PANGGIL SAJA AKU BUNGA

Nengshuwartii
Chapter #5

PERTEMUAN

Hari ini, Sabtu, 7 Februari 2015.

Jakarta seperti baru saja meneguk segelas energi baru, mall-mall seakan bernapas lebih cepat dari biasanya. Lampu-lampu terang menyala sejak senja, mengundang ribuan langkah masuk, bergerak, dan berburu diskon dalam midnight sale yang akan berlangsung hingga lewat tengah malam.

Valentine tinggal seminggu lagi.

Dan momen ini membuat seluruh penjuru mall berubah menjadi lautan manusia, pasangan muda yang tertawa, suami yang pasrah mengikuti istrinya memilih hadiah, orang tua mencari kado untuk anak-anak, dan mereka yang sekadar menikmati suasana gemerlap penuh potongan harga.

Di tengah hiruk pikuk itu, SPG dan SPB bekerja seperti mesin yang dipaksa berjalan tanpa henti. Lift terus naik-turun, troli penuh barang melintas cepat, suara pengeras membuat pengumuman diskon terdengar tiap beberapa menit. Departemen store malam ini bukan sekadar tempat belanja, ia berubah menjadi arena yang menguji tenaga, kesabaran, dan mental semua pekerja di dalamnya.

SARAH & LARASATI: LELAH YANG TAK BISA DIPILIH

Sarah bekerja di ladieswear, bagian yang paling ramai setiap kali ada promosi besar. Brand tempatnya bekerja mengeluarkan banyak model baru yang harus dipasang, di display, ditawarkan, dan dipastikan habis terjual malam ini. Target bulan ini menumpuk di punggungnya, menekan dadanya.

Di sisi lain lantai, Larasati sibuk dengan bagian pakaian laki-laki, berlari ke kasir, mengambil ukuran, mengejar customer yang mau mencoba tapi malas kembali ke fitting room. Rambutnya sudah lepek, makeupnya sudah hilang setengah, tapi senyumnya tetap dipaksakan untuk bertahan.

Mereka tahu ritme kerja seperti ini.

Tapi malam ini berbeda, lebih padat, lebih melelahkan, dan lebih menguras tenaga dari biasanya.

Tak ada waktu untuk istirahat.

Tak ada waktu untuk duduk sebentar.

Bahkan sekadar minum pun mereka lakukan sambil berjalan.

WYDIA: LANGKAH SUPERVISOR YANG TAK PERNAH BERHENTI

Di tengah keramaian itu ada Wydia, Supervisor Departemen Store, wanita tinggi, berkelas, senyumnya manis, tutur katanya lembut. Ia mondar-mandir dari lantai satu hingga lantai lima, memastikan semua berjalan sebagaimana mestinya.

Sebagai atasan, ia tak bisa duduk.

Sebagai pemimpin, ia tak boleh terlihat lelah.

Sebagai perempuan, ia tak boleh terlihat rapuh.

Ia berjalan ke kanan, ke kiri, meninjau sudut-sudut store, memperhatikan setiap customer, memantau bagaimana SPG dan SPB melayani pembeli. Spa day? Cuticle care? Self-care?

Lupakan semua itu. Midnight sale adalah dunia lain, dan Wydia berdiri di garis depan.

ROOFTOP: TEMPAT PELARIAN YANG SAMA

Pukul 02.00 dini hari, mall akhirnya mulai sepi. Lampu-lampu toko mulai diredupkan satu per satu. Para pekerja menutup meja display, menyusun kembali baju-baju yang tersisa, dan menghitung sisa tenaga untuk pulang.

Wydia naik ke rooftop, tempat favoritnya.

Tempat di mana angin malam terasa seperti hadiah setelah bekerja puluhan jam. Ia membeli kopi dingin dan duduk sebentar, membiarkan pikirannya tenang.

Tanpa ia sadari, Sarah juga naik ke rooftop, merokok untuk mengusir stres. Tak jauh darinya, Larasati berdiri memandangi lampu kota sambil menghirup dalam-dalam udara malam.

Mereka bertiga berada di tempat yang sama.

Sama-sama lelah.

Sama-sama ingin berhenti sejenak dari kehidupan yang tak memberi jeda.

Hingga Wydia melihat Sarah membuang puntung rokok sembarangan dan spontan menegurnya.

Lihat selengkapnya