Pagi itu terasa berbeda. Entah kenapa, udara seperti membawa semangat baru bagi Wydia, Sarah, dan Larasati. Mungkin karena hari ini adalah hari yang mereka tunggu, hari yang jadi bahan obrolan sejak semalam. Hari di mana setelah selesai midnight sale, mereka bertiga punya janji masing-masing: Wydia akan bertemu lelaki yang ia cintai, Sarah berharap bertemu seseorang yang membuat jantungnya berdebar sejak lama, dan Larasati akhirnya akan bertemu sahabat dekatnya yang sudah lama tak ia jumpai.
Setiap dari mereka membawa harapan kecil dalam hati.
Walaupun berbeda alasan, tapi mereka bertiga sama-sama ingin malam itu menjadi malam yang berarti.
Sejak Mall buka pagi itu, Departemen Store sudah ramai luar biasa. Musik promo berbunyi keras, pengunjung lalu-lalang dari lantai satu hingga lima, dan para SPG–SPB tak berhenti bergerak.
“Gila ya, pagi-pagi begini udah rame aja.” keluh Sarah sambil mengikat rambutnya cepat-cepat sebelum kembali ke area ladieswear.
Larasati yang baru saja selesai menata pakaian di bagian menswear ikut menimpali,
“Hari Valentine, Sar. Orang kalau udah urusan kasih sayang tuh, bisa lupa waktu.”
Sarah tergelak.
“Iya juga ya. Tapi sayang gua masih sendiri, jadi kasih sayang paling deket cuma dari rokok.”
“Eh jangan ngomong gitu,” sahut Larasati sambil menepuk pelan bahunya. “Yang jomblo bukan lo doang. Tapi tenang, lo tetap kece kok.”
Sarah tersenyum kecil.
“Thanks, Las. Lo juga.”
Sementara itu, di sisi lain floor, Wydia pusing bukan main. Sebagai supervisor, hari-hari besar seperti ini adalah neraka baginya.
Belum juga jam menunjukkan pukul 11 siang, dua karyawannya sudah ribut hebat, meja pajangan berjatuhan, boneka manekin pun sempat tersenggol dan nyaris patah.
“KALIAN INI KENAPA SIH?” suara Wydia meninggi, membuat beberapa SPG menoleh takut-takut.
Office boy dan karyawan yang bertengkar itu saling tuduh, saling tunjuk.
“Dia yang salah Bu, dia narik keranjangnya tiba-tiba!”
“Enggak, dia yang nyuruh saya buru-buru!”
Wydia memijat kening keras-keras.
“Kenapa harus HARI INI kalian ribut? Midnight sale! Orang rame! Kerjaan numpuk! TOLONG pakai otak!”
Keduanya diam, menunduk.
“Dua-duanya saya skors. Dan kerusakan barang kalian tanggung jawab.” tegasnya.
Saat kedua orang itu pergi, Wydia mengusap wajahnya pelan, lalu bergumam lirih,
“Kenapa perasaan gua jadi nggak enak ya hari ini…”
Waktu berlalu cepat. Ramainya pengunjung membuat Sarah dan Larasati tak sempat cek hp. Bahkan untuk minum pun mereka harus mencuri waktu saat tak ada pelanggan.
Di sela–sela melayani customer, Larasati berbisik ke Sarah,
“Lo nanti jadi kan ketemu cowok yang lo suka itu?”
Sarah memerah.
“Ih iya… deg-degan banget sumpah.”
“Semoga nggak PHP ya.” Larasati menggoda sambil terkikik.
Sarah memukul lengannya pelan.
“Eh jangan ngomong sial!”
Sementara mereka bercanda, di lantai dua Wydia sibuk memastikan produk promo sudah dipasang benar. Sesekali ia melihat jam.
Dia belum chat… tapi paling nanti sore lah…
pikirnya sambil tetap bekerja.
Tapi waktu berjalan terus. Sampai akhirnya tanpa terasa jam sudah menunjukkan pukul 09.00 malam.
“GILA, udah jam segini?!” seru Sarah panik.
“Sama, sumpah gue lupa waktu!” kata Larasati.
Ketiganya buru–buru ke ruang ganti, ambil tas, dan berlari ke tujuan masing-masing.
Dan…
Itulah awal dari malam yang tidak seperti yang mereka harapkan.
Wydia berdiri di depan restoran yang ia sepakati dengan kekasihnya. Ia sudah satu jam menunggu. Sesekali menatap hp, membuka chat, menutup lagi.