Pangeran Kodok Kesandung : Kisah Cinta Pertama 2003

Mariatul Qiftiah
Chapter #13

Chapter XII

-----------------------------------------

Masalahnya, besok dan seterusnya Maleo tak mendengar lagi celotehan seru Sonata saat dia menelponnya. Sonata cuma bertanya, “oh kamu. Ada apa Mal?” dengan suara ogah-ogahan. Lalu Maleo juga tidak tahu bagaimana memulai percakapan.

Berhenti mengagumi Reza, sama dengan berhenti membicarakannya, sama dengan tidak ada hal lagi yang perlu diceritakan pada Maleo. Sonata juga tak punya alasan untuk jalan bersama Maleo lagi.

Maleo merasa tidak berguna.

Sebenarnya, dia harus bahagia atau tidak sih Sonata berhenti mengagumi Reza?

***

 “Kamu... masih suka bermain gitar?”

“Tidak. Kalau aku main gitar aku teringat Kakak yang di SMAMA itu,” jawab Sonata judes lalu masuk ke kelasnya. Maleo sengaja lewat di koridor depan 3.A di jam istirahat hanya untuk menyapa Sonata.

“Maleo, kamu mendingan jangan tanya soal Kak Reza lagi,” ucap Yuna yang masih duduk di kursi itu. “Aku aja gagal membujuknya bermain gitar. Hhh, sayang sekali dia meninggalkan hobinya karena patah hati.”

Maleo jadi ingat saat kelas 2.D, Sonata pergi ke perpustakaan karena hanya pergi ke tempat itu dia tidak akan bertemu Diaz. Untuk menyembuhkan patah hatinya, dia menghindari seseorang atau pun segala yang berhubungan dengan seseorang yang membuatnya patah hati.

Maleo tertunduk. Betul, sayang sekali jika Sonata berhenti bermain gitar, padahal dia suka musik, dan percaya diri di atas panggung.

Lantas, Maleo memikirkan cara untuk membangkitkan semangat berhobi Sonata lagi.

***

“Kamu kan langganan beli Tabloid Bintang Indonesia. Kan ada artikel tentang film. Kamu gunting, kamu klipping, kasihkan ke aku.”

Lama tidak bertemu secara rahasia dengan Maleo di bawah pohon ini. Sekalinya bertemu lagi, Maleo memintanya menggunting tabloid kesayangannya hanya untuk Sonata. Zizu sedikit jengkel.

“Aku tahu Sonata suka nonton film. Tapi, bukannya dia tak begitu suka membaca? Maksudku... saat di perpustakaan saja, dia membaca majalah... yang dia lihat zodiak, berita tentang artis-artis, katalog fashion...”

“Pokoknya lakukan! Besok kamu harus kesini lagi sepulang sekolah. Kamu pergi duluan sana.”

“Kenapa tidak kamu ajak dia nonton film bareng, atau beliin DVD di toko yang ada di Banjarbaru. Kenapa cuma menyuruhnya membaca artikel, kenapa tidak nonton bersamanya saja?”

Maleo sudah berdiri karena tak sabar ingin pulang, tetapi ide Zizu membuatnya tercenung. Boleh juga sarannya.

“Oke. Pertemuan kita sampai di sini. Sana pergi.” Dia mendorong bahu Zizu, membuat Zizu nyaris terjerembab.

Zizu menatapnya kesal, tetapi dia tetap pergi.

*** 

Maka sepulang sekolah, hari Sabtu itu, Maleo segera memecahkan tabungan berbentuk Ayam dari tanah liat dan menghitung isinya. Dia ingin membeli DVD original film Indonesia terbaru untuk Sonata. Dia pamit pada Bapaknya, lalu Bapaknya meminta Maleo sekalian mengambil pakan burung yang sudah dia pesan di toko langganan.

Toko DVD yang ada tak jauh dari Lapangan Murjani ini sedang banyak pengunjung, semuanya anak muda. Tak hanya DVD Original film, dia juga bisa membeli kaset musisi Indonesia juga luar negeri.

Maleo tidak tahu jenis film seperti apa yang Sonata sukai. Solusinya, dia memperhatikan 2 cewek seumuran Sonata, dan mengambil DVD film yang sama. Dia harap Sonata akan terhibur.

Dia bergegas menuju rumah Sonata, menggedor pintu pagar, dan Ibu Sonata bilang Sonata sedang di rumah Yuna. Tanpa pikir panjang, Maleo menyusulnya.

*** 

Kakaknya Yuna, Yusuf, yang kuliah di Unlam menyambut DVD itu. Mereka tidak punya DVD Player tetapi punya perangkat komputer yang bisa memutar DVD. Komputernya ada di kamar Yusuf.

“Aku mau minta Bapak beliin komputer. Canggih ya, bisa mutar DVD.”

Maleo duduk paling belakang, paling diam di antara semua. Yusuf sudah pergi karena dia tak begitu suka film romance.

