Para Pejuang Indonesia Volume 1

Rachman Anrabel
Chapter #12

12. Regis

“GILA YA SEKARANG MONSTER-MONSTERNYA sudah nyerang komplek rumah,” ucap Yusro ngeri memandang ponselnya.

Regis penasaran menggerakan kepalanya ke samping Yusro. Dosen di depan mereka bersiap-siap ingin keluar dari kelas. Jadi mereka santai saja mengeluarkan ponsel. Tulisan judul berita terlihat besar sekali di layar. Di bawahnya ada foto wanita memakai topeng dansa warna kuning.

           Dan wanita itu juga sama pakaiannya dengan Vera, batin Regis berpendapat.

Dia ingat betul pakaian Vera yang menutupi seluruh badannya hari ini.

           Apa wanita itu sebenarnya Vera, dan dialah yang sudah menolongku yang hampir terimpa batang pohon.

Otak Regis seolah menjadi mesin mobil yang balapan. Dia pusing memikirkan hal itu.

           “Kau lihat deh Regis, cewek ini cantik bener pas ngeluarin kekuatan angin!” puji Yusro bagaikan memandang artis yang rupawan di hadapannya.

Perasaan Regis mirip suami yang marah karena istrinya ingin jalan dengan teman-teman cowoknya. Yusro tampak keheranan memandang Regis.

           “Kau itu kayak orang nahan eek,” kata Yusro dan langsung dihadiahi pukulan pelan di pundak oleh Regis.

Yusro tertawa puas. Regis mendengus mirip banteng. Teman-teman yang lain terdengar turut serta membahas penyerangan monster tersebut.

           “Oi Regis, kau nggak anterin gebetan pulang?”

           “Iya ini aku mau keluar, ke kelasnya,” kata Regis.

           “Oh, aku kira mau keluar buat buang eek,” lanjut Yusro kembali terbahak.

Regis pun juga tertawa dan pergi membawa tas keluar dari kelas. Udara di luar lumayan panas bak berada di pantai. Hari sudah mau menjelang sore. Dia pun bergegas menuju kelas Vera. Sampai di sana, hatinya berdegup kencang. Dia ingin sekali menanyakan wanita bertopeng dansa itu pada Vera. Namun, Regis agak tidak enakan kalau Vera tidak mau membahasnya. Dia melihat dosen keluar dari kelas Vera. Regis mengangguk sopan ketika dosen itu melewatinya. Rombongan teman sekelas Vera keluar bak banjir bandang. Vera juga keluar dari kelas bersama Inggrid. Mereka pun berjalan menghampiri Regis.

“Aku anterin kamu pulang ya,” kata Regis tersenyum.

Wajah Vera yang mirip mutiara. Menjadikan jantung Regis berdenyut seolah ikut lomba lari. Temannya Inggrid terus saja menggoda Vera. Regis ikut tertawa kecil. Ekspresi Vera layaknya orang ketahuan kentut saat rapat. Mendadak saja Vera menggandeng tangan Regis dan menariknya pergi menjauhi Inggrid. Di belakang, Inggrid bersorak suara lebih keras bagai menjadi cheerleader. Jantung Regis sekarang akan benar-benar meledak. Kulit Vera yang halus sangat nyaman disentuh. Dia terus menarik tangan Regis sampai di parkiran mobil. Vera menyaksikan Regis yang terdiam karena dia gandeng.

“Astaga, maaf Kak Regis,” ucap Vera langsung melepaskannya seolah habis memengang hal yang jijik.

Regis hanya tersenyum kecil lalu menekan tombol di kunci mobil. Tetapi hatinya berasa digunting karena gandengan tersebut lepas begitu saja. Di dalam mobil, Vera terus diam, mungkin dia masih malu dengan kejadian gandengan tadi. Regis juga bergeming, dia fokus menghidupkan mesin mobil. Usai dihidupkan, beberapa menit kemudian Regis melajukan mobilnya. Regis berdiam diri, matanya ke arah depan memandang jalan yang ramai di lalui kendaraan.

Asap knalpot berwarna hitam keluar dari sebuah motor yang lewat. Untung saja kaca mobil melindungi mereka dari asap tersebut. Sekitar satu jam perjalanan dengan suasana hening menuju kota, Regis memberhentikan mobil di kafe. Tatkala masuk di dalamnya, tiupan udara kencang dari pendingin ruangan mengelus kulit Regis. Mereka pun berjalan menuju bangku yang kosong. Perbincangan orang-orang mengetuk kuping Regis. Baru saja mereka duduk, seorang cowok yang membawa buku menu dan kertas, menghampiri mereka.

“Kamu mau apa, Vera?” tanya Regis, selagi Vera melihat-lihat sajian di buku menu.

Vera menyebutkan pesanan, Regis juga memesan pesanan yang sama. Cowok itu pun tersenyum dan pergi meninggalkan mereka. Regis dan Vera saling bertatapan. Mulut mereka masih terkunci rapat. Regis berpikir mungkin inilah saatnya dia membicarakan hal itu.

“Vera, saya mau bertanya hal yang serius denganmu,” tutur Regis membuat Vera termangu.

Vera terlihat menelan ludah dan berusaha memandang matanya.

Lihat selengkapnya