Paper Mind

Rezky Armitasari
Chapter #16

Semuanya Telah Menjadi Luka

Lakeisha terduduk di kursi paling sudut dalam café itu, dia memandang kaca di sampingnya dengan pandangan yang kosong. Pemandangan di luar kaca itu tidak menarik untuknya, yang menarik adalah pikiran berkecamuk yang menggeluti otaknya sejak beberapa hari yang lalu. Segala yang dikatakan Niscala pada waktu itu di rumah sakit telah membuka pandangan Lakeisha. Mereka semua telah dewasa dan sudah mencapai titik tertentu di mana segalanya harus diputuskan matang-matang.

Masalah yang membuat Lakeisha berpikir keras adalah keputusan besar Niscala dalam menyelesaikan masalah karirnya dan Vianni. Dia merelakan karir yang membesarkan namanya, yang Lakeisha tahu adalah dunia yang dicintai Niscala. Lakeisha tidak tahu kalau seorang Vianni telah merubah Niscala terlalu banyak. Segala kemarahan dan kecanggungan yang terjadi antara dia dan Niscala semata-mata karena dia selalu menganggap Niscala masih berpemikiran kekanak-kanakkan. Lalu setelah ini apakah Lakeisha masih akan berpikir kalau Niscala kekanak-kanakkan? Apakah dia masih akan marah, canggung atau saling berseteru dengan lelaki itu?

Sebuah lambaian telapak tangan menyadarkan Lakeisha dari lamunannya, di hadapannya seorang lelaki dengan senyum yang sangat manis telah duduk, “Apakah melamun menjadi salah satu keseharianmu akhir-akhir ini?” tanya lelaki itu.

Lakeisha tersenyum manis, “Tidak, itu selalu menjadi keseharianku dari dulu sampai sekarang. Kau saja yang tidak terlalu memperhatikannya karena sibuk dengan pasienmu.” Iya, lelaki yang menyambanginya adalah Conan.

“Maafkan aku kalau harus membagi cintaku dengan pasienku tapi dari merekalah aku mendapat sesuap nasi jadi aku harus mencurahkan segenap jiwa ragaku padanya.” Conan tertawa tapi berbeda dengan Lakeisha yang terdiam kaku.

“Apa yang kau lamunkan?” tanya Conan lagi seperti tidak mempedulikan perubahan wajah Lakeisha.

Lakeisha terdiam sebentar, “Aku melamunkan tentang Niscala.” Sebenarnya Lakeisha agak shock juga, kenapa pula dia harus sejujur itu.

Wajah Conan pun berubah serius, “Apa ada sesuatu yang terjadi? Apa kalian berantem lagi?”

Lakeisha tertawa, “Apa hanya momen itu saja yang tergambar di otakmu kalau aku membicarakan tentang Niscala?”

“Yah, setahuku kalian bukan teman ngobrol yang baik.” Conan menyesap minumnya, kagok melihat tawa Lakeisha yang indah.

“Aku mulai menyadari kalau kita semua sudah ada di tahap pendewasaan diri, aku menyadarinya ketika aku mengobrol dengan Niscala kemarin di rumah sakit,” jelas Lakeisha.

Kening Conan berkerut, “Kau? Mengobrol dengan Niscala?”

Lakeisha memukul pelan lengan Conan dengan sebal karena Conan tidak mempercayainya ngobrol baik-baik dengan adik kandung lelaki itu, “Seriuslah, Conan!” Wajah Lakeisha merengut.

Conan jadi tertawa lagi, “Okey, okey, kita serius, apa yang kalian bicarakan?”

“Dia akan melepaskan karirnya sebagai artis dan ingin hidup bersama Vianni, apa itu tidak gila menurutmu?!” Lakeisha menatap Conan sungguh.

Conan tersenyum, kali ini bukan senyum meledek, “Niscala sudah pernah membicarakan ini denganku jadi aku tahu keputusannya dan aku rasa itu tidak gila.”

