin disini aku agak terlalu menekan, karena aku pun tertekan mendengar mama yang selalu bertanya padaku dengan kepedulian kak Ali pada anaknya. Hingga akhirnya setelah seminggu kak Ali pun datang dengan Mbak Rahma di hari minggu saat aku libur bekerja.
Kak Ali : "Assalamu'alaikum"
Mama : "Wa'alaikum salam. Al ayah datang."
Aku pun membawa keluar Al menemui ayahnya namun Al mengamuk karena mungkin tak mengenalinya, hingga akhirnya kak Ali membujuk Al dengan memberi mainan.
Aku : "Kak, bisa bicara sebentar? berdua aja di ruangan atas?" Kak Ali mengangguk dan mengikutiku ke lantai atas.
Kak Ali : "Wah udah gede ya pohon mangga nya, belum berbuah juga ya?"
Aku : "Belum ka, kita duduk di kursi diatas ya." Kami pun menaiki tangga, dan duduk berdua di kursi yang ada diatas.
Aku : "Kak, aku minta maaf untuk semuanya, aku tahu semua ini dari awal kesalahanku yang terlalu memaksakan kaka yang belum siap mental untuk menjadi kepala rumah tangga. Aku minta maaf belum bisa jadi istri yang baik seperti istri istri lain, seperti yang kaka bilang kemarin."
Kak Ali : "Aku tahu aku gagal jadi kepala rumah tangga, tapi tolong ya jangan pernah halangi aku untuk bertemu Al. Semoga kelak kamu bahagia mendapat seseorang yang jauh lebih baik dariku."
Aku : "Aku gak ada niat kesitu ka, aku mau fokus capai cita-citaku jadi penulis, mungkin ini juga waktunya buat kaka meraih apa yang belum sempat kaka raih dulu, bermain dengan teman teman tanpa harus memikirkan aku."
Kak Ali : "Aku gak ada fikiran kesitu, aku gak se egois itu memikirkan cita cita sendiri dan mengorbankan Al. Tadinya aku sudah berniat mau memperbaiki perekonomian dan aku mau kamu fokus merawat Al, tapi ternyata kita sudah tidak sejalan."
Aku : "Jadi di mata kamu egois? Aku mau meraih karir demi Al, aku mau bisa mencari uang sambil merawat Al. Apa kamu peduli dengan mentalku yang hancur? Al butuh ibu yang waras dan kamu sekarang sudah menjadi salahsatu trauma terbesar yang selalu men trigger segala luka, kita hanya akan terus saling melukai kalau bersama." Aku menangis terisak.
Kak Ali : "Kamu egois, kamu hanya memikirkan dampak negative buat diri kamu sendiri, kamu fikir bagaimana denganku yang dipenjara 2 tahun? Kelaparan, kamu fikir mentalku tidak hancur?"
Aku : "Apa ada sedikit saja rasa penyesalan? Aku gak pernah mendengar kamu mengatakan menyesal. Kamu lupa semua masalah besar ini berawal daei ke egoisan kamu yang terlalu membela teman kamu itu?"
Kak Ali : "Aku sadar diri aku sudah hancur dan layak ditinggalkan."
Aku : "Sebenarnya aku cuma mau mendengar kata kalau kamu menyesali semua, aku mau lihat perjuangan kamu mempertahankan aku di depan keluarga besarku, tapi gak ada."
Kak Ali : "Aku titip Al, jaga dia baik-baik terutama ibadahnya."
Aku : "Tanda tangan berkasnya!"
Kak Ali : "Nanti ya, aku mau dinginin dulu fikiran."
Aku : "Aku ini perempuan dan seorang pekerja juga, apa yang aku lakukan harus seizin kamu baik secara agama maupun pemberkasan, tapi kamu terus menggantungkan aku. Gak memperjuangkan, gak melepas juga."
Kak Ali : "Yaudah nanti."
Kak Ali pun pulang membawa Al, aku hanya melihat kepergian mereka dari balik pintu rumah dengan hati yang sesak.
2 hari berlalu setelah Al dibawa oleh kak Ali. Saat pulang kerja, kak Wijaya dan kak Reza datang berkunjung ke rumahku.
Kak Wijaya : "Assalamu'alaikum"
Aku : "Wa'alaikum salam, masuk ka!" Kak Wijaya dan kak Reza pun duduk di sofa ruang tamu.
Kak Wijaya : "Cin, ini kemaren kan pesantren papa hancur kena gempa, dan ini udah mulai mau perbaikan bangunan, ada beberapa berkas yang harus ditanda tangani ahli waris yang salah satunya kamu."
Aku : "Oh iya, sebelah mana aja?"
Kak Reza : "Ini ada 3 ya yang di tanda tangan!" Kak Reza menunjukkan yang harus aku tanda tangan.