Paper Mind

Rezky Armitasari
Chapter #15

Akhirnya Bertemu

Vianni sudah pulang semenjak empat hari yang lalu dari rumah sakit tapi hari ini dia datang lagi untuk pemeriksaan pasca keluar dari rumah sakit, “Niscala, kau tidak perlu menemaniku, biasanya aku bersama kak Conan.” Vianni sudah ngomel-ngomel saja karena Niscala memaksa untuk menemaninya ke rumah sakit.

Niscala tersenyum jahil berusaha tidak mempedulikan wajah kesal gadis cantik itu, “Aku kan sudah bilang kalau jadwalku bisa dipindahkan ke besok makanya aku bisa mengantarmu sendiri.”

“Niscala, ingatanku yang tidak baik bukan pendengaranku! Kamu pikir aku tidak dengar bagaimana Jasmine memarahi kamu karena seenaknya memindahkan jadwal kerjamu?” Vianni masih saja bersungut-sungut.

“Sayang, tugas Jasmine sebagai manajerku hanya mengatur jadwal pekerjaanku, dia tidak berhak mengatur mood dan keinginanku. Aku hanya memindahkan jadwal kerjaku menjadi besok bukan meng-cancelnya, apa gunanya dia kalau hal sekecil itu saja dia tidak bisa?” Niscala berusaha tidak memperpanjang pembicaraan ini dengan menyiapkan sarapan untuk mereka berdua.

“Tapi tetap saja kau tidak perlu mengorbankan apapun dengan memindahkan pekerjaanmu hanya untuk menemaniku ke rumah sakit. Aku sudah terbiasa dengan kak Conan atau kak Lakeisha yang menemaniku dan aku rasa itu sudah lebih baik daripada mengorbankan pekerjaanmu.” Vianni juga ikut membantu Nicala tapi pembicaraan itu masih dia lanjutkan.

Niscala mendesah, berusaha mengontrol dirinya, “Apa kau tidak terbiasa bersamaku? Apa aku selama ini tidak sebaik itu makanya kau tidak enak berpergian bersamaku?” Niscala menatap Vianni dengan wajah sedih.

Vianni akhirnya merasa bersalah juga, “Niscala, maafkan aku, aku hanya tidak sampai hati kalau kau harus mengorbankan waktu kerjamu hanya demi aku. Aku pikir pekerjaanmu bisa berjalan kalau aku seperti biasa pergi bersama kak Conan atau kak Lakeisha.” Vianni membelai wajah Niscala lembut.

Niscala menangkap tangan Vianni dan mengenggamnya erat, “Tidak ada yang sia-sia kalau itu mengenai kamu malah sepertinya waktuku yang bisa aku pakai bersamamu selama ini banyak yang terbuang karena memikirkan pekerjaan terus-menerus. Aku terlalu lama meninggalkanmu di tangan orang lain sampai tidak menyadari kalau waktuku bersamamu terlalu sedikit.”

Vianni menatap lelaki tampan ini dengan lembut, “Niscala, aku tidak mempermasalahkan pekerjaanmu, aku bahkan tidak bermasalah kalau kita hanya bertemu saat malam hari. Aku senang melihatmu pulang kerja dan bercerita tentang pekerjaanmu, Niscala terlihat lebih hidup saat menceritakan itu dan aku menyenanginya.”

Niscala terdiam tapi tampak sekali dia menghindari pembicaraan ini, “Kita harus sarapan sekarang sebelum terlambat ke rumah sakit, ayo makan.” Dan Vianni tidak ingin berakhir bertengkar dengan Niscala karena terus membahas masalah pekerjaan Niscala.

***

“Kau sudah lebih baik?” tanya Winola ketika membantu Vianni yang habis menjalani pengobatan.

Vianni tersenyum kepada dokter kesayangannya itu, “Tentu saja aku akan lebih baik apalagi ada dokter Winola di sampingku.”

Nyatanya wajah dokter itu tetap muram, “Aku bukan dokter yang baik, maafkan aku.”

Vianni menarik tangan dokter tampan itu, “Jangan bilang seperti itu dokter, kau sudah minta maaf berkali-kali. Justru seharusnya aku yang minta maaf karena membuatmu dalam masalah. Aku yang ceroboh karena pergi tiba-tiba, kau seharusnya tidak menerima amukan dari Niscala, maafkan aku.” Vianni memasang wajah sedihnya.

“Jika aku jadi Niscala, aku pasti akan melakukan hal yang sama karena orang yang mengajakmu pergi tidak bisa menjagamu dengan baik.” Winola juga mengeratkan genggamannya pada Vianni.

Winola membimbing Vianni untuk duduk di kursi di hadapannya, “Sebenarnya apa yang terjadi waktu itu sampai kau pergi secara tiba-tiba?” tanya Winola tiba-tiba.

Vianni terdiam, tidak menyangka kalau Winola akan menanyakan hal ini, “Aku …” Antara mau dan tidak mau menceritakan apa yang sebenarnya terjadi.

“Kau mengingat sesuatu berhubungan dengan halte bus itu?” tebak Winola.

Vianni menatap Winola lamat-lamat, “Sekelebat kenangan terlintas di kepalaku, sangat buram tapi aku tahu kalau itu adalah kenangan masa laluku. Aku pikir dengan mengikuti kenangan itu maka aku akan menemukan asal-usulku.”

“Lalu apakah kau menemukannya?” tanya Winola penasaran.

Vianni berkaca-kaca, “Aku menemukannya tapi aku takut untuk mencari lebih jauh dan mengingatnya, aku takut.” Winola kembali mengenggam tangan Vianni erat kemudian mengelusnya.

“Kau harus percaya kalau kau selalu punya tempat untuk menceritakan semuanya, kau tidak perlu memendamnya sendiri, Vianni.” Winola menatap mata gadis cantik itu untuk meyakinkannya bahwa dia ada di sini untuk mendengarkan segala keluh kesah Vianni.

“Justru itu yang membuatku takut, aku takut dengan menceritakannya pun akan membuat siapapun yang ada di dekatku terluka.” Vianni dan Winola terdiam, ruangan itu menjadi sunyi.

Lihat selengkapnya