Pangeran Kodok Kesandung : Kisah Cinta Pertama 2003

Mariatul Qiftiah
Chapter #4

Chapter III

---------------------------------------------

Sonata duduk di jejeran meja paling kiri menghadap papan tulis, nomor 2 dari depan, tepat di samping jendela berukuran besar dari plafon hingga sebatas kursi, jadi cahaya yang masuk begitu besar. Ketika Maleo melihatnya dari sudut paling ujung kanan, Sonata seperti malaikat yang bersinar terang. Sonata senang mengurai rambutnya yang ikal panjang, dan bagi Maleo dia terlihat manis sekali.

Rok para siswi Spentura pada umumnya di bawah lutut, tetapi Sonata tepat di lutut karena dia memakai kaos kaki yang tinggi. Berbeda dengan siswa lain yang pakai kaos kaki pendek. Gaya berpakaiannya memang terlihat keren. Tingginya yang 160 cm dan langsing sangat cocok dengan panjang rok dan panjang rambutnya. Ideal. Maleo juga menyukai wajahnya yang bulat, membuatnya semakin manis ketika tersenyum.

Gadis itu tak pernah sendiri. Sebagai seksi Humas OSIS, selalu saja ada teman yang datang kepadanya, berbagi cerita atau hanya membicarakan kepentingan OSIS. Maleo hendak memberanikan diri mendekatinya, tetapi dia ingin mempelajari tentang Sonata terlebih dahulu.

Gadis itu tidak hobi ke perpustakaan seperti Maleo. Hanya saja, dia sering ke kantin melewati koridor kelas 2.F---yang dekat dengan perpustakaan, jadi Maleo bisa tahu siapa anak 2.F yang sering dia temui. Ya, cewek yang kemarin menggodanya saat buang sampah dengan Zivara. Dari jendela perpustakaan, Maleo melihat Sonata sedang berbagi snack dengan Laras sambil ketawa-ketiwi. Sonata berdiri, sedangkan Laras duduk di kursi panjang. Cewek hitam manis itu juga memberikan sebuah stiker, lalu Sonata mengamatinya dengan mengangguk-angguk. Tak hanya itu, dia juga meminjamkan kaset yang ada di dalam walkman-nya kepada Sonata.

Tak sedetik pun Maleo melewatkan perhatian akan gerak-gerik keduanya hingga buku di depannya terbengkalai. Ruangan perpustakaan sepi seperti biasa, hanya ada seorang pustakawati yang sedang mencoba menyalakan televisi baru.

“Maleo, coba kamu periksa antena tivinya. Channel-nya pada hilang, ini.”

Di perpustakaan ada televisi? Bisa-bisa konsentrasi pengunjung terganggu. Maleo menggaruk kepala bingung dengan keputusan pengurus perpustakaan. Meskipun begitu dia tetap mengikuti permintaan Kak Dewi, perempuan itu.

“Biar perpustakaan lebih rame. Pertama-tama mereka hanya ingin menonton teve, terus karena acara teve tidak menarik, mereka lalu tertarik membaca buku.”

Strategi bagus, pikir Maleo. Siapa tahu Sonata juga lebih rajin main kesini. Dia menggerakkan tiang antena mencari arah yang sesuai. Tetapi karena antena di pasang di dalam ruangan, channelnya bersemut.

“Aku~ pasang di luar. Gimana?”

“Oke. Kalau rajin...”

Lalu dengan cepat Maleo memboyong tiang antena itu ke luar ruangan. Dia meminjam tangga pada penjaga sekolahan, lalu memasangnya sendirian di atap, dengan arahan Kak Dewi. Bahkan meskipun bel tanda jam istirahat telah berakhir, dia tetap berada di atas menyelesaikan pekerjaan ini.

Dia senang melakukannya, karena hanya dengan begini orang-orang akan lebih memperhatikannya. Namun, dia agak kesulitan menahan tiang bambu itu saat mengikatnya agar antena tidak goyang bahkan saat tertiup angin. Dia butuh bantuan.