“Musisi yang bikin lagu dan musiknya ini sama dengan yang bikin Ada Apa dengan Cinta, makanya keren parah.”

“Cowok idamanku yang kayak Adit. Jutek tapi bikin penasaran, hehe.”

“Ah kalau aku tidak suka. Aku mau yang keren, ramah dan romantis.”

“Kayak Diaz, donk.”

“Yuuun, jangan sebut-sebut dia,” gerutunya. “Eiffel im in Love. Gila! Aku juga ingin, seseorang menembakku di dekat menara Eiffel.”

“Nanti aku ajak kamu kesana,” timpal Maleo cepat.

Yuna dan Sonata menatapnya skeptis. Mereka tidak menanggapi sama sekali.

“Duuuh, lagunya juga keren. Bulan kedua itu pertama kudengan kamu, dua hati berpaut suka. Aku pingin deh kayak Melly Goeslaw dan suaminya Anto Hoed yang bisa bikin lagu buat fil~.”

“Kamu bisa jadi pembuat soundtrack film,” timpal Maleo cepat. “Aku akan mendukungmu.”

Sonata hanya melirik sekilas ke arah Maleo. Begitu pun Yuna. Mereka lalu membicarakan tentang betapa romantisnya kota Paris.

Tetapi, respon dingin mereka yang berulang itu justru membuat Maleo berkomitmen untuk membuktikannya suatu hari nanti.

Dia tidak seremeh itu.

***   

Film sudah selesai. Maleo senang melihat mood Sonata yang terlihat baik setelah menonton ini. Sonata juga berterima kasih pada Maleo yang telah meminjamkan DVD untuknya.

Saking bahagianya, Maleo pulang tanpa membawa pakan Burung pesanan Bapaknya. Bapaknya tentu tak senang.

“Kalau kamu tidak bisa, Bapak kan bisa nyuruh Acuy. Terkadang orang lain lebih bisa diandalkan dibanding anak sendiri.”

“Maaf, Pak,” tuturnya gugup, tak sadar menggoyangkan tangan yang dilipat di belakang.

Bapak melihat DVD yang ditenteng Maleo lalu mengambilnya. “Untuk apa beli DVD ini? Kita tidak punya DVD Player. Ini mahal, kan? Kenapa kamu membeli barang tak berfaedah begini? Kasian kakakmu yang bekerja untuk membiayai sekolahmu. Mencari uang itu tidak gampang.”

Maleo tertunduk. Hatinya meringis merasa bersalah. Kecuali mencuci kaos kaki dan sepatu, Maleo termasuk disiplin dan cekatan melakukan pekerjaan apa pun. Kesalahan seperti ini mungkin masih bisa dianggap santai oleh sebagian orang---contohnya orang seperti Mir---tetapi bagi dia ini harus direnungkan dengan mendalam.

Apalagi, Bapak bukan tipikal Ayah yang perhatian, cenderung cuek, jadi mengomel seperti ini hanya disaat dia benar-benar kecewa.

“Bapak terpaksa memberi tahu Ibumu. Fokus sekolah saja.”

Maleo masuk ke kamarnya sambil menangis. Walaupun gaya bicara Ibu terdengar lembut, Ibu sangat tegas untuk masalah pendidikan dan uang. Orang-orang berpikir, Bapak lebih galak. Sebetulnya, Ibu lebih galak.

Padahal, dia ingin sekali membeli DVD film berikutnya demi membahagiakan Sonata. Tetapi jika keadaannya seperti ini, dia harus mencari cara lain.

***

Maleo berhasil menjual DVD itu atas bantuan Kak Dewi. Perempuan yang baru saja memiliki anak itu menjualnya kepada seorang teman yang memiliki usaha penyewaan DVD dengan harga miring. Dia juga memberi saran untuk menyewa DVD saja. Maleo bersyukur masalahnya teratasi.

Barangkali, mengenalkan hobi baru pada Sonata---menonton DVD film di rumah Yuna---bisa membangkitkan gairah hidup Sonata yang ceria itu lagi.

Sonata ceria, dia pun bahagia.

***

Sayangnya, memasuki bulan April, Sonata tidak diperbolehkan keluar rumah bahkan untuk belajar bersama, karena dia harus fokus dan konsentrasi untuk menghadapi UAN. Tak hanya Ayah Sonata, Ayah-ayah lain pun memberlakukan peraturan yang sama untuk putra-putrinya. Tak diperbolehkan jalan, membuat Sonata mengeluh jenuh.

“Aku juga tidak terlalu ngoyo mendapat nilai UAN yang tinggi lagi. Di SMAMA ada Kak Reza, jadi kupikir aku ingin di sekolah lain saja. SMKN 1 tak kalah keren. Deket, lagi.”

“Tapi kalau nilaimu bagus, kamu bisa memilih SMA mana pun.”

Lihat selengkapnya