Rindu Yang Tak Pernah Diam

Iir
Chapter #9

Sugeng Makarya!

Pagi ini Rani bersiap-siap untuk kembali terbang menuju Turki. Semangat dan pikirannya yang telah di charge saat cuti, fresh kembali. Senyum manis mengembang tulus dari wajahnya, menyapa para rekan awak cabin dan penumpang.

“Selamat pagi, sapanya ramah. Namun senyum itu tiba-tiba mengendur ketika seorang pria yang selalu membayanginya membalas senyum dan sapanya diantara penumpang lainnya yang akan terbang juga. Siapa yang menyangka, kalau ia akan kembali bertemu dengannya di pesawat menuju Turki. Tak mungkin kan, dia pindah penerbangan mendadak? Demi melihat pria yang selalu ingin ia hindari kembali membuntutinya, entah karena sengaja atau kebetulan. Tapi kayaknya karena alasan pertama deh, gerutunya. Hohoho...

“Pagi juga Mbak cantik, senangnya bisa bertemu lagi jawab pria itu dengan senyum dikulum. 

Dari kejauhan, Rani melihat Erna menatap kearahnya sambil senyum-senyum salah tingkah. Sepertinya Rani tahu siapa dalang dibalik semua ini, Erna! Kalau tidak, darimana pria ini tahu dia akan kembali terbang jurusan Jakarta-Turki. Awas ya, kamu Er, sungut Rani dalam hati. 

“Kenapa sih, kamu penasaran banget ama saya? balas Rani. Mukanya yang manis bak gula, akhirnya berubah sedikit kecut di pagi yang merona indah bersemukan awan.

“Makanya, jangan bikin saya penasaran terus dong, jawab pria itu santai tanpa merasa bersalah. Sebelum memasuki ruang pesawat kelas eksekutif dan mencari no seatnya. Rani spechless untuk yang kedua kalinya. Namun cepat-cepat ia buang rasa kesalnya, karena tak baik bila penumpang melihat roman wajahnya yang keruh. Profesional dong Ran! Bisik hatinya mengingatkan. Lalu spontan ia stel kembali wajah ramah dan senyum tulusnya. 

Ketika Rani selesai melayani penumpang di kelas ekonomi, ia beranjak ke kelas yang lebih mahal, dimana Rama menjadi salah satu penumpangnya.

“Ngomong-ngomong, pengamen sanggup juga yah, naik pesawat. Kelas eksekutif lagi, ledek Rani membalas.  

“Hohoho..Saya kan beda, pengamen kelas atas gitu loh. Jangankan cuma naik pesawat eksekutif, pesawatnya sekalian bisa saya beli, balas pria itu sombong sambil mendekapkan kedua tangannya, dan menaikkan kaki kanannya diatas kaki kirinya. Tentu saja senyum jahilnya tak pernah ketinggalan menghiasi bibir tipisnya. Rani makin bête, dan ingin segera berlalu. Tapi tiba-tiba sebelum kakinya beranjak, dari sosok laki-laki yang ingin ia jauhi sejauh-jauhnya,

“Mbak, bisa minta tolong gorden jendelanya di tutup? pinta seorang ibu setengah baya yang duduk di sebelah pria tersebut, di kursi dekat jendela. Rani pun segera mengangguk ramah dan meminta permisi dengan sedikit kikuk agar bisa lewat. 

Tak lama, terdengar suara pilot mengucapkan pengumuman. Mengapa suara pilotnya terbata-bata dan tidak mengalir lancar seperti biasanya? Sepertinya ada yang janggal. Sementara sang pria yang selalu mengikuti Rani juga ikut heran, kembali duduk gelisah sambil membuka matanya lagi. Sementara Rani makin bingung mendengarkan suara pilot memakai bahasa Inggris yang kurang jelas. Padahal biasanya lancar jaya dan menggunakan bahasa Indonesia lebih dulu, baru ke Inggris. Ia juga melihat para penumpang yang duduk di dekatnya terlihat resah dan memasang wajah was-was.

Tanpa menunggu lagi, pria itu segera bangkit dari kursinya dan meminta Rani membawanya menuju kokpit. Bersama copilot dan awak cabin lainnya, mereka melihat keadaan pilot yang sebenarnya. Ternyata dugaan mereka tak meleset sedikitpun. Setengah sadar pilot yang tengah mabuk tersebut mencoba menyetir pesawat. Setelah mendapatkan teguran, akhirnya pilot yang di duga tengah mabuk tersebut segera dibawa keluar. Lalu diturunkan dan dibawa ke mobil memakai penutup kepala. Akhirnya pesawat diterbangkan oleh pilot yang baru. 

“Pantes saja ngomongnya terdengar ngawur di kuping, ucap Rani.

“Makasih yah. Tanpa inisiatipmu, entah bagaimana nasib para penumpang dibawa terbang oleh pilot yang tengah mabuk berat itu, ucap Rani penuh terima kasih.

Lihat selengkapnya