Seseorang dari kelas 2.F yang sedang kipas-kipas menggunakan buku tulis di luar kelas kemudian mendekatinya.

“Mau kubantu?” teriaknya.

Maleo mengangguk. Lantas dengan sigap cowok itu menaiki tangga.

M. Mirwan Hanandi. Maleo membaca emblem yang tertera di dada kanannya. Semua kemeja murid memiliki name-tag sehingga memudahkan guru menyebut nama mereka.

“Z. Maleo. Z itu kepanjangan dari apa?” Karena dia sadar diperhatikan namanya saat mengikat tiang antena, dia pun balik bertanya.

Maleo gugup. Dia tahu cowok ini adalah leader Singa Genkz. Si Chinese-Banjar berkulit putih, bermata sipit mengingatkan Maleo dengan aktor film aksi asal Hongkong. “Ze~nandria.”

“Aku baru sekali mendengar nama seperti itu.”

Aku memang tidak dikenal sama sekali di sekolah ini, sungut Maleo dalam hati. Tak seperti anak ini. Siapa yang tak mengenalnya? Baru tadi pagi para cewek asyik membicarakannya di kelas. Gosip dia memacari Erina, cewek kaya yang menjadi perbincangan hangat setelah kedapatan mengendarai Honda Supra X Hitam dan membawa ponsel Nokia tipe 6600 seharga 5 juta, pertama dan satu-satunya.

Ikam yang orang Malang itu? Bahasa Banjarmu jelek?”

Maleo mengangguk. Dia belum 2 tahun di Kalsel dan jarang berkomunikasi pula dengan teman lainnya, membuatnya agak lambat mempelajari bahasa baru ini. Maleo jadi tahu, mungkin Rangga dan Hamiz sering membicarakan tentangnya sebab pernah sekelas dengannya kelas 1. Maksudnya, dia masih terlihat oleh mereka walau sering diabaikan.

“Aku mendapati... Erina... menangis di dekat Mushola. Ditemani Mayang.” Maleo mengetahui lewat jendela kelasnya saat anak-anak sedang menyaksikan pertandingan Basket yang diikuti Mir.

Maleo dan Erina sama-sama di kelas 1.E dan dia tahu Erina bukan tipe gadis yang mudah menangis, keras kepala dan pemberani. Erina pernah menendang teman sekelas yang menarik roknya, membuang kunci motor cowok yang mengganggunya hingga berurusan dengan guru Bimbingan Konseling.

“Terkadang cowok tidak perlu tahu apa yang ada di hati cewek.”

Maleo tak menduga mendapat jawaban seperti itu. Apa Mir tidak peduli pada pacarnya?

“Pa~pakai parfum apa?”

“Kasablanka. Tidak suka wanginya bukan urusanku.”

Siapa bilang tidak suka? “Sepatumu ada putihnya,” gumam Maleo. Apa guru pilih kasih sehingga Mir bebas menggunakannya?

Mir memperlihatkan gespernya yang berwarna merah, kaos kakinya yang hitam, sebatang rokok dan mancis di saku kemejanya. “Cuma pakai yang mereka inginkan saat melewati gerbang dan halaman depan. Setelah itu, terserahku.”

Bukankah itu keren? Bukankah seseorang yang bisa melakukan apa pun yang dia inginkan tanpa rasa takut itu keren?

“Yah, sudah selesai,” keluhnya. “Ada yang bisa aku lakukan selain ini?”

Maleo mengerti, Mir sedang ingin mencari alasan untuk membolos. “Pe~ pelajaran apa memangnya?”

“PPKN.”

Maleo kehabisan kata-kata. Dia menuruni tangga setelah Mir, lalu mendapati Mir berbelok ke perpustakaan. Sedangkan Maleo harus segera ke kelasnya.

Lihat selengkapnya