Pangeran Kodok Kesandung : Kisah Cinta Pertama 2003

Mariatul Qiftiah
Chapter #9

Chapter VIII

----------------------------------

“Hai, kak Dewi. Susu Ultra dan roti Kacang Hijau untuk sarapan pagi ini.”

Refleks pandangan Maleo menuju meja admin di dekat pintu, setelah mendengar suara serak milik Mir.

Kak Dewi menyambutnya dengan ramah. “Terima kasih. Playboy Spentura mau cari buku atau mau tidur, nih? Hehe.”

Mir santai saja mendapat sindiran. Dia duduk di samping Maleo, memberikan susu juga roti yang sama.

Maleo melongo melihat kehadirannya. Dengan cepat dia kunyah roti itu. Mumpung gratis dan Mir belum berubah pikiran.

“Kenapa mukamu?” Maleo menunjuk 2 plester di pipi dan dahi kiri Mir.

“Dicakar Erina. Kemarin di lapangan basket.”

Ffpp! Maleo nyaris tersedak. Beruntung sempat menutup mulutnya. Dalam hati dia berkata, rasain kamu, playboy Spentura.

Mir menawarkan sebelah headset-nya untuk Maleo dengar.

Maleo yang polos menurut saja. “Lagu apa ini? Mantra pemanggil setan?”

“G*bl**.” Mir menjitak kepala Maleo. “Ini namanya genre musik Cadas. Lagian tanpa dipanggil pun setan selalu setia di sampingmu untuk menjerumuskan. Hhh.” Dia mengambil kembali headsetnya.

“Ya, maaf. Aku sukanya lagu-lagu lembut.”

“Hhh.”

Maleo merasa ada yang janggal. Cowok cool bisa marah dengan cepat juga, ya? Tunggu, kenapa orang ini nyasar kesini? Maleo sedang membaca buku dokumentasi Fauna Endemik Indonesia dan yang muncul Singa Afrika.

“Kemana teman-temanmu? Rangga, Hamiz, Diaz.”

“Di kantin. Diaz mungkin sedang membujuk... siapa itu namanya, cewek di kelasmu. Ngambekan. Tidak asyik.”

Pacar sahabat sendiri lupa? Kebangetan. “Zizu?”

Mir berekspresi terkejut. Kemudian Maleo tertawa puas.

“Hehehe, edan.”

“Hmm, tak perlu khawatir. Cuma aku yang tahu...”

“Tahu apa?”

“Sesuatu lah. Tentang perasaanmu, hihihi.”

“Hei, sok tahu, hehehe.”

“Aku tidak pernah melihatmu tertawa lebar seperti yang kulihat kali ini.” Maleo kemudian menata rambutnya membentuk poni yang mirip poni khas Zizu. Lalu keduanya tertawa cekikikan. Dan Maleo sendiri pun heran mengapa Mir ikut tertawa padahal sedang diledek.

“Hhh, ya ampun. Aku kenapa, sih. Hhh.” Mir mengipas-ngipas wajahnya yang memerah. Kata orang, wajah Chinese-nya Mir akan terlihat jelas saat tertawa karena matanya menyipit. Si Eye-smile yang jarang tersenyum.

“Eh, maksudnya membujuk Sonata itu apa?” Maleo baru sadar Mir menyinggung soal Sonata. “Mereka bertengkar? Kenapa?”

Mir cuma keceplosan. Tetapi dia heran mengapa Maleo memperhatikan kata-katanya sekali. Karena ini tentang sahabatnya, tentu dia akan tutup mulut. “Ya cari tahu saja sendiri.”

“Oke.” Wussshhh! Maleo lalu melesat keluar perpustakaan dengan cepat, dan pergi ke kelasnya. Membuat Mir terheran-heran.

Mir lalu teringat buku tulis yang dia gulung dan masukkan ke sakunya. Dia lupa tujuannya menemui si kutu perpustakaan itu adalah untuk minta dikerjakan tugas. Mana sogokannya sudah ludes duluan. Payah!

***

“Di hati aku hanya ada kamu, kok. Nanti sepulang sekolah aku antarin kamu ke rumah, ya sayang.” Diaz membelai rambut terurai Sonata. “Kita beli tabloid Bintang. Katamu kamu lagi senang menonton Akademi Fantasi Indosiar dan ingin cari info tentang kontestan, ya kan?”

“Iya. Aku lagi senang sama Romi AFI. Dia kalem dan berwibawa.”

“Oke, oke sayang. Jangan marah lagi ya. Percaya aja sama aku.”

“Aku percaya kok kamu tidak selingkuh. Itu cuma gosip.”

“Nah gitu donk. Aku makin cinta deh sama kamu.”

Maleo duduk di kursinya dengan resah. Bisa tidak sih mereka putus saja selamanya?

Maleo kemudian mendapati Zizu sedang membawa Fanta, Teh Botol, dan Tahu Isi untuk dua sejoli itu. Setelah menaruhnya di depan Diaz, Zizu numpang duduk di kursi paling depan dan membaca buku karena kursinya di tempati dua sejoli itu.

