Kerajaan Arclight – permata di barat, seindah dongeng yang tak pernah berakhir.
Di ujung barat benua, berdiri negeri yang tampak seperti lukisan musim semi abadi. Langitnya senantiasa bercahaya dengan warna mawar senja. Menara marmer menjulang bak simfoni putih, memeluk langit. Festival bunga seakan tak pernah usai—karena waktu pun, mungkin, jatuh cinta pada tempat ini.
Di istana, lantai dansa bergema musik harpa. Tawa para bangsawan tercampur wangi mawar dan anggur. Semuanya tampak sempurna. Dan di tengah kesempurnaan itu… hadir seorang pangeran.
—
Pangeran Perak yang Menawan
Senja menaburkan cahaya emas di jalanan ibu kota. Kelopak sakura berjatuhan seperti salju merah muda. Di balik kerumunan rakyat yang berbinar, terdengar nama yang membuat udara bergetar lembut:
“Pangeran Lune!”
“Cahaya Arclight telah kembali!”
Di atas kuda putihnya, seorang pemuda dengan rambut perak seindah cahaya bulan tersenyum lembut. Satu lambaian tangannya bagaikan sihir. Kelopak bunga dilempar ke arahnya… seolah waktu ingin berhenti di detik itu.
Lune Arclight.
Putra mahkota.
Pahlawan muda.
Pemuda yang… katanya, dicintai seluruh dunia.
Ia bukan pulang membawa kemenangan dari perang berdarah, hanya menjaga kedamaian di perbatasan. Tapi… senyumnya cukup untuk membuat hati rakyat damai.
—
Dua Gadis yang Menyambutnya
Di gerbang istana, dua gadis telah menunggu sejak pagi. Angin menerbangkan helai rok mereka seperti kisah yang menari.
Rubea—tunangan pangeran, berlari lebih dulu. Rambut birunya berkilau seperti safir basah di bawah matahari senja.
“Lune! Kau kembali tanpa luka... aku khawatir sekali...”
Rubea memeluknya erat, tanpa malu. Lune terkejut ketika Rubea memeluknya. Di pelukannya, Lune membalas dengan ketenangan seorang ksatria yang pulang.
“Aku kembali,” bisiknya, menepuk lembut punggungnya.
“Aku sangat merindukanmu… Lune. Kenapa kau tidak pulang lebih cepat?”
“Aku ingin pulang secepatnya, Rubea. Tapi di utara, situasi masih tak stabil. Kerajaan Darkness sedang dalam kekacauan. Kami harus tetap siaga.”
“Dan sekarang?”
“Untuk saat ini, semuanya aman. Aku akan melindungimu.”
Wajah Rubea memerah, seperti kelopak mawar yang disentuh matahari.
Namun tiba-tiba ada tangan kecil menarik ujung lengan Lune. Di sisinya, seorang gadis kecil berdiri malu-malu. Wajahnya seperti porselen lembut yang mudah retak oleh khawatir.
Lys, adik perempuan Lune, bicara pelan:
“Kakak, apakah kau baik-baik saja?”
Lys kecil memeluk pinggang Lune dengan riang. Lune tersenyum dan melepaskan pelukan Rubea, lalu berlutut untuk memeluk adiknya.
“Lys…”
“Kau datang menyambut, Kakak?”
“Tentu. Aku baik-baik saja.”
“Kakakmu kuat,” tambahnya lembut, mengusap rambut gadis kecil itu.
“Aku senang… Kakak baik-baik saja.”
“Istana sepi tanpamu, Kakak…”
“Maaf, Lys. Kakakmu juga rindu. Kita akan main bersama lagi, ya?”
“Benarkah? Janji ya?” ucap Lys sambil menggenggam jari kakaknya.
“Tentu. Kapan Kakakmu pernah membohongimu?”
“Hore!”
Rubea memperhatikan dari belakang. Ada bayangan rumit yang sesaat menyelimuti wajahnya, sebelum ia menghapusnya dengan senyum sopan.
Lune menggenggam tangan kedua gadis itu dengan lembut.
“Aku pulang… terima kasih telah menyambutku.”
—
Istana yang Menyambut Cinta
Lune, Rubea, dan Lys berjalan bersama. Langkah mereka seperti barisan mimpi di lantai marmer. Para pelayan menunduk. Ksatria memberi hormat. Lune membalas semuanya dengan senyum yang begitu hangat.
Ketika mereka tiba di aula besar, para bangsawan berdiri. Tepuk tangan bergema seperti hujan bunga.
“Sang Putra Mahkota telah kembali!”
“Pangeran Lune… calon raja yang tiada duanya!”
Di ujung aula, Raja dan Ratu berdiri. Cahaya senja melukis wajah mereka dalam siluet emas.
Lune membungkuk anggun, diikuti Rubea dan Lys.
“Aku kembali, Ayah Raja.”
“Aku kembali, Ibu Ratu.”
“Selamat datang, putraku,” sambut Raja dan Ratu serempak.
Ratu menatapnya dengan kelembutan seorang ibu.
“Bagaimana perjalananmu di utara, sayang?”
“Lancar, Ibu Ratu. Tapi keadaan di sana… belum stabil. Kerajaan Darkness masih kacau. Raja baru telah dipilih, tapi rakyat belum menerima.”
Wajah Ratu menggelap sejenak, tapi Raja menenangkan dengan tepukan lembut.
“Lune sudah memenangkan banyak perang. Aku percaya padanya.”