Ini adalah ilustrasi untuk Bab 1: Ramalan yang Terlupakan.
Bab 1: Ramalan yang Terlupakan
Bagian 1: Kelahiran di Tengah Kegelapan
Dunia di Ambang Kehancuran
Di atas langit yang kelam, bulan merah membelah awan hitam pekat yang menggantung di atas kerajaan Nocthrium. Sebuah negeri yang dulu gemilang, kini hanya tinggal reruntuhan. Hutan-hutan mati, sungai-sungai mengering, dan bayangan gelap menguasai setiap sudut negeri. Kegelapan telah meresap jauh ke dalam tanah, menumbuhkan akar-akar kutukan yang merenggut kehidupan.
Di dalam sebuah kastil megah, di puncak gunung berbatu yang tertutup kabut tebal, seorang wanita berambut perak menjerit kesakitan. Ratu Selene, permaisuri terakhir dari kerajaan ini, tengah berjuang di ambang kematian saat ia melahirkan seorang anak.
Kelahiran Pangeran Kegelapan
Petir menyambar puncak kastil ketika bayi itu lahir. Langit seakan merespons kedatangannya dengan gemuruh mengerikan. Mata bayi itu hitam seperti jurang tanpa dasar, dan kulitnya begitu pucat seperti terbuat dari bayangan. Sang ibu, meski kelelahan, menatap anaknya dengan tatapan sendu.
"Anakku… Kau… adalah takdir dunia ini," bisiknya lemah.
Di sudut ruangan, seorang pria berjubah hitam dengan wajah tertutup tudung memperhatikan dengan tajam. Ia adalah Morgath, seorang penyihir agung yang setia pada kegelapan. Dengan suara berbisik seperti desiran angin dingin, ia berujar:
"Takdir telah memilihmu, wahai Pangeran Kegelapan. Kegelapan adalah warisanmu, dan dunia akan bertekuk lutut di hadapanmu."
Namun, di balik kata-kata itu, Ratu Selene tahu ada sesuatu yang lebih besar menunggu anaknya. Ia merasakan bahwa di luar sana, cahaya masih ada, dan suatu hari nanti, anaknya akan dihadapkan pada pilihan antara kegelapan dan terang.
Ramalan yang Terlupakan
Di balik tembok kastil yang tersembunyi, seorang lelaki tua berpakaian lusuh tengah menuliskan sesuatu di gulungan perkamen kuno. Dia adalah Elder Ardyn, seorang penjaga ramalan. Tangannya gemetar saat tinta hitam menyentuh kertas.
"Ketika sang pangeran lahir dalam kegelapan, akan datang cahaya terakhir. Mereka adalah dua kutub yang tak terpisahkan. Satu akan membawa kehancuran, dan satu akan membawa harapan. Namun, pada akhirnya, hanya satu yang akan tetap berdiri..."
Ia menggenggam gulungan itu erat, sebelum menyembunyikannya di dalam sebuah peti besi di ruang bawah tanah kastil. Dunia belum siap untuk mengetahui kebenaran ini.
Malam yang Mengubah Segalanya
Di kejauhan, suara lolongan serigala malam terdengar. Di balik bayangan, sesuatu mengawasi kastil dengan mata berkilau. Apakah itu sekutu atau musuh?
Hari itu, dunia tak hanya menyaksikan kelahiran seorang pangeran.
Hari itu, dunia menyaksikan awal dari takdir yang akan mengguncang seluruh negeri.
Bab 1: Ramalan yang Terlupakan
Bagian 2: Cahaya dalam Bayangan
Sepuluh Tahun Kemudian
Angin malam berembus di atas kastil Nocthrium, membawa hawa dingin yang menusuk hingga ke tulang. Bulan merah masih menggantung di langit, seperti mata dewa kuno yang mengawasi dunia tanpa ampun. Di dalam kastil yang kini dikuasai oleh bayangan, seorang bocah lelaki berdiri di balkon tertinggi, memandang ke bawah dengan tatapan kosong.
Ia adalah Lucian, putra dari Ratu Selene, pangeran yang sejak lahir telah ditakdirkan untuk mewarisi kegelapan. Rambutnya hitam legam, matanya bagaikan jurang tanpa dasar, dan kulitnya seputih cahaya bulan. Ia tampak kecil dan rapuh, namun ada sesuatu dalam dirinya—sesuatu yang membuat udara di sekitarnya terasa berat dan penuh tekanan.
Di belakangnya, Morgath, penyihir agung, mendekat dengan langkah perlahan.
"Pangeran, kau sudah waktunya berlatih," ucapnya dengan suara datar.
Lucian menoleh, ekspresinya tetap kosong. Sejak kecil, ia telah dilatih dalam ilmu sihir dan kekuatan kegelapan. Ia tahu bahwa takdirnya telah ditetapkan—suatu hari nanti, ia akan menaklukkan dunia. Tapi di dalam hatinya, ada sesuatu yang mengganggunya, sesuatu yang tidak pernah bisa ia pahami.
"Morgath," katanya lirih, "mengapa aku harus menghancurkan dunia?"
Penyihir tua itu tersenyum tipis, sebuah senyuman yang penuh dengan misteri dan kebohongan.
"Karena dunia ini telah hancur sejak awal. Dan kaulah yang akan membangunnya kembali, dalam bentuk yang seharusnya."
Rahasia yang Tersembunyi
Malam itu, Lucian tidak bisa tidur. Ia berjalan menyusuri lorong-lorong kastil, bayangannya mengikuti seperti makhluk hidup yang siap menerkam. Hatinya gelisah, seakan ada sesuatu yang memanggilnya.
Langkahnya membawanya ke sebuah ruangan tua yang sudah lama dikunci. Pintu kayu tua itu berderit ketika ia membukanya, mengungkapkan sebuah ruangan penuh debu dan buku-buku tua yang hampir membusuk.
Di tengah ruangan, ada sebuah peti besi. Ia merasakan jantungnya berdebar lebih kencang saat tangannya menyentuh permukaannya. Dengan gemetar, ia membuka peti itu dan menemukan sebuah gulungan perkamen yang telah menguning.
Saat ia membacanya, matanya membelalak.
"Ketika sang pangeran lahir dalam kegelapan, akan datang cahaya terakhir. Mereka adalah dua kutub yang tak terpisahkan. Satu akan membawa kehancuran, dan satu akan membawa harapan. Namun, pada akhirnya, hanya satu yang akan tetap berdiri..."
Lucian merasa tubuhnya melemah. Ramalan ini… adalah tentang dirinya.