Terlalu baik dan manisnya kamu, tak akan menyisakan celah yang membuat aku tidak memilih kamu.
"Tu–tunggu!" teriak Syilla melihat punggung itu semakin menjauh dari ruangannya.
"Bu Syilla mau pergi?" tanya Anjani melihat Syilla yang mencoba menghentikan Bintang tepat di depan mejanya.
"Oh? Saya mau pulang, jadwal saya udah selesai kan?"
"Oh, iya Bu."
"Kalo gitu saya pamit pulang duluan ya... " ujar Syilla lalu berlari kecil mengejar pria itu lagi.
"Lama banget, ayo cepetan masuk!" teriak pria itu dengan sebelumnya membunyikan klakson mobil membuat Syilla melirik ke arahnya.
Dia sebenernya mau apa sihhhh!
"Maksud kamu apa sih Bin?" Syilla mulai kesal melihat tingkah aneh pria di sebelahnya.
Bintang tersenyum manis menjawab pertanyaan Syilla tanpa mengeluarkan sepatah katapun.
Ia mengemudikan mobilnya menuju apartemen Syilla sesuai dengan ucapannya. Bintang masih belum mengatakan apapun sampai sekarang, ia hanya sesekali melirik wajah gadis manis yang tengah cemberut di sebelahnya. Lagi-lagi ia tersenyum, menatap Syilla yang bahkan tak berani memalingkan wajahnya.
"Kamu marah?" tanya Bintang mencoba mencairkan suasana.
"Gak tau. Dan kamu gak perlu cari tau," ucap Syilla penuh penekanan pada setiap katanya.
"Ya udah. Eh lagian pede banget! Siapa juga yang mau cari tau... " ucap pria itu menyebalkan Syilla sekali lagi, kemudian ia memarkirkan mobilnya.
"Mana kunci mobil aku? Kamu bisa pulang sekarang, makasih udah repot-repot nganterin," pinta Syilla sebelum akhirnya Bintang keluar meninggalkannya di dalam mobil sendirian.
Syilla membulatkan bibirnya, menatap tajam ke luar jendela yang hanya diacuhkan pria itu.
Bintang membalikkan tubuhnya. "Kamu gak bakalan turun? Masa harus aku gendong lagi?"
Syilla menghampiri pria itu segera. "Lagi? Heh! Emang kapan aku pernah digendong sama kamu? Hah?"
"Waktu ituuuu... makanya jangan amnesia! Udah ayo jalan, aku udah siapin semuanya," ucap Bintang yang tidak menghentikan kebingungan dalam otak Syilla.
Semuanya?
Syilla menghentikan langkahnya. "Tunggu. Maksud kamu? Siapin semuanya? Emang kamu bisa buka kunci rumah aku?" Ia mengingat betul hanya dirinya seorang yang bisa membuka kunci pintu itu.
"Rahasia lah, mana bisa aku bilang-bilang sama kamu," ucap Bintang menekan tombol di sebelah pintu lift, kemudian menaikinya bersama dengan Syilla.
Syilla mendengus kesal. Memikirkan segala cara yang mungkin dilakukan pria itu untuk membobol pintu rumahnya.
Suara lift itu berdenting keras menandakan akan terbuka.
"Eh sebentar," ucap Bintang menghentikan pintu yang sudah setengahnya terbuka dengan menekan kembali tombol di sana, juga memegangi lengan Syilla, berusaha menahannya.
"Apaan sih?!" Syilla menggerakkan lengannya berharap bisa terlepas.
"Kita tutup mata kamu dulu," ucap pria itu mengeluarkan selembar sapu tangan dari sakunya, seakan itu memang sudah disiapkan.
Ia menarik Syilla hingga tubuh keduanya hampir berimpitan. Merapikan rambut Syilla yang terurai lembut, dan menyelipkannya ke belakang telinga. Melipat sapu tangan itu dengan rapi, dan menutupi mata Syilla dengan mengikatnya. Bukan sebuah kemungkinan lagi, tubuh Syilla gemetar karena itu.
Syilla hanya berusaha menenangkan diri dengan mengigit bibir bawahnya agar tak ketahuan. Namun sialnya bisikan itu berhasil mengacau, meluruhkan segala macam doa dan kekuatan yang sudah Syilla pertahankan sampai detik ini.
"Kita akan bersenang-senang hari ini, tapi tolong... jangan sampai kamu biarkan aku memaksa ingin menginap... " bisik Bintang setelah selesai mengikat sapu tangan itu.
Bintang!
Pria itu menuntun Syilla berjalan dengan berpegangan pada lengannya, sampai akhirnya mereka berada di depan pintu. Ia melepaskan pegangan tangan kanan Syilla di lengannya, perlahan. Menempelkan sidik jari jempolnya di pintu itu, membiarkannya terbuka.
Tapi kenapa apartemen mewah ini menjadi sangat gelap gulita?
Bintang memegang bahu Syilla, menghentikan langkah keduanya, kemudian tangan kirinya meraih pintu untuk mendorongnya agar tertutup.
"Aku buka tapi kamu harus diem di sini, jangan ke mana-mana... ngerti?" Bintang mulai melepaskan ikatan itu.
"Aku tau kamu fobia gelap, makanya jangan buka mata kamu sebelum aku suruh," jelas Bintang setelah ikatannya benar-benar terlepas.
Syilla berusaha menenangkan dirinya, mendengar ucapan Bintang bahwa tempat ini benar-benar gelap. Ia benar-benar bisa merasakan sesak nafas jika tidak ada cahaya sedikitpun. Andai kata kemarin malam kamarnya tidak tersorot cahaya bulan di luar jendela, dan juga cahaya layar ponselnya, mungkin ia tak akan seberani itu menunggu telepon Rama.
"Aku kira kamu udah lupa."
"Aku gak akan pernah lupain segala hal tentang kamu," ucap pria itu membuat Syilla ingin menoleh dan membuka matanya jika tidak merasa takut.
Bintang melepaskan pegangannya, perlahan mulai meninggalkan Syilla sendirian di tengah ruang gelap itu sebelum tangan Syilla menghentikannya.
Dengan seluruh ketakutan yang ia rasakan, Syilla menggenggam tangan itu di kegelapan, juga dalam mata yang masih tertutup rapat.
"Ka–kamu mau ke mana? Jangan lama-lama!"
Bintang melepaskan genggaman kuat di tangannya. "Aku gak akan tinggalin kamu."