-----------------------------------------------------
Di dalam taksi Cempaka, saat menuju ke sekolah, Maleo merenungi kisah cinta pertamanya dan membandingkannya dengan kisah cinta Zizu.
Cerita cinta pertama mereka berbeda. Maleo selalu ingin dekat dengan Sonata, karena bersamanya membuat Maleo bahagia.
Tetapi Zizu sama sekali tak bermimpi dekat dengan Mir. Menatapnya dan memperhatikannya dari jauh saja dia sudah bahagia.
Sebab Mir merasa telanjur menjalani hidup yang tidak begitu baik dan jika Zizu masuk ke kehidupannya, Zizu mungkin akan ‘rusak’ dan terluka.
Seperti yang dialami Sonata.
Dia terluka karena Diaz tak baik.
Jika saja Sonata bersama Maleo, mungkin ceritanya akan berbeda.
***
“Menurutmu... aku orang baik? Atau brengsek?”
Zizu melongo memandangi Maleo yang sudah berdiri di atas dahan. Jadi, Maleo memanggilnya kesini hanya untuk bertanya dia baik atau brengsek?
“Kamu orang baik.”
Maleo tertawa senang. Itu artinya dia tidak akan merusak Sonata seperti yang Diaz lakukan.
“Tapi kamu harus bertanya setidaknya kepada 10 orang untuk menyimpulkan apakah kamu sudah jadi anak yang baik atau brengsek.”
Maleo merengut lagi. Oke, dia akan mengikuti saran Zizu.
***
“Bu, menurut Ibu aku orang yang baik atau buruk?”
Bu Guru merasa terbantu sebab Maleo membawakan buku PR anak-anak ke mejanya, jadi tentu saja dia menjawab, “ikam anak yang baik.”
Dia bertanya lagi pada teman sekelasnya yang dia berikan contekan.
“Ikam anak yang baik, tapi kalau kada memberi contekan, ikam buruk.”
Oke, dia akan lebih ikhlas memberi contekan.
“Kamu rajin membaca buku, dan tak pernah telat mengembalikannya, jadi kamu anak yang baik,” kata Kak Dewi.
“Kamu tak pernah lupa bilang terima kasih waktu kuberi teh dan setelah membayar tarif telepon. Jadi, kamu anak yang baik,” kata Mas Panji.
“Kalau kamu tidak macam-macam, maka kamu anak yang baik,” kata guru olahraga.
“Macam-macam seperti apa?”
“Tidak seperti ABG di Murjani itu. Nongkrong sampai larut malam, balapan motor, merokok, kadang mabuk.”
Maleo mengerti. Dia bertanya pada teman sekelas, guru, dan adik kelas yang dia temui di perpustakaan.
“Kamu anak yang baik karena tidak pernah membolos.”
“Kamu anak yang baik karena belum pernah berurusan dengan polisi.”
“Kamu anak yang baik jika tidak pernah bergosip dan menyebarkan gosip tak benar.”
Dia bahkan memberanikan diri bertanya pada Ibu BP yang pernah memberinya catatan hitam saat berseteru dengan Mir.
“Kamu anak yang baik. Tapi kalau berantem lagi, apalagi dengan Mir yang punya genk genk-an itu... kamu jadi buruk.”
Maleo merasa lega. Lagipula, dia tidak bermusuhan dengan Mir, justru bersahabat.
***
Dan orang terakhir yang ingin dia tanya adalah Sonata yang sedang mengasah kemampuan bergitar di teras rumahnya, Minggu pagi ini.
Maleo baru selesai mengantarkan pesanan kandang burung pada kenalan Bapaknya di area Desa Sekumpul, jadi pulangnya dia lewat jalan di depan rumah Sonata.
“Sona, ada yang ingin aku tanyakan.”
Sonata keheranan mendapati Maleo di depan pagar rumahnya. Dia lalu berdiri di depan pagar yang setengah terbuka, mendekati Maleo yang masih di atas motor barunya bermerk Supra. “Nanya apa? Kamu mencari alamat rumah seseorang?”
