Pangeran Perak Hanya Tahu Dicintai

Eldoria
Chapter #10

Vol 1 Bab 10: Ayo Main Kak

"Jika suatu hari aku bisa memelukmu lagi…

Jangan tertidur terlalu lama, ya, Kakak…"

Karena bunga di taman sudah mulai mekar,

dan adik kecilmu masih menunggumu bermain rumah-rumahan...

Hari ini langit cerah, Kakak.

Dan Lys tidak menangis lagi.

Tapi itu karena semua air mata sudah habis…

Jadi... cepatlah bangun,

sebelum musim panen datang tanpa Kakak."

POV: Lune

Setahun yang Lalu — Hari Rekrutmen Pelayan Istana

Di koridor panjang sisi timur istana, tampak seorang pria dengan penampilan sedikit… aneh. Rambutnya acak-acakan, wajahnya teduh tapi penuh tanya, dan pakaian administrasi yang jelas terlalu longgar untuk tubuhnya. Ia bersandar pada tiang sambil memegang clipboard lusuh dan sesekali menghela napas pelan, seolah menyembunyikan kejenuhan yang tenang.

Tentu saja, itu Lune. Tapi tidak ada yang tahu.

Sihir penyamar persepsi membuat semua orang hanya melihatnya sebagai petugas kantor bosan yang sedang keluyuran di jam istirahat.

Dan reaksi mereka pun… sesuai harapan.

“Maaf, Tuan. Kalau Anda bukan bagian dari seleksi, silakan tinggalkan ruangan.”

“Jangan ganggu kami bekerja, nanti saya panggil penjaga.”

Lune hanya membalas semuanya dengan senyum tipis yang terlalu lelah untuk menyalahkan siapa pun. Dalam diam, ia menilai satu per satu. Tatapan matanya menelusuri bagaimana setiap kandidat bekerja: cara mereka menjawab, mengatur barang, menahan stres, dan… memperlakukan orang asing.

"Semuanya melihatku sebagai orang aneh," batin Lune, "Yah, mencurigai orang asing itu wajar. Tapi sinisme? Itu pilihan."

Hingga… dia melihatnya.

Seorang gadis dengan rambut hijau tua yang diikat sederhana, mata emas yang tajam tapi sopan, sedang menyusun arsip dengan cekatan.

Gadis itu menyadari sedang diperhatikan. Dia berhenti sejenak, menoleh ke arah Lune dengan ekspresi tak nyaman namun tetap sopan.

“Apakah ada sesuatu yang Anda inginkan, Tuan?” tanyanya lembut, “Jika tidak ada, saya akan kembali bekerja.”

“Tidak, abaikan saja aku,” jawab Lune, sekali lagi dengan senyum tipis itu.

Gadis itu menunduk kecil dan kembali fokus.

Lune menatapnya lebih lama.

"Setidaknya… dia tidak membentak."

"Anna… ya, nama yang cocok untuk mata emas sehangat matahari sore."

Ia membuka daftar dan melihat:

No. 17: Anna – Magang Pelayan Administrasi.

“Gadis yang baik,” pikir Lune sambil menandai daftar di tangannya, “Baiklah, aku sudah putuskan…”

Namun sebelum ia bisa menuliskan catatan berikutnya—

“KAKAAAK!!”

Sesuatu yang ringan dan hangat menabraknya dari belakang. Dua lengan kecil melingkar di pinggangnya, dan kepala mungil menggelendot manja ke pinggang jubah penyamarannya.

“Lys?!” Lune langsung panik, buru-buru menoleh ke belakang.

Dan di sanalah dia, Lys kecil, berdiri sambil memeluknya erat. Senyumnya… seperti matahari setelah hujan sore. Cerah, polos, dan begitu tulus.

“Kakak lagi ngapain? Yuk main!”

Lune melongo. Matanya membelalak pelan.

“Lys, kok kamu tahu ini Kakak? Kakak kan nyamar.”

Lys cemberut sebentar, lalu mengangkat dagu tinggi-tinggi dengan gaya bangga anak kecil.

“Eeeh! Kakak tuh aneh banget! Walaupun nyamar, jalannya Kakak masih sama, terus Kakak suka nunduk terus liatin orang diem-diem… Lys hafal banget!”

Lune terdiam sejenak, lalu tertawa kecil. Ringan, lega, seperti baru ingat caranya bernapas.

Ia menepuk kepala adiknya pelan.

“Benar juga… Kakak nggak bisa bohongin Lys kecil, ya?”

“Iya! Kakak payah nyamarnya!” jawab Lys sambil terkikik.

“Jadi, mau main apa hari ini?”

“Main rumah-rumahan!” Lys langsung bersinar. “Kakak jadi Kakak tua yang suka berkebun. Lys jadi adik kecil yang bantuin panen~!”

Dan seperti itu saja… mereka menghilang ke taman.

Di bawah sinar matahari musim semi, dua sosok itu bermain seperti dunia hanya milik mereka. Lys tertawa ketika Lune mengejarnya karena memetik apel yang belum matang.

Lune pura-pura kesal. Lys pura-pura lari jauh. Tapi pada akhirnya, mereka sama-sama rebah di rerumputan hangat, menatap langit biru seperti lukisan.

“Kalau nanti aku jadi raja, kamu tetap boleh memerintahku di hari Minggu,” canda Lune.

Lys tertawa kecil.

Dan di momen itulah… waktu membeku sebagai kenangan yang terlalu indah untuk dilupakan.

Lihat selengkapnya