BAB SATU
Onderneming Pangledjar, N.V. Cult. Mij, Batavia.
"TUAN SEBENTAR LAGI akan meninggalkan Batavia?" Tuan Mr. F berdiri dari kursinya. Ia menjabat tangan seorang pria, berdarah Belanda tulen, sebagai tanda serah-terima resmi untuk jabatannya.
"Saya merasa terhormat bisa menerima tanggungjawab yang bakal diemban nantinya," balas Tuan Mr. F, kemudian mengedarkan senyum. Sekaligus nampak ada perasaan lenggang di hatinya. Sebab baru tadi subuh ia bertolak dari kapal yang mengangkutnya dari samudra hindia. Sekarang sudah menghadiri pertemuan untuk mengurusi pekerjaan barunya, tambah ini adalah urusan pekerjaan pertamanya. Hasil selama empat tahun ia bersekolah di Sekolah Tinggi di negeri asalnya. Barang masih segar kalau kata orang-orang.
"Baru beberapa hari yang lalu saya mengganti untuk mengurusi perusahaan ini sebagai pemilik," lanjut Tuan Besar. Perawakan seorang Belanda itu tinggi dan besar. Mulutnya tak pernah berhenti menghisap cerutu kebesarannya. Dengan tenang, ia lakukan gerakan monoton hisap-hembus seperti seakan tubuhnya membatu. Sekilas orang akan menilai dirinya adalah pria yang tangguh sekaligus angkuh.
"Sudah aku tandatangani juga surat-surat dari perusahaan," lanjut Tuan Besar. Ia meletakan kembali berkas-berkas di tangannya itu ke dalam map berwarna kehijauan yang diletakan di atas meja kerjanya. "Mengapa jauh-jauh begini hanya kepingin menjadi seorang Employee Perkebunan, Tuan?" Tuan Mr. F mendengarnya seperti . "Tuan sebetulnya bisa menjabat pada pemerintahan, bahkan memiliki jabatan yang lebih tinggi!"
Tuan Mr. F terpaku. Menatap kacamata yang menghalangi antara sorotan langsung matanya dengan Tuan Besar. Ia menghendaki untuk bersikap sebagai seorang berdarah tulen, yang memperlihatkan ketenangan manusia terpelajar.
"Tuan lulusan Perguruan Sekolah Tinggi Amsterdam?" kepala Tuan Mr. F mengangguk. "Tuan pasti mendapatkan yang lebih!" kata Tuan Besar sambil menatap ke arah luar jendela. Asap yang mengepul dari mulutnya keluar dan menghilang tak sampai menepi pada permukaan air kanal-kanal Batavia.
"Ya, mencoba peruntungan barangkali, Tuan," kata Tuan Mr. F. Ia menjawab seadanya. Bertingkah juga pada kadarnya. Seperti seseorang yang baru lulus dari dunia pendidikan.
"Ini alamat kediaman saya, bila Tuan hendak segera melancong ke Radjamandala, Tuan sekiranya bisa melihat-lihat keadaan sekeliling barangkali. Tak jauh dari Stasiun. Juga saya sendiri yang bakal jemput Tuan kalau perlu?" Ia edarkan pandangnya, menghendaki Tuan Mr. F untuk sesegera memotong, ia juga sendiri yang membuat sebuah jeda. Sebuah jeda untuk pengakuan.
"Esok ataupun lusa, saya akan langsung melancong pada kediaman milik Tuan," dengan senyuman, mereka saling mengamini. Tanpa menunggu apa-apa lagi, dengan berbesar hati, pria tinggi dan gempal serta berjanggut itu menepuk pundak pria yang masih segar di hadapannya.
"Esok ataupun lusa, saya sudah pasti ada di Poerwakarta!" kumis tebalnya tersimpul manis, yang juga kadang membuat Tuan Mr. F menaruh tanya padanya. Mengapa dengan usianya yang mulai renta itu belum juga tampak uban yang keputihan?