Pangeran Kodok Kesandung : Kisah Cinta Pertama 2003

Mariatul Qiftiah
Chapter #2

Chapter I

----------------------------------------------

Tidak ada yang istimewa pada hari itu, sebuah hari di musim kemarau bulan September, bagi Zenandria Maleo. Dia masih seperti pada hari-hari biasa, berada di perpustakaan yang sunyi, memegang setumpuk buku untuk dikembalikan, menatap meja admin yang kosong, mengendap sendiri. Matanya lalu memandang keluar, melongokkan kepala dari pintu yang terbuka.

Hari itu hanya istimewa bagi teman-teman sekolahnya.

“Semangaaat!”

“Kelas 2.D juaraaa!”

Terdengar semarak di luar sana.

Disaat siswa-siswi SMP 1 Martapura, sedang menyaksikan pertandingan volly antar kelas untuk merayakan Hari ulang tahun SMP yang resmi berdiri tahun 1955 ini, dia justru menyepi.

Namun, dia bukanlah satu-satunya siswa yang tidak menonton pertandingan seru itu.

Cowok-cowok dari Singa Genkz, Hamiz dan Rangga terlihat sedang mencandai seorang temannya, Mir, menunjuk-nunjuk tas Mir yang berwarna kuning sambil terbahak.

“Jelek apanya? Ini keren, tau.”

“Keren darimana? Kayak kain keramat, hahaha.”

Namun, Mir tampak memasang wajah cuek saja, lalu mengajak sohib-sohibnya berjalan menuju kantin dari kelas mereka yang berjejer di bagian kiri gedung sekolahan itu.

Maleo merasa benar-benar sendiri sekarang. Tak diduga, Hamiz lalu memandang ke arahnya, lalu berteriak, “hoi Maleo, mau bareng ke kantin, kada[1]?”

“Yahahaha si culun.”

Baapa[2] diajak-ajak? Inya[3] orang aneh. Temannya makhluk halus.”

Mereka terus berjalan hingga Maleo tak bisa melihat wajah mereka lagi. Maleo hanya menghembuskan napas panjang. Berteman dengan makhluk halus? Itu tidak benar, batinnya. Tetapi, apakah karena itu tidak ada yang mau menemaninya saat ini?

Sambil menunggu kakak admin perpustakaan untuk mengembalikan buku yang telah bersamanya 5 hari, dia mengambil buku baru untuk membacanya, membuka jendela di depannya untuk mengintip suasana di luar. Di dalam hati, dia juga ingin menyaksikan pertandingan volly itu tetapi dia sungkan sekali karena tak punya teman.

Lantas, tepat di koridor depan perpustakaan, dia mendapati 3 siswi yang dia kenal sebagai teman sekelasnya sedang kerepotan membujuk seorang guru.

“Pak, ampuni kami, Pak. Kami kada mendangarakan pas lagi belajaran jua.[4]

Bagian ikam panitia Acara Ultah Sekolah ini, kalo?[5] Kenapa ikam[6] di sini? Tadi ada yang cedera, apa ikam kada tahu?”

“Itu bukan tanggung jawab kami, Pak. Kami seksi Humas. Kami yang kemarin kesana kesini mencari sponsor dan mengantar undangan ke sekolah lain, Pak.”

“Pokoknya Walkman ini bapak sita. Cobalah lakukan kegiatan yang lebih produktif daripada menyanyi kada jelas dan mendangarakan lagu tarus[7].”

“Pak, kami ada tugas nyanyi lagu daerah Banjar di mapel Kesenian, jadi kami menghafal dengan mendengarka~!”

Pembelaan diri itu percuma lantaran Pak Prapto lebih dulu memasukkan headset ke telinga. Lagu Heaven remix terdengar begitu keras sehingga Pak Prapto tidak bisa lama-lama mendengarnya. “Sejak kapan Baby You are that I Want itu Bahasa Banjar? Bagian ikam ini benar-benar...”

“Pak, Pak~ tunggu~”

“Sonata Faradina.” Pak Prapto mengacungkan telunjuk pada siswi yang mencegahnya memasukkan benda itu ke saku celana. “Kalau ikam mau Walkman ini, suruh Abah ikam yang guru Kesenian di SPENSA itu ambil ke sekolahan.”