“Tapi dunia seni adalah dunia Niscala, apa dia tidak akan menyesal melepaskan semuanya?” kekeuh Lakeisha.

“Dia masih bisa mengembangkan seninya walau bukan di depan layar kaca sekalipun. Dunia seni itu luas Lakeisha, bukan hanya menjadi public figure saja,” jelas Conan.

“Aku hanya tidak percaya, pengorbanan Niscala terlalu besar sampai aku merasa sayang dengan apa yang dia perjuangkan selama ini.” Lakeisha kembali memandang kaca di sampingnya, mencari pemandangan yang bisa menenangkan hatinya yang berkecamuk.

Conan menatap Lakeisha sangat intens, “Apakah seorang Vianni tidak layak untuk diperjuangkan?” ucap Conan tiba-tiba.

Ucapan Conan nyatanya membuat Lakeisha jadi gugup, “Aku tidak bermasalah dengan Vianni, sungguh. Aku hanya ingin Niscala bahagia dan aku merasa dunia yang dia jalani sekarang adalah dunia yang membuat dia bahagia. Aku sudah pernah melihat Niscala mengambil jalan yang salah dan aku tidak mau dia menyesal seperti itu lagi.”

Conan menggenggam tangan Lakeisha yang terkepal di meja, “Kau masih mencintai Niscala?”

Pertanyaan Conan sukses membuat Lakeisha terbelalak, “Pertanyaanmu sangat terlempar jauh dari konteks, Conan.” Lakeisha terkesan menghindari pertanyaan Conan.

Namun Conan masih saja tersenyum, “Kau masih mencintainya.” Malah itu kesimpulan yang dia tangkap.

“Kamu ngomong apa sih?!” elak Lakeisha.

“Yah, kau masih mencintainya, kan?” Conan masih saja mencecar Lakeisha dengan pertanyaan itu.

“Tidak!” Nada suara Lakeisha agak naik dan jawaban tegas itu harus terasa cukup untuk menjawab semuanya.

Mereka berdua terdiam, agak canggung sepertinya setelah nada suara Lakeisha tadi, “Sha, apa pun keputusan yang diambil Niscala itu adalah konsekuensi yang selamanya harus dia tanggung. Kalau kamu memikirkan layak atau tidak layaknya maka dua hal yang menjadi pertimbangan dia itu bukan hal yang bisa diperbandingkan. Kali ini bukan mana yang baik atau pun layak tapi mengenai mana yang harus dikorbankan,” ucap Conan setelah mereka agak tenang.

Lakeisha terdiam dengan kata-kata Conan, “Pertanyaan yang kamu cecar padaku ini adalah pertanyaan yang sudah aku cecar ke Niscala sebelum kamu melakukannya dan dia menjawab semuanya dengan sangat meyakinkan. Vianni tidak salah apa-apa, Vianni tidak ada ikut campurnya dalam seluruh keputusan Niscala. Hati Niscala sudah jatuh ke seorang Vianni dan jika dunia tidak mencintai Vianni maka dia akan meninggalkan dunia yang tidak bisa menerima belahan jiwanya itu. Niscala adalah adikku dan segala sesuatu yang menjadi keputusan Niscala akan aku dukung sepenuhnya walau nanti akan ada penyesalan maka akan aku temani dia melewati masa penyesalan itu.”

Lakeisha benar-benar kicep, sepertinya tidak ada pembelaan lain lagi yang bisa keluar dari mulutnya, “Aku ambil pesanan dulu yah,” ujar Conan.

Baru saja Conan akan beranjak dari kursinya, Lakeisha menahan tangannya, “Conan, aku sudah tidak mencintai Niscala lagi.” Lakeisha menatap sungguh-sungguh mata Conan.

Conan tersenyum lagi, “Iya, aku ambil pesanan, yah.” Conan mengelus tangan Lakeisha lembut lalu meninggalkannya.

Lihat selengkapnya