------------------------------------------------------------------
Maleo sudah berusaha menunjukkan prestasinya demi mendapatkan pengakuan dari orang-orang. Dia bahkan ranking 1, tetapi tetap saja tidak dilihat oleh teman-temannya.
Maka, dia mencari cara lain.
Seperti biasa setiap pagi selesai menyapu, siswa yang piket akan membuang sampah yang sudah terkumpul di bak depan kelas ke belakang sekolah, pada area khusus yang telah disediakan. Maleo melihat Sonata mencari teman untuk membawa tempat sampah yang sudah penuh itu, lalu tanpa ragu dia memegang bagian kiri tempat sampah.
“Ayo~ kita~ bawa sama-sama.”
Tiba-tiba Sonata melepaskan pegangannya, membuat Maleo kebingungan. Sonata segera berlari ke arah ruang pengawas guru yang berada di tengah-tengah antara ruangan kelas.
Maleo mengamati Sonata. Salahnya dia di mana? Dia senang membantu siapa pun karena hanya dengan ini kehadiran dia dianggap ada. Dia pun menunggu seseorang mau membantunya mengangkat karena berat jika dilakukan seorang diri.
“Aku piket hari ini. Kelas sudah bersih jadi pekerjaan yang tersisa hanya...” Seorang siswi berponi ikal menggenggam pegangan bak bagian kanan, lalu tanpa menunggu respon Maleo, dia berjalan sambil mengangkatnya.
Maleo melirik cewek itu, Zivara Zulaekha, teman sekelasnya. Dia dan Zivara berjalan bersama mengangkat bak sampah yang penuh, melewati koridor kelas.
“Hei, kalian pacaran atau sedang PDKT? Serasi.” Lalu terdengar gelak tawa, meledek keduanya.
Zivara menggeleng, tetap melempar senyum pada temannya anak kelas 2.F, Laras, yang sedang nongkrong di depan Laboratorium Kimia dan Fisika yang mereka lewati.
Maleo mengerti kenapa 2 makhluk berlainan jenis buang sampah bersama bisa-bisa dituduh pacaran. Ada trend baru yang tidak bisa dijelaskan terjadi sejak semester dua kelas 1. Dulu para siswa malas buang sampah, malas berhubungan dengan sampah yang bau. Tetapi anehnya, kini, buang sampah dijadikan anak-anak untuk flirting dengan siswa-siswi cakep yang duduknya dekat pintu, saat berjalan membawa sampah di koridor kelas. Ya, mereka menjadikannya sebagai modus untuk caper-caper dengan anak kelas lain, dan melakukannya di saat jam belajar sudah mulai berjalan. Tentu guru mengizinkan mereka keluar di jam pelajaran sekali pun, karena kegiatan buang sampah juga merupakan kepedulian terhadap kebersihan.
Maleo melirik Zizu yang poni ikalnya terlihat aneh sekali, lalu menarik bak sampah itu, memaksa Zizu mengikutinya. Dia ingin lewat belakang gedung sekolah saja. Dia malu jika lewat koridor di depan kelas.
Maleo refleks melepaskan pegangannya hingga membuat Zivara terkejut, setelah mendengar pengumuman dari Ketua OSIS lewat pengeras suara.
“Sekali lagi, dimohon kepada peserta Lomba Lari Jarak Pendek HUT Spentura 2003, silakan berkumpul di depan meja pengawas, ya.”
Zivara menatap lesu bak sampah yang tutupnya terbuka. Beberapa plastik makanan berjatuhan. Maleo sudah melesat pergi bahkan saat pengumuman kedua belum selesai. Dia memunguti sampah itu dan memasukkannya kembali ke bak, lalu bersusah payah membawanya hingga ke belakang Ruang Kesenian yang paling ujung. Tak ada yang bisa dia mintai tolong karena tidak ada satu pun yang lewat di belakang kelas, walau tentu sulit melakukannya sendiri.
Saat melewati ruangan kelas 2.F, dia akhirnya melihat seseorang, sedang menaruh tas di meja pojokan yang dia lihat lewat jendela. Namun...
Dia tidak mengharapkan bantuan, bahkan dia berjalan menyamping atau membelakangi kelas 2.F agar cowok itu tidak mengenali wajahnya.
Mir, cowok itu melihat Zivara yang sedang tertatih-tatih. Tentu saja Mir kasihan dan berniat membantu Zivara, tetapi sohibnya sebentar lagi akan berlaga di arena lari dan dia harus mendukungnya segera.
Ketika menaruh tas, Mir menjatuhkan kertas diary yang ada di laci mejanya, lantas memungut dan membacanya.
Aku suka tas barumu. Kuning menunjukkan keceriaan, seperti kamu yang ceria. Aku suka semua tentangmu.
Pesan itu begitu sederhana. Namun mampu membawa senyum ke wajahnya.