PERUT VERA PENUH SEPERTI BASKOM yang diisi air. Mereka pun mengobrol agar makanan mereka dicerna lambung terlebih dahulu. Vera sedikit cemas kalau Regis kembali membahas berita di Kambang Iwak. Dia belum siap mengungkapkan kekuatan kepada Regis. Sepuluh menit mereka mengobrol. Langit di luar sudah mulai gelap. Merpati masih terbang dan hinggap di meja sekitar mengintip orang lain makan. Mereka pun bersiap-siap pulang. Namun, telinga Vera tertampar mendengar deringan ponsel Regis. Dia mengambil ponselnya dan menekan tombol hijau di layar. Vera tersentak menatap wajah Regis berubah sendu. Mulutnya juga mengeluarkan kata-kata rumah sakit. Dia pun menyudahi telepon, lalu menengok wajah Vera.
“Maaf ya, Vera. Kita ke rumah sakit bentar jenguk Adik saya,” ucap Regis.
“Iya Kak gak papa.”
Merpati yang melihat Vera dan Regis ingin pergi, terbang dengan cepat ke pundak Vera.
“Ternyata seru juga ya lihat manusia makan,” kata Merpati tertawa.
Vera tersenyum kecil menahan tawa. Dia tidak menyangka kalau hiburan Merpati melihat orang makan. Regis pun kembali mengajak Vera menuju mobilnya. Di dalam mobil, gerakan Regis menghidupkan mesin seperti orang yang dikejar pembunuh.
“Orang ganteng ini kenapa, Vera?”
“Nanti aku jelasin,” gumam Vera.
Regis seketika menilik Vera.
“Kamu bicara apa Vera?”
Tatapan penasaran Regis seolah membuat tubuh Vera diterjang ombak. Dia pun terkekeh seraya malu memandang wajah Regis.
“Tadi saya teringat dengan tugas Kak. Tapi itu bisa dikerjain nanti kok hehehe,” jawabnya dengan perasaan ingin menghilang dari bumi.
Regis mengangguk dan kembali menghidupkan mesin mobil. Setelah dihidupkan, Regis langsung tancap gas seolah menjadi pembalap.
***
Mereka sampai di rumah sakit. Vera kasihan menatap raut wajah Regis yang cemas. Dia juga tergesa-gesa berjalan menuju ruangan adiknya di rawat. Di belakang Regis, Merpati membuka obrolan.
“Ini tempat apa, Vera?”
Kepala Merpati menoleh kanan-kiri.
“Ini tempat orang-orang yang sakit dirawat,” bisik Vera, agar Regis dan orang lain yang lewat tidak berkata kalau dia itu orang gila yang berbicara sendiri.
Mereka berhenti di sebuah pintu kayu tinggi. Regis mengetuk dulu, lalu membuka pelan-pelan agar orang di dalam tidak terganggu. Vera mengamati ruangan itu seperti di kamar hotel. Di sofa ada wanita berambut hitam bergaya Sleek Bob, dengan ekspresi sedih memandang Regis. Di bed crank berukuran besar, terbaring seorang remaja cewek yang tidur. Vera perkirakan Adik Regis umurnya 15 tahun. Dia memakai pakaian pasien berwarna biru. Kepalanya tidak ada sehelai rambut pun. Bagian belakang kepala ranjang terdapat panel oksigen yang menempel di dinding.
“Mama, Dek Marina sudah baik-baik saja, kan?”
Wanita yang dipanggil Mama oleh Regis, manggut-manggut. Vera melihat perubahan muka Regis yang menjadi tenang. Dia baru tahu kalau Adik Regis mengalami sakit yang tidak diinginkan orang-orang. Vera ingin sekali mengelus pundak Regis agar dia tetap semangat. Namun dia tahan karena mata wanita itu mengamati wajah Vera. Perasaannya serupa dengan mahasiswa yang ditatap dosen killer.
“Apa ini cewek yang kamu pikirkan terus ya, Kak?” tanyanya tersenyum kecil.
Telinga Vera ibarat terkena cakar.
“Apalagi Vera, Tante. Dia juga kepikiran Regis terus pas latihan denganku,” celetuk Merpati tertawa.
Rasanya Vera ingin menghempaskan Merpati dengan kekuatan anginnya. Wajah Regis terlihat memerah layaknya buah tomat. Perasaan Vera bergejolak seperti ada api yang membakarnya.
“Namamu siapa?” tanya Mama Regis.
“Vera, Tante.”
“Panggil saya Tante Inez ya, Vera.”
Dia memasang senyuman lebar kepada Tante Inez. Kepala Vera yang dielus Tante Inez, membuat dadanya berdesir seolah disiram air dingin.
“Kalian udah makan belum?”
“Sudah kok Ma. Kalau Mama sudah makan?” Regis balik bertanya.
Tante Inez menggeleng pelan. Perasaan Vera bagaikan terkena pukul palu Tina.
“Kalau gitu aku beli makanan buat Mama di kantin rumah sakit ya,” kata Regis.
Tante Inez berjalan ke sofa mengambil dompet di dalam tas tangannya. Dia pun memberikan uang kepada Regis. Vera mengamati Regis berpamitan dan keluar dari pintu. Tante Inez kembali melihat wajah Vera. Dia mengajak Vera duduk di sampingnya. Kaki Vera bergerak dan duduk di sofa bersebelahan dengan Mama Regis.
“Jadi sejak kapan kamu kenal anak Tante?”