JAM 11.45, VERA DAN INGGRID berjalan bersama ke kantin. Suhu di sekitar panas layaknya masuk ke panggangan. Hari ini Vera memakai blus biru muda dengan celana kulot putih. Inggrid masih tetap dengan busananya yang serba merah muda.
“Kapan kita kerja kelompok?” tanya Inggrid seraya menyimpan kalkulator di tas, posisi mereka melewati lorong kelas lain.
“Sabtu aja gimana?” usul Vera.
Inggrid mengangguk. “Di rumah aku ya kerjainnya.”
Vera nyengir. “Iya-iya boleh.”
“Oh iya, gimana status kau dengan Regis?”
“Dia belum nembak,” ungkap Vera, nada suaranya mirip orang pasrah dengan keadaan.
Raut wajah Inggrid mirip orang jijik.
“Ih, kayaknya kau nyaman banget jalanin hubungan tanpa status.”
Vera membentuk ekspresi kesal di muka.
“Ya nggak maulah aku kayak gitu terus sama Kak Regis,” tukas Vera tidak mau ucapan Inggrid terwujud.
“Makanya kau itu kasih kode gitu ke Kak Regis,” balas Inggrid tertawa.
Merpati yang dari tadi hinggap di pundak kiri Vera terbahak. Hati Vera kesal melihat mereka serupa anak kecil yang mengejek. Beberapa meter lagi mereka sampai ke kantin. Vera terkejut menyaksikan rombongan kakak tingkat yang duduk di kursi kantin sembari mengamatinya.
“Nah loh, rombongan kelas Kak Regis ngelihat kau,” bisik Inggrid terkikik.
Regis juga ikut memperhatikan Vera. Kedua pipinya terasa panas. Teman-teman Regis berseru-seru menggodanya.
“Ayo kita makan jangan diam kayak patung!” kata Inggrid menarik lengan Vera.
Sekitar satu jam, Vera sudah kenyang menyantap makanannya sampai habis. Lantas dia meminum es teh, sontak rasa semangatnya juga kembali hadir, seolah menjadi api yang tambah membesar. Merpati terbang ke sekeliling menonton orang lain makan. Vera mengambil ponsel, karena mendengar suara notifikasi.
Vera, ayo ke markas! Kita mau bahas ramuan penyembuhan.
Ria mengirimkan pesan Whats app. Vera membalas akan datang sebentar lagi. Dia menilik Inggrid masih menikmati minum jus stroberi. Vera pun kembali meminum es tehnya. kerongkongannya serasa ditiup angin kencang.
“Inggrid, aku pergi ke perpus dulu ya,” pamit Vera.
“Oke-oke, inget, jam 3 sore ada kelas,” kata Inggrid.
Vera melangkah sambil melambaikan tangan padanya. Merpati yang melihat Vera ingin pergi, terbang kembali ke pundak kirinya. Ketika dia ingin keluar dari kawasan kantin. Semua mata orang di sekitar terus mengamati Vera. Kakinya menambah kecepatan langkah, karena risi dilihat terus. Di luar kawasan kantin, Vera merasakan ada orang di belakangnya. Vera putar kepala ke belakang. Hampir saja Vera ingin berteriak kalau tidak melihat wajahnya dulu.
“Kak Regis,” ucap Vera menyembunyikan sikap kaget.
Bibir Regis membentuk senyuman. Jantung Vera bertalu-talu terpesona menengoknya.
“Saya anterin kamu ke perpus ya,” ajak Regis.
Vera pun mengangguk. Perasaan Vera seakan menari-nari berkat terus diantar oleh Regis setiap kali ada keperluan. Regis mengajak Vera ke parkiran mobil. Matahari terus bersinar hingga Vera kegerahan. Sampai di sana, Regis memencet tombol di kunci mobil. Di tengah perjalanan, tiupan angin dari mesin pendingin membuat Vera terasa di kutub. Mereka terdiam. Hanya lagu yang menemani suasana hening itu. Tujuan mereka pun sampai. Pelan-pelan Vera keluar dari mobil. Lalu Regis menurunkan jendela mobil.
“Kalau sudah selesai kumpulan, telepon saya ya,” kata Regis, akhirnya membuka suara.
Vera mengangguk dan merasa tenang karena Regis masih mengajaknya berbicara.
“Iya Kak. Nanti saya telepon.”
Regis pun beranjak membawa mobilnya. Vera menghela napas seakan mengeluarkan sesuatu dari dalam tubuh. Hatinya bertekad kuat akan menemukan ramuan penyembuhan untuk Marina. Vera balik kanan. Dia terperanjat menyaksikan Ria di hadapan. Jantung Vera hampir saja putus.