Sonata lesu. Tak mungkin dia berani, Ayahnya pasti akan mengomeli. Dia menundukkan pandangan sebagai bukti bahwa dia menyesali perbuatannya. Pak Prapto lalu melangkah pergi.

Sonata lalu kasak-kusuk pada 2 temannya. “Itu~ itu~ tolong itu... bilangin itu...” Dia menunjuk-nunjuk ke arah celana Pak Prapto.

Gusti Nanda dan Oktarani, 2 sahabat yang sering berada di sampingnya jadi heran. “Padahi[8] apa?”

“Bi~ bilangin Pak Prapto kalau...! Itu itu... cepat... tolongin itu.” Sonata mendorong pelan lengan Gusti Nanda sambil menunjuk-nunjuk.

“Aku kada berani. Kamu minta tolong ambilin saja sama yang nekad.”

Maleo yang menyaksikan kejadian itu dengan sigap melesat keluar ruangan perpustakaan, berlari menyusul Pak Prapto.

Pak Prapto terkaget-kaget dengan kehadirannya yang tiba-tiba di samping hingga refleks kakinya terhenti. Belum sempat bertanya ada apa, Maleo sudah beraksi.

Heppp! Spontan saja Maleo menjulurkan tangannya.

Pak Prapto terbelalak. Maleo merogoh ke dalam resletingnya yang terbuka.

Menyadari kecerobohannya, Maleo menarik tangannya kembali. “Ma~ maaf Pak. Ulun[9] tidak sengaja. U~ ulun ingin... di saku....” Lalu dia segera berlari.

“Kurang ajar ikam lah~!”

“Hahahaha.”

Mulanya Pak Prapto berancang mengejar, tetapi membatalkannya. Dia malu. Para siswa yang sedang menonton pertandingan Volly kini semua memperhatikannya sambil terbahak karena kejadian tadi. Bahkan tim yang sedang bertanding pun memilih jeda dan bertanya-tanya kenapa semua orang tertawa.

Segera saja Pak Prapto menutup resletingnya, dan memasang paras sok cuek saja hingga ke kantor guru.

***

“Padahal tadinya aku cuma mau bilang, tolong bilangin Pak Prapto itu resletingnya kebuka. Tapi si aneh itu salah paham. Mungkin dia mengira aku ingin minta tolong diambilkan Walkman, hahaha.”

“Mungkin sama seperti Abahnya, suka “burung” jua, ahahaha.”

“Ya ampun, Son, perutku sampai sakit.”

Maleo mendengar percakapan yang terjadi di meja paling kiri menghadap papan tulis dan di dekat jendela itu, sambil terus menyembunyikan diri di balik mejanya di pojok ujung kanan. Sonata tak salah. Dia bermaksud merogoh Walkman itu dari kantong Pak Prapto, tetapi justru memasukkan tangannya ke... Ah, sudahlah. Dia menepuk jidatnya berulang-ulang. Mengapa dia secanggung dan seceroboh ini?

“Hei, Ahmad, kakimu kenapa?”

Maleo menyadari ada langkah kaki terseok menujunya sehingga dia kian waswas. Dia masih ingin bersembunyi.

“Cedera gara-gara pertandingan tadi, Son. Besok aku kada kawa umpat[10] lomba lari. Tolong carikan penggantinya.” Ahmad, yang kakinya telah diperban mengambil sendal di lemari kelas, berada tepat di belakang meja tempat sembunyi Maleo.

“Aduh, gimana pank[11]? Di kelas ini yang larinya cepat itu cuma ikam,” jawab Gusti Nanda.

“Ya sudah, kelas kita kada perlu mengirim perwakilannya,” putus Sonata. “Aku yakin kadada[12] yang bisa dimintai bantuan. Entah kenapa lomba lari dibenci para cowok di kelas kita. Mereka lebih suka lomba makan kerupuk, tarik tambang, Volly, Basket. Hhh.”

Duk! Maleo keluar dari persembunyiannya, membuat Ahmad kaget lalu melongo.

“Pak Prapto mencarimu sampai UKS. Ternyata sembunyi di sini. Bikin heboh aja.”

Lihat selengkapnya