“Mmh, bukan. Menurutmu... aku orang yang baik atau buruk?”
Sonata berpikir lalu menengok jam tangan putih merk G-shock KW di pergelangan kirinya. “Kata Adi, mereka tampilnya jam 11,” gumamnya.
Tentu saja Maleo peduli dengan apa yang dicemaskan Sonata. “Kamu sedang menunggu seseorang?”
“Aku ingin Ke Banjarmasin. Mau nonton live band di kafe BJM,” ucapnya pelan.
Maleo merasa ada kesempatan untuk membantu Sonata. “Mau kuantar?”
Sonata merasa ragu. Motor baru Maleo pasti sanggup membawanya ke Banjarmasin, menempuh sekitar 40KM. Tetapi... dia Maleo, si culun itu. Dia agak malu jalan dengannya. Dari yang biasanya jalan sama cowok sekeren Diaz, sekarang Maleo.
“Tadi kamu nanya apa?” Dia mengalihkan pembicaraan.
Tiba-tiba seseorang keluar dari rumah, segera mendekat pada mereka.
“Temanmu?”
“Ee... iya, Pak. Teman di 2.D. Dia ranking 1 waktu kelas 1.”
“Pintar, lah. Katamu tadi kamu ingin belajar bersama hari ini?”
“I~iya, Pak.”
Bapaknya Sonata lalu memperhatikan penampilan Maleo dari sendalnya, celana kainnya, kaos lengan panjangnya hingga wajahnya yang sudah tanpa helm. “Dia terlihat seperti anak baik-baik.” Tak mungkin juga Sonata pacaran dengan anak berpenampilan seperti ini, lanjutnya dalam hati.
Anak baik-baik? Penilaian ke-10 yang memuaskan bagi Maleo.
“Apa pekerjaan Ayah dan Ibumu?”
“Ibu punya usaha Warung Makan dengan menu utama Bebek Panggang di Malang. Bapak tadinya fotografer, tapi sudah pensiun. Sekarang dia usaha jual beli Burung Piaraan, Pakan dan kandangnya.”
“Menarik. Apa cita-citamu?”
Belakangan ini Maleo tertarik dengan segala yang berhubungan dengan teknologi. “Ahli IT, Om.”
“Kamu tidak ingin seperti Ayah dan Ibumu yang pengusaha?”
“Mereka ingin saya mengejar cita-cita sesuai minat dan kemampuan saya, Om.”
Bapaknya Sonata agaknya menyukai Maleo setelah interview mendadak ini.
Sonata tersenyum. Itulah mengapa dia membahas tentang ranking Maleo di awal pembicaraan. Dia mendapat ide.
“Sona, bapak dukung kamu jika ingin belajar bersama temanmu ini. Ingat, UAN nanti raih nilai yang tinggi biar bisa lolos di SMAMA. Minimal nilaimu 22 kalau mau lolos.”
“Iya, Pak. Kalau begitu, aku bersiap-siap dulu.”
Bapak Sonata masuk kembali ke dalam rumah.
“Ta~ tapi aku kesini hanya ingin nanya...” kata Maleo terburu-buru, sebab dia tidak bisa berdusta pada Bapaknya Sonata. Dia tak ada niat mengajak Sonata belajar bersama, dia bahkan lebih nyaman belajar sendiri. “Menurutmu aku orang yang baik atau buruk?”
“Kamu orang yang baik...” jawab Sonata dengan tatapan penuh harap. “...jika kamu mau mengantarkan aku ke kafe itu.”
Maleo luluh karena tatapan tersebut.
Dia lalu mengikuti skenario Sonata, meminta izin pada Ayahnya membawa Sonata dengan alasan untuk belajar bersama dengannya dan teman lain.
***
Pada Bapaknya di rumah, Maleo juga izin belajar di rumah teman.
Respon Bapaknya begitu singkat.
“Ya, belajar yang rajin. Raih kembali ranking 1.” Dan tak menyadari Maleo membawa jaket kulitnya, slayer, kacamata, kaus tangan, untuk bepergian ke tempat yang agak jauh.