Maleo pikir, sepertinya dia masih membutuhkan cewek yang mudah dimanfaatkan ini.

Maleo lebih percaya isu yang dibawa adik kelas ketimbang kata-kata Diaz untuk Sonata.

Lihat saja sahabat dekatnya, Mir, yang berpacar dua. Orang bijak bilang, jika ingin mengetahui karakter asli seseorang, lihatlah dan nilai siapa dan bagaimana teman terdekatnya.

***

Rabu malam yang ditunggu-tunggu. Kembali Maleo menggotong radio di atas pundaknya, masuk ke bilik wartel. Belajar dari pengalaman sebelumnya, dia menurunkan antenanya ketika melewati pintu, tetapi malah tersangkut di jaketnya sendiri membuat Mas Panji tertawa. Remaja ini sangat canggung. Selalu saja ada kecerobohan dalam setiap tindakannya.

Matanya tajam menatap tombol telepon. Maka, ketika Line telpon telah dibuka, dia berhasil menjadi penelpon pertama.

“Hallo, dengan siapa? Ada cerita apa yaa di malam-malam yang hujan dan dingin ini?”

“Dari Pangeran Kodok Meleduk di Martapura.”

“Hahaha, kompor kali ah meleduk. Kenapa sih kedengarannya sedang marah?”

Maleo mengurut dada, berusaha lebih kalem. “Ka~ karena... seseorang yang kusukai... Putri Rusa tidak tahu pacarnya selingkuh.”

Kak Agus mungkin butuh waktu untuk mencernanya. Tetapi karena acara ini cuma sejam, dia harus berpikir cepat. “Jadi kamu merasa kasihan gitu sama Putri Rusa karena diselingkuhi cowoknya? Kamu ingin melakukan sesuatu untuk dia?”

“I~ iya kak. Tapi aku harus gimana?”

“Hmm, pertama selidiki dulu kebenarannya. Ada buktinya tidak nih, cowok itu berselingkuh. Kalau hanya “kata si a, kata si b” itu tidak cukup. Jika mereka putus, bisa jadi Putri Rusa akan sedih, menyalahkan kamu yang menyebabkan mereka putus. Jadi jika ingin mengambil tindakan, berhati-hatilah.”

“Maksudnya?”

“Atau, pertama, beritahu dia. Kedua, biarkan dia melihat dengan matanya sendiri. Kamu tidak perlu mengatakan apa pun yang membuat hatinya lebih panas. Biarkan dia menyimpulkan sendiri apa yang dia lihat.”

Kak Agus benar. Sonata harus menyaksikan sendiri kebersamaan Diaz dengan cewek itu. Tetapi, Maleo bahkan tidak mengetahui jadwal jalan-jalan Diaz. Zizu? Bisa diandalkan tidak sih anak itu? Bagaimana dengan Mir?

“Hei, Pangeran Kodok Meleduk. Kok menghilang? Sudah hangus ya, hehehe.”

“Ehm, belum hangus. Cuma berasap aja.”

“Ahahaha, jadi gimana nasihat Kak Agus, kamu puas? Sebenarnya motivasi kamu memberitahu pacar Putri Rusa selingkuh murni karena kasihan, atau...”

Hening sejenak. Kak Agus menghemat waktu dan memanggil-manggilnya.

“Putri Rusa terlihat bodoh. Bodoh karena percaya begitu saja kata-kata pacarnya. Jika kamu benar-benar mencintai seseorang... kamu tidak akan membiarkannya terlihat bodoh karena sikap dan kebohonganmu.”

Kak Agus cukup terkesan dengan jawaban Maleo, mengingat anak ini baru kelas 2 SMP. Anak SMP sekarang cepat dewasa mungkin karena tontonan televisi.

“Oke, Pangeran Kodok Meleduk, kamu ingin aku putarkan lagu apa?”

Maleo meminta lagu yang sempat dia dengar di stasiun radio lain.

Selamat tinggal sayang, bila umurku panjang, kelak ku kan datang

Tuk buktikan, satu balasan kau jelang,

Jangan menangis sayang, kuingin kau rasakan, pahitnya terbuang sia-sia

Memang kau pantas dapatkan

Daripada teringat dengan Putri Rusa Sonata, Maleo lebih ingat Ibu kandungnya setelah meresapi lirik lagu ini.

Begitu kecil dia mengerti kepedihan Ibu Kandungnya yang berjuang seorang diri membesarkan 2 anak setelah ditinggal selingkuh dengan perempuan lain. Seperti judul lagu milik Cokelat itu, Bapak akhirnya ditinggal istri mudanya setelah kecelakaan.

Sejujurnya, trauma masa lalu pula yang membuatnya benci melihat sikap Diaz pada Sonata.

Orang-orang yang dia cintai harus dicintai dengan kesetiaan dan kesungguhan.

Lihat selengkapnya