DUA HARI VERA SUDAH MENJALANI ospek kampus yang melelahkan. Akhirnya dia bisa kuliah dengan normal tanpa harus mendengar teriakan kating yang menyerupai tentara. Pagi hari yang sudah sedikit panas, Vera baru saja sampai di parkiran Fakultas Ekonomi. Berbagai warna mobil berjajar rapi seperti es krim berbagai rasa di sekitar Vera.
“Angin di tempat ini lumayan kencang sampai rambutmu berkibar,” lontar Merpati hinggap di pundak kiri Vera. Dia terkekeh mendengarnya.
Hari ini dia memakai pakaian yaitu blus biru muda dengan celana kulot berwarna putih. Vera lantas memandang Regis seolah menjadi pangeran yang selesai berkuda, karena turun dari mobil Pajero Sport berwarna hitam. Dia sangat tampan memakai kemeja bermotif kotak-kotak warna merah, dengan celana denim hitam. Telinga Vera mendengar pecahan ranting. Dia terlonjak kaget melihat sebuah batang kayu hendak menimpa kepala Regis.
“Vera, cepat tolong pria itu!” seru Merpati.
Karena Merpati selalu melatih Vera setiap malam, dengan cepat dia mengeluarkan dua kipas lipat di saku celana kulot. Kedua tangan Vera melambai bagaikan dahan pohon yang bergoyang ditiup angin. Gelombang angin muncul meliuk-liuk seperti ular di lengan Vera.
“Pukulan angin!”
Bergegas Vera menembak angin yang terkumpul di kedua lengan ke depan. Batang kayu besar itu terdorong angin kencang dan jatuh ke tanah. Suara debamnya bagaikan dua mobil yang saling bertabrakan. Regis terperanjat, menengok batang kayu di belakangnya. Dia berbalik lagi dan memandang Vera yang terdiam. Mata Vera melotot. Kedua tangannya masih memegang kipas lipat. Refleks dia berlari menuju kelas, serupa dicari guru karena ketahuan bolos ke kantin. Merpati kaget dan mengoceh mirip ibu-ibu yang sewot.