Vianni turun dengan langkah gontai dari bus yang dia naikin, dia sebenarnya bingung kenapa dia sangat nekat hingga berjalan ke sini. Namun dia merasa harus melakukan ini, hati nuraninya mengatakan bahwa tempat ini akan membawanya ke sesuatu hal yang selama ini dia cari. Walau begitu langkahnya terhenti di halte bus itu, dia tidak tahu harus berjalan ke mana, pikirannya benar-benar kacau.
Tiba-tiba sekelompok anak kecil yang baru habis pulang dari sekolah bersama guru-gurunya menarik perhatian Vianni. Sekelebat bayangan muncul di kepalanya, terlihat dirinya dalam bentuk mungil juga menyusuri jalanan itu bersama guru dan seseorang yang memegang erat tangannya. Kepalanya sangat pusing tapi memang bayangan orang yang memegang tangannya itu sangat samar.
Dengan memberanikan diri, Vianni mulai mengikuti kelompok anak sekolah itu. Walau dia mengikuti rombongan itu dengan bingung tapi senyum tersungging di bibirnya, dia membayangkan bahwa masa kecilnya pasti sebahagia itu, terlihat dari bayangan sekelebat di kepalanya tadi. Hingga adegan selanjutnya kembali menyita perhatiannya, seorang anak kecil yang berhasil menemukan ibunya menunggu dirinya pulang sekolah di depan rumahnya. Vianni masih tersenyum, sungguh pemandangan yang indah tapi menyakitkan hatinya. Pasalnya dia hampir tidak ingat apakah dia pernah mengalami hal seperti itu kecuali bayangan tadi.
Vianni terus mengikuti rombongan yang tersisa hingga sebuah daerah perumahan yang terlihat agak elit menyita perhatiannya. Daerah yang dia datangi ini terlampau agak sepi dibandingkan daerah tempat dia tinggal sekarang. Sepertinya ini adalah desa yang pemukimannya sangat asri dan dipenuhi rumah-rumah orang kaya. Vianni berhenti mengikuti rombongan anak-anak itu dan memilih melangkahkan kakinya ke kawasan pemukiman itu. Benar-benar sepi tapi asri dan menyenangkan, setidaknya itu yang ada di kepala Vianni.
Vianni mulai bertanya-tanya, apakah tempat ini adalah tempat tinggalnya sebelumnya? Mengingat bagaimana dia tertarik dengan tempat itu dan bagaimana muncul bayangan-bayangan yang selama ini tidak dia dapatkan, pastilah tempat ini merupakan tempat di mana dia tinggal. Ada kemungkinan dia bisa mendapatkan segelintir informasi mengenai dirinya di tempat ini.
Vianni melintasi toko yang berada satu-satunya di kawasan pemukiman itu, dirinya yang haus juga sekalian menanyakan ini daerah apa jadi dia memutuskan untuk berhenti di sana, “Bibi, bisakah aku tahu sekarang aku ada di daerah mana?” tanya Vianni ke bibi pemilik toko itu.
“Apa kau tersesat? Bagaimana bisa kau sampai di si … astaga! Vianni?!” Vianni benar-benar kaget melihat pemilik toko itu yang ternyata mengenalinya.
“Apa kau mengenaliku?” tanya Vianni dengan takut-takut.
Bagaimana tidak takut kalau bibi pemilik toko itu juga melihatnya dengan penuh khawatir, “Ya ampun, bagaimana kau bisa sampai di sini? Apa ayah dan ibumu tidak membawamu jauh dari sini?! Aduh, bagaimana ini?! Aku harus meminta bantuan!” Dengan langkah pasti, bibi pemilik toko itu menutup pintu tokonya.
Vianni benar-benar ketakutan melihat tingkah laku pemilik toko itu, “Hei, cepatlah kemari! Aku tidak bisa menjelaskan panjang lebar, Vianni ada di sini!” Suara pemilik toko itu sangat besar, lebih tepatnya histeris.
Setelah selesai menelpon seseorang, pandangan pemilik toko kembali ke Vianni, “Kau tenang saja, kami akan membawamu pergi lagi dari sini. Bagaimana bisa kau datang kemari dengan sukarela, apa kau benar-benar cari mati?!” Vianni benar-benar bingung, sepertinya kedatangannya kemari benar-benar salah.
Tak lama seseorang mengetuk pintu toko itu dengan tergesa-gesa, membuat Vianni semakin ketakutan, “Di mana dia?!” Seorang perempuan yang umurnya hampir sama dengan bibi pemilik toko muncul.
Wanita itu mengedarkan pandangannya dan menemukan Vianni yang tersudut ketakutan, “Nak, bagaimana bisa kau ada di sini setelah ayah dan ibumu mati-matian membawamu lari!” Wanita itu memeluk Vianni sambil menangis terisak-isak.
“Maafkan aku bibi tapi apakah kalian benar-benar mengenaliku?” Wanita itu melepaskan pelukannya dari Vianni dan memandangnya heran.
“Vianni, ini adalah tetanggamu dari kecil sejak kau tinggal di sini dan aku adalah pemilik toko yang sudah lama tinggal di kawasan ini, bagaimana bisa kami tidak mengenalimu? Apa anak ini hilang ingatan? Dia terus menanyakan itu kepadaku sedari tadi,” jelas bibi pemilik toko.
Wanita yang katanya adalah tetangga Vianni mengusap keringat yang mengalir di wajah Vianni, “Ada apa denganmu, nak? Mana ayah dan ibumu? Apa kalian terpisah?”
Sepertinya Vianni harus menjelaskan tentang dirinya, toh kedua orang ini adalah orang terdekatnya saat dia masih tinggal di kawasan ini. Vianni juga harus cari tahu tentang asal-usulnya jadi ini adalah saat yang tepat. Vianni harus tahu alasannya kenapa dia harus meninggalkan kawasan ini tapi hal yang pasti Vianni tahu adalah dia meninggalkan kawasan ini disaat umurnya sekitar umurnya yang sekarang juga bersama ayah dan ibunya.
Wanita tetangga Vianni semakin terisak, “Bagaimana bisa kejadian malang berturut-turut menimpamu, nak? Apa yang harus aku lakukan kalau ayah dan ibumu sudah tidak ada?” Wanita itu kembali memeluk Vianni dan mengelus punggungnya, sangat nyaman untuk Vianni.
“Tidak bisa, walau begitu dia tidak bisa tinggal di sini. Orang itu sudah pulang dan sangat berbahaya untuk Vianni bisa tinggal di sini!” ujar bibi pemilik toko lagi.