JADI anak baru memang menyebalkan, tetapi tidak ada hal yang lebih menyebalkan lagi dari cowok yang sekarang tidur di samping kursinya. Ashila benar-benar kesal. Bel pergantian pelajaran sudah berbunyi, tetapi cowok di sisinya masih juga belum ada tanda-tanda mau bangun. Yang jelas, Ashila berniat sekali dan dengan sangat senang hati ingin memukul bahu cowok itu dengan pulpen yang dipegangnya jika nanti ada guru masuk dan memintanya untuk membangunkan Gaga.
Tidak lama berselang dari niat Ashila ingin memukul Gaga, akhirnya seorang guru perempuan memasuki kelas dengan kotak pensil di tangannya. Beliau tersenyum, lalu menyapa semua murid di kelas. Ashila sengaja tidak membangunkan cowok di sebelahnya. Biar dia tahu rasa.
Sudah lima belas menit berlalu, tetapi guru itu belum juga menyadari kalau si cowok menyebalkan ini tertidur di jam pelajaran. Ashila mulai menguap dan mencoba mengalihkan pandangan dari papan tulis yang membosankan. Saat itulah, tanpa sadar dia menatap sosok Gaga yang tertidur. Kalau diperhatikan lucu juga, sampai-sampai Ashila entah terkena angin apa mau-maunya merentangkan buku paket Kimia di depan kepala Gaga, agar cowok itu tidak ketahuan sedang tertidur lelap. Dan, dia juga harus bersyukur karena bangku di depan Gaga ditempati oleh cowok berbadan bongsor.
Niat untuk memukul bahu cowok itu amblas seketika. Ashila sekarang justru menatap wajah itu lekat-lekat. Kulitnya putih bersih seperti model pembersih wajah. Cowok itu seperti tidak pernah mengalami fase jerawatan atau bahkan mengelap ingus. Dadanya tiba-tiba berdebar dan berirama saat melihat kedua mata cowok itu yang terpejam.
Ashila tahu kalau sekarang dia senyum-senyum sendiri. Tetapi dia tidak sadar telah menyentuh hidung mancung cowok itu. Dia menarik tangannya, lalu menggeleng pelan. Gila. Apa yang udah gue lakukan?
“Kenapa kamu geleng-geleng kepala seperti orang kerasukan?” pertanyaan Bu Risma tiba-tiba membuat Ashila merasa ngeri sendiri pada dirinya.
“Emmm... saya, Bu?” Ashila kebingungan.
“Iya, kenapa kamu geleng-geleng begitu?”
Seperti ada yang menyalakan lampu di atas kepalanya, aha, ada yang bisa dijadikan tumbal nih. “Bu, lihat nih... Gaga tidur di kelas.”
Ashila dengan cemas menatap Gaga yang pulas. Karena dia tanpa sengaja telah memberitahukannya kepada guru.
“Gaga, bangun!” tegur Bu Risma dari jarak yang cukup jauh, tak membuat reaksi apa-apa pada Gaga.
“Kamu bangunkan Gaga,” titah guru tersebut menunjuk Ashila.
Ashila mengangguk setuju. Bahkan dia memang sedari tadi sempat berpikiran ingin memukul bahu cowok itu. Ini adalah momen yang dia tunggu-tunggu. Tetapi, dia baru merasakan bahwa menyentuh bahu Gaga adalah hal tersulit. Jantungnya dag dig dug.
“Cepat bangunkan sekarang!” Sekali lagi Bu Risma memerintahkan.
Sambil merasa gugup sendiri, perlahan Ashila menggunakan alat bantu pulpen untuk menyentuh cowok itu. Tidak ada reaksi, tentu saja. Jadi, Ashila menambahkan suara yang terdengar seperti sedang berbisik, “Ehh... bangun...” Akhirnya Gaga mulai bergerak. Dia mulai mengangkat wajahnya dan menatap Ashila dengan mata setengah terpejam. Ya Tuhan, apakah sekarang aku sedang melihat malaikat? Hati kecil Ashila berbicara karena tidak bisa untuk tidak mengakui kalau cowok itu memang kelewat ganteng. “Ada guru,” ujar Ashila kikuk.
“Hah?” Gaga lantas terkejut dan bersegera duduk tegak menghadap ke depan. Tapi semuanya sudah terlambat.
“Gaga, kamu berdiri di depan tiang bendera sampai jam istirahat berbunyi,” kata guru itu dengan kedua tangannya terlipat di depan dada.