Para Pejuang Indonesia Volume 1

Rachman Anrabel
Chapter #2

2. Vera

“ASTAGA ANAK GADIS INI! Vera cepatlah sarapan, jangan main Instagram terus!” gerutu Ibu, melihat Vera duduk di sofa bagaikan berada di pantai.

Vera tersenyum kecut mematikan ponselnya. Kedua kaki Vera bergerak menuju meja makan. Setelah duduk, aroma dari nasi, telur dadar, serta ayam goreng menyentil hidung Vera. Membuat perutnya turut bergejolak. Vera pun memandang Ibu yang duduk di samping.

“Perlengkapan buat ospek udah disiapkan?” tanya Ibu.

Kepala Vera naik turun seperti tangan kucing Maneki Neko.

           “Sudah aku masukkan ke dalam tas, Ibu.”

Ibunya memiliki paras bagaikan mutiara. Umurnya 39 tahun. Bekerja sebagai karyawan bank. Dia mempunyai rambut hitam bergaya yaitu Medium Short Hair. Pikiran Vera tiba-tiba terlintas sesuatu, seperti motor yang menyerobot, tentang perintah kakak tingkat kemarin untuk menguncir rambut dengan pita berwarna kuning.

           “Ibu tolong kuncir rambutku dengan pita ini,” pinta Vera seraya mengambil pita kuning di saku kemeja putih di dada kiri.

Ibu tersenyum kecil mengambil pita di tangan Vera. Ibu bergerak ke belakang kursi Vera. Kedua tangannya menyisir rambut panjang Vera berwarna hitam. Aroma sampo yang dia pakai menguar menampar pernapasannya.

“Nanti cari teman yang baik ya Vera. Ibu tidak mau kamu terjerumus ke hal yang negatif.”

Mulut Vera berusaha menelan makanan. “Iya Bu nanti aku cari teman yang baik kayak bidadari,” balas Vera tertawa ringan.

Ibu turut tertawa. “Oh iya, kalau ada cowok yang deketin kamu, jangan lupa kasih tahu Ibu,” lanjutnya.

“Astaga Ibu, matahari belum terbit udah bahas gituan,” ucap Vera sambil menyuap makanan ke mulut.

“Ya, siapa tahu ada cowok tampan yang deketin kamu kalau lagi kuliah,” jawab Ibu nyengir.

Omongan Ibu membuat Vera sedikit kesal, seakan ada komentar negatif di Instagram artis. Dia juga berharap ada cowok yang naksir padanya. Tetapi, dari SMP sampai masuk ke Perguruan Tinggi. Belum ada satu pun cowok yang mendekati Vera. Selesai sarapan, Vera berjalan ke kamar, lalu memakai almamater Universitas Sriwijaya, tidak lupa dia mengambil tas di kasur. Vera sedikit terkejut saat di luar kamar Ibu menyodorkan sebungkus roti.

“Buat pengganjal perut kalau lapar ketika acara ospek sudah dimulai,” kata Ibu.

Kemudian mereka pergi menuju kampus Unsri (Universitas Sriwijaya) Bukit mengendarai mobil Honda Brio warna merah.

***

Teriakan kating (kakak tingkat) serasa menyuntik telinga Vera. Mereka menyuruh para maba (mahasiswa baru) berbaris sebelum masuk ke bus. Barisan maba ini tidak sesuai prodi (program studi) sehingga Vera belum melihat teman sesama prodi. Para maba juga disuruh memasang ikat kepala bertuliskan 'Hidup Mahasiswa'. Membuat dahi Vera tertekan karena ikatannya yang terlalu kencang. Sesampainya di gerbang kampus Unsri Indralaya, bus berhenti. Mereka semua turun dan mendengar teriakan kating lagi. Hati Vera senang karena bisa berbaris bersama teman sesama prodi.

“Vera, tolong ikat pita ini di lenganku, dong,” pinta Inggrid.

Vera kenal dia ketika mengambil almamater seminggu lalu. Rambut hitam panjangnya juga dikuncir semirip Vera. Untuk mengambil almamater, para maba menjalani tes kesehatan terlebih dahulu. Walaupun panjang antrean, prosesnya berjalan lancar. Vera mulai mengikat pita di lengan Inggrid. Suasana begitu dingin di pukul enam pagi. Telinga Vera dipenuhi suara teriakan kating dan obrolan maba.

“Selesai,” suara Vera kayak anak kecil yang menghabiskan makanan.

“Makasih, Vera. Oh iya, kau tau gak, Kak Regis juga ikut nemenin kita, loh,” celetuk Inggrid tersenyum bahagia.

Mendengar nama itu, perasaan Vera juga senang, seperti ingin bertemu Shawn Mendes.

“Astaga, aku mau pura-pura pingsan deh nanti, biar dia meluk aku.”

Lihat selengkapnya