Didaulat sebagai CEO regional perusahaan keuangan terbesar di dunia membuat ia menjadi salah satu manusia yang paling berpengaruh di negaranya. Bukan karena gajinya atau kekayaannya yang masuk sepuluh besar, tapi karena negaranya berhutang banyak pada lembaga keuangan internasional yang sumber dananya berasal dari perusahaannya, begitu juga dengan sembilan puluh tujuh negara lainnya.
Lobi-lobi level atas sudah cemilan baginya, setiap hari akan ada saja petinggi negara datang meminta restunya, tepatnya minta proyek.
Posisi puncak ini tidak hanya membuatnya masuk daftar orang paling diminati kumbang-kumbang pejabat nista, tapi juga menjadikannya salah satu manusia tersibuk di dunia, yang selama tiga tahun belakangan, lebih dari setengah hidupnya ia habiskan di dalam jet pribadinya.
Perjanjian Westphalia tak berlaku baginya, batas negara hanya mitos dianggapnya. Melintasi perbatasan dan memutari benua serupa makan siang saja baginya. Bukan hal yang aneh jika Givria harus sarapan di Dubai dan makan siang di Hongkong, lalu tidur malam di Munich. Givria telah sepenuhnya menjadi citizen of the world, seorang Cosmopolist
Perawakannya yang kaya, muda, berpengaruh dan lumayan tampan, melengkapi gelar barusan. Selesai sudah, Givria sudah memenuhi semua syarat untuk menjadi manusia idaman. Seluruh pejantan ingin sepertinya, para betina bercanda rahim meledak kepadanya.
Ya, setidaknya itu yang dilihat orang lain, dan memang hanya itu yang diperlihatkan oleh Givria kepada orang lain.
No such a thing as a free lunch.
Bukan perkara mudah baginya untuk menutupi yang sesungguhnya. Givria tidak hanya berpergian untuk sekedar membantu negara yang sedang bangkrut, ia juga tidak tidur dalam jet pribadi hanya untuk sekedar menggerakkan pasar modal. Givria melintasi dunia untuk menjalankan tugasnya, membuat semesta tetap berputar selayaknya.
Seperti yang dilakukannya hari ini.
Ia sedang menunggu sambil bersungut ria, di dalam kamar mandi sebuah apartemen di kawasan Miami, duduk di dalam bathtub dengan tirai ganda yang tertutup rapat sembari memantau ceramah hawkish-nya Powel melalui ponselnya.
Sesungguhnya, bukan situasinya yang membuatnya merungut, namun akibat jadwalnya yang dibuat suka-suka oleh sekretarisnya. Gadis itu memang tidak mengatur jadwal sesuai dengan tingkat urgensi pertemuan, tapi dengan siapa Givria akan bertemu. Jika yang meminta adalah seorang pria dengan wajah tampan rupawan, pasti sekretarisnya akan mencantumkan dalam jadwal nomor satu. Setelahnya, merengek minta ikut dalam pertemuan. Maklumi saja, sekretarisnya jadi begitu semenjak putus asa karena Givira lebih sekali menolak ajakan cinta darinya. Givria tak bergeming dengan rayuan mautnya. Ia memang agak lain untuk masalah asmara.
Bunyi derit pintu dari depan menyudahi sungutan Givria. Fokusnya menajam. Ia tahu ada dua orang masuk ke dalam apartemen ini, pria dan wanita.
"We are not in a rush hon, go clean first."
Samar terdengar suara wanita berseru manja. Agaknya kedua insan tersebut sedang dalam situasi "tegang."
Tak lama derap sepatu tegas menuju kamar mandi, tepat dimana Givria menunggu manis di dalam bathtub.
"Make sure you are fresh, I am waiting here. Naked!" Sebuah godaan rohani lagi-lagi terlontar dari wanita itu.
Tak lama pintu kamar mandi dibuka, seorang pria berusia 40-an, menggunakan suite lengkap dengan jas berkelas dan sepatu mengkilat mahal masuk. Namanya Thomas, kalau tidak salah, ya, karena Givria juga tidak ingat betul.
Ia adalah salah satu pemilik tim mobil balap Nascar di Amerika. Sudah hal lumrah baginya untuk didatangi madu-madu cantik yang biasa dikenal dengan race skank ini.
Ditambah latar belakangnya sebagai pemilik salah satu perusahaan tambang berlian terbesar di UAE, menjadikannya sasaran empuk perempuan yang cita-cita nya bercinta dengan orang terkenal.
Thomas terlihat gusar saat meraup air dari wastafel dan membasuh wajahnya. Bagaimana tidak, ia tadi sudah siap tempur tapi malah disuruh membersihkan diri. Akhirnya setiap gerakannya berantakan.
Libido yang tertahan memang cara paling cepat untuk membuat seorang pria menjadi kusut, grusa-grusu, dan yang terutama adalah kehilangan insting siaga. Yang bagian terakhir adalah rencana Givria.
Givria mengamatinya dari balik tirai tepat di belakangnya. Denyut jantungnya melambat, hela nafasnya tidak lagi terdengar. Ia mendadak dalam mode siaga, berdiri tegap dalam senyap.
Waktunya telah tiba, Giv mengencangkan gulungan benang dyneema di tangannya, matanya beralih menjadi bengis, serupa pemburu melihat buruannya. Ia menunggu Thomas menegakkan kepalanya.
Sekejap saja setelah Thomas menegakkan kepala, sepasang tangan dengan gulungan benang keluar dari balik tirai di belakangnya. Dengan satu gerakan cepat dan kuat, benang tersebut melesat dan melingkar di leher Thomas.