Malam itu tumben sekali angin bertiup sangat kencang sampai memukul jendela dan mengagetkan Vianni yang tengah sibuk menonton TV. Vianni menatap jendela itu dan entah kenapa perasaannya tidak enak, “Apa ada yang salah dengan Niscala?” gumamnya.
“Apa kau ketakutan dengan suara itu?” Tiba-tiba Winola sudah ada di dekatnya.
Vianni hanya menatapnya, bukan, bukan karena suara itu yang membuatnya terdiam tapi perasaan aneh dalam dirinya, “Aku minta maaf yah, villa ini lama tidak ditinggali dan orang tuaku juga tidak menaruh penjaga yang tinggal di dalam villa ini. Villa ini sudah agak tua jadi agak ribut apalagi aku juga bingung kenapa angin malam ini bertiup kencang sekali,” jelas Winola sambil merapatkan jendela yang tadi terbuka karena angin yang kencang.
Vianni terdiam saja, dia ingin mengatakan kalau bukan itu yang aneh dari perasaannya tapi dia tidak ingin Winola khawatir hanya karena perasaannya yang tiba-tiba aneh itu, “Ayo makan, semuanya udah siap.”
Akhirnya bunyi sendok dan piring yang bertabrakan memecah kesunyian itu, “Sepertinya kita harus menyalakan penghangat soalnya dingin sekali dan mungkin akan hujan,” gumam Winola sambil melihat ke luar akan samar-samar bayangan pohon yang terus bergoyang ditiup angin.
Setelah selesai makan, Vianni bermaksud ingin mencuci piring makan mereka ketika bel pintu villa berbunyi, “Siapa yang datang malam-malam begini? Apa pak Parman pulang lagi karena ada yang kelupaan?” heran Winola.
Vianni bergidik, dia ingat dari diarynya kalau villa milik Winola ini tidak diketahui siapapun termasuk rekan kerja Winola. Jika Vianni kabur ke sini otomatis yang mengejarnya adalah Niscala dan Conan tapi bagaimana caranya kalau dia tidak tahu letak villa ini? Lalu siapa kira-kira yang datang malam begini selain tukang kebun Winola yang tidak pernah pulang balik setelah selesai bekerja?
“Jangan dibuka!” larang Vianni yang membuat Winola heran.
“Ada apa Vianni?” Winola menangkap gelagat aneh Vianni yang sebenarnya sudah dia tangkap dari sebelum makan tadi.
Bell kembali berbunyi, Vianni memegang lengan Winola erat agar tidak beranjak ke pintu villa itu. Tiba-tiba bunyi tembakan memberondong pintu depan villa itu, Winola dengan sigap langsung melindungi Vianni dan mereka terebah di lantai. Orang yang memegang pistol di depan pintu villa itu tidak berhenti memberondong pintu itu dengan tembakan sampai kenop pintu itu terlepas.
“Keluarlah perempuan jalang! Aku tahu kau ada di sini!” Dan benar, itu adalah Pandji beserta seorang temannya.
“Dia …” Vianni bergidik ketakutan, badannya gemetaran hebat.
Winola memutar otak, dia tidak bisa membuat Vianni ketakutan seperti ini, “Kita lari ke atas dan segera menghubungi kantor polisi juga pak Parman. Ayo!”
Winola menarik Vianni dan tentu saja menarik perhatian Pandji, “Brengsek!” Lelaki itu mengambil senjata di tangan temannya dan melemparkan beberapa tembakan ke arah dua orang yang berlari itu.
***
Niscala menggerakkan mobilnya menyusuri jalanan yang agak menjauh dari kota sendirian. Dia menemukan info dari bodyguard terpercayanya kalau mereka menemukan di mana Vianni dan Winola bersembunyi. Dia memutuskan untuk pergi sendiri tanpa memberitahu Conan karena dia tidak ingin terlalu menimbulkan keributan, dia hanya ingin menjemput Vianni.
Ahkirnya dia sampai di tempat yang dia janjikan bersama bodyguardnya itu, “Bagaimana? Apa mereka masih ada di sana?” tanya Niscala ketika sudah menemukan bodyguardnya itu.
“Masih bos tapi sepertinya mereka kedatangan tamu, saya melihat mobil yang masuk ke pekarangan villa itu,” jelas bodyguardnya.