Dari kursinya, dia masih asyik mengamati Rani melayani beraneka ragam polah penumpang. Senyum pria berbibir tipis maskulin itu tak jua pergi. Hatinya tiba-tiba bersenandung menyaksikan seorang wanita muda, berwajah tegas dan terkesan mandiri. Tapi tetap terlihat lembut dan memiliki stok kesabaran yang tiada habisnya. Tentu saja lebih dari itu dia juga cantik dengan mata bulat cerlingnya yang sedikit sayu. Baru kali ini dia peduli pada sosok pramugari dalam pesawat yang selalu ia naiki. Biasanya sih setelah memasukkan tas ke bagasi, dia langsung memejamkan mata dengan cueknya. Berharap begitu bangun pesawat sudah mendarat di Jakarta.
“Excuse me Sir. Chicken or Lamb? Pramugari lain tiba-tiba menyadarkannya dari pengamatan diam-diamnya.
"Lamb, jawabnya berusaha membuka mata. Pramugari tersebut segera memberi pesanan yang ia minta.
"Coffee or Tea?" tanya pramugari lagi.
"Mineral water please," jawabnya sambil menyantap makan siangnya dengan lahap. Sang pramugari pun memberikan apa yang ia minta, sebelum akhirnya permisi dengan senyum semanis permen di bibir mungilnya. Setelah selesai makan, ia pun kembali memejamkan matanya. Tapi sulit, karena suara pramugari bermata indah dan berhidung bangir tersebut kembali mengusiknya.
"Maaf Pak, ada yang bisa saya bantu."
"Saya tidak suka ayam atau kambing Mbak. Ada gak lauk yang lain aja?"
"Maaf, tidak ada lauk pengganti Pak," sesal Rani karena tidak bisa memenuhi pesanan si Bapak, salah satu penumpang ekonomi.
"Terus, saya makan pakai apa dong? Masak cuma makan nasi doang? "
"Tapi menunya udah dari sananya disiapin begitu Pak," Erna menjawab agak kesal. Dia benar-benar tidak bisa sabar bila ada penumpang yang minta lauknya diganti segera. Ke mana awak cabin harus mencarinya, karena di pesawat kan tidak ada warteg!
"Tapi saya tidak suka makan ayam dan kambing Mbak," jawab si Bapak tidak mau kalah. Suasana semakin panas, ditambah wajah Erna yang terlihat mulai berasap.
"Kebetulan saya bawa ikan wader cryspi. Mungkin Bapak bisa makan dengan lauk ini," tiba-tiba pria bertopi kupluk menyodorkan cemilannya. Rani dan Erna bernafas lega.
"Terima kasih ya." Rani memasang seulas senyum semanis mungkin tanda terima kasih. Akhirnya....Diam-diam Erna memperhatikan betapa lirikan mata pria bertopi kupluk beralis tegas itu tak pernah beranjak menatap Rani sedari awal naik pesawat.
"Ran, kayaknya dia naksir tuh," goda Erna.
Rani hanya diam dengan pipi yang tiba-tiba bersemu merah karena malu. Lalu cepat-cepat mengalihkan pembicaraan.
"Aku ke pantry dulu ya Er, ada kerjaan yang belum selesai."
Tinggallah Erna dengan rasa gemes bercampur penasaran di kepalanya.