Rani memandang hamparan sawah dan ladang-ladang hijau disepanjang jalan menuju rumah Simbahnya. Matanya disegarkan oleh warna-warna surga yang mendamaikan sejauh mata memandang. Membuat hatinya ikut terasa damai dan sedikit tentram, setelah tadi di rumah dadanya terasa agak panas karena kelakuan saudara tirinya. Tak terasa, ia akhirnya sampai di desa Giri Tengah tepatnya di dusun Mijil desa Giripurno. Simbah yang melihat kedatangannya, menyambutnya hangat sambil tertawa senang.
“Pakne, ini loh ada cucumu, Simbah memeluknya erat saking senangnya. Sudah hampir 3 bulan ia tidak datang berkunjung karena sibuk.
Kakek yang sedang sibuk mengamplas kayu sebelum dibentuk menjadi topeng buto, tak kalah girangnya mendengar teriakan istrinya dari luar rumah. Segera ia letakkan kayu beserta amplas ditangannya.
“Oh, cucu kakek sayang, mari masuk pasti kamu capek sudah jauh berkendara dari rumah. Bikinin teh cucunya mbah, ucap kakek dengan mata berbinar sebelum memeluknya.
“Kebetulan simbah bikin wedang ronde kesukaanmuNduk.
Tak lama, sebuah mangkuk ayam berisi kolang-kaling, biji salak, sejumput roti tawar dan irisan kacang tanah tersaji. Rani menghirup aroma jahe yang keluar dari air wedang ronde dihadapannya. Tanpa menunggu lagi, ia pun menyendokkan isi wedang ke mulut sembari mengunyah dan meminum airnya yang terasa hangat di lidah dan tenggorokannya. Ia begitu menikmati wedang ronde simbah, yang rasanya jauh lebih enak dari wedang yang pernah ia cicipi di alun-alun kidul.
Rani sangat bahagia masih bisa merasakan kehangatan kasih sayang simbah dan kakeknya. Ia merasa seolah-olah almarhum ayahnya sedang berada di dekatnya, bila mendengar suara kakek yang sangat mirip dengan ayahnya. Membuatnya serasa bertemu dengan ayahnya langsung. Di tengah rasa bahagia, Rani lalu ingat buah tangan yang sengaja ia bawa untuk kakek dan simbahnya.
“Wah, makasih ya Sayang, simbah memegang tas untuk mengaji dan sebuah gaun darinya. Begitu juga kakek, langsung memeluknya sambil mengucek-ucek rambutnya dengan sayang. Begitu menerima oleh-oleh berupa barang-barang souvenir antik kesukaannya.
“Kakek lagi banyak orderan nih, tanya Rani sambil menggelayut manja seraya memandang jajaran beberapa buah patung yang tergantung di tembok rumah. Gigi patung dibuat bertaring dengan rambut benang wool terjuntai ke bawah. Sebagian ada patung buto juga yang dibuat bertanduk.
“Alhamdulillah Cah Ayu, gak hanya wisatawan lokal, turis asing juga banyak yang suka. Meskipun mereka lebih banyak yang tertarik dengan miniatur topeng untuk gantungan kunci ya Pakne, jawab simbah sambil meletakkan sepiring getuk warna-warni bertabur kelapa. Membuat Rani tak sabar dan segera mencomotnya meskipun masih panas.
Rani ikut senang mendengar kemajuan usaha kerajinan kakek yang sudah ia rintis lama. Bahkan satu-satunya pengrajin topeng buto di desa Giri Tengah. Biasanya wisatwan lokal lebih banyak yang mencari topeng buto ukuran besar untuk perlengkapan tari tradisional, selain untuk di koleksi. Oh ya, kakek yang dibantu dua orang pekerja tak hanya membuat miniatur buto, tapi juga membuat miniatur kura-kura dan gajah. Kayu pule (jenis kayu yang tidak keras) sebagai bahan dasar pembuatan topeng, tersusun di halaman rumah kakek dalam jumlah cukup banyak. Tentu saja sebelum menjadi topeng yang siap dijual, bahan kayu ditatah atau dipahat lebih dulu, kemudian diamplas dan dimeni alias dibentuk sebelum akhirnya di cat. Kakek memang tak jauh beda dengan ayah, seorang pekerja keras dan tak bisa duduk diam meskipun usianya mulai senja.
“Rani mau nginap disini boleh ya Kek. Soalnya besok pengen ke puncak Suroloyo pagi-